Tritunggal Sebagai Doktrin Yang Alkitabiah

Allah Tritunggal dalam Perjanjian Lama

Kisah Penciptaan
Dalam kisah penciptaan, maka Kej. 1:1-3 menegaskan:
Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum berbentuk dan kosong;
gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan
air. Berfirmanlah Allah: "Jadilah terang." Lalu terang itu jadi.

Dalam tiga ayat pertama Alkitab (TB LAI), sudah ditegaskan bahwa ada Allah dan bahwa
ada Roh Allah. Ini menegaskan bahwa Roh Allah juga adalah Allah. Keduanya adalah satu
kesatuan. Eksistensi Allah dan Roh Allah dikisahkan sebelum alam semesta tercipta. Ini terlihat

dari frasa “pada mulanya Allah menciptakan”, Ibr.: resyit bara eb(translit.: בְּ רֵ אש ִׁ֖ ית בָּרָּ ָ֣ א אֱֹלה ִ֑ ים Elohim) yang menunjukkan bahwa Allah ada sebelum penciptaan, sebelum alam semesta terbentuk. Dengan kata lain, ini menunjukkan eksistensi kekal Allah.

Ketika dikatakan “Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air”, Ibr. ים ִ֔ להֱֹא ַוחּ ָ֣רְּו
translit. weruakh Elohim merakhefet al-pene hammayim), maka Ruakh Elohim) מְּ רַ חִֶׁ֖פֶת עַל־פְּ נֵֵ֥י הַמָָּּֽ י ם ini bereksistensi bersama dengan Allah sejak kekekalan. Kata “Melayang-layang” merupakan terjemahan dari merakhefet, yang berarti: “an eagle fluttering over its young and so might have a connotation of parturition or nurture as well as rapid back-and-forth movement”.

Penampakan kepada Abraham
Dalam kisah Abraham dekat pohon Tarbantin, di daerah Mamre dekat Hebron, di mana
tampaknya menjadi tempat kesukaan Abraham untuk mempersembahkan mezbah korban bakaran kepada Allah (bdk. Kej. 13:18), Abraham dikunjungi oleh tiga orang (Kej. 18:1 dst). Orang (bentuk plural ini) adalah isyim (אנשים) yang merujuk kepada manusia biasa (ay. 2).

Dalam Kejadian 18:10 percakapan berubah bukan lagi mengindentifikasi 3 orang tersebut
sebagai orang, tetapi salah satu dari ketiga orang itu diidentifikasi sebagai TUHAN (atau Yahweh) dan terjadilah percakapan dengan Abraham.

Dua dari tiga orang tersebut kemudian berangkat ke Sodom dan Gomora dan Kej. 19:1
menyatakan bahwa dua orang itu tidak lagi diidentifikasi sebagai orang atau manusia melainkan sebagai dua malaikat (Ibr. יםִ֤ כ ָּאְּל ַמַה י ֵֵ֨נ ְּש, translit. syene malakhim hammal’akhim). Dengan kata lain, tiga orang yang menjumpai Abraham tersebut adalah dua sosok malaikat dan Tuhan. 

Dalam perspektif biblis kristiani, Tuhan yang menampakkan diri kepada Abraham ini adalah Allah Tritunggal yaitu Anak Allah yang belum menjadi manusia. Dalam bahasa teologi seringkali disebut Theofani.

Penglihatan Daniel
Dalam penglihatan Daniel, Daniel melihat ada dua sosok, yaitu “Yang Lanjut Usianya” dengan “Anak Manusia” di surga: Aku terus melihat dalam penglihatan malam itu, tampak datang dengan awan-awan dari langit seorang seperti anak manusia; datanglah ia kepada Yang Lanjut Usianya itu, dan ia dibawa ke hadapan-Nya (Dan. 7:13).

Ada dua sosok dalam narasi Daniel di atas, yaitu “anak manusia” dan “Yang Lanjut Usianya”. Anak manusia merupakan terjemahan dari Ibr. שִָּׁ֖נֱא רֵַ֥ב ְּכ (translit. kebar enash) dan Yun.
υἱὸς ἀνθρώπου (translit. huios anthropou) dengan arti yang sama, yaitu anak manusia. 

Penafsir Yahudi menafsir bahwa ini merupakan gambaran orang-orang Israel secara kolektif, yang tampaknya tidak mungkin demikian. Seorang penafsir menjelaskan bahwa anak manusia di sini lebih tepat ditafsir sebagai Malaikat Mikhael. Yang Lanjut Usianya merupakan terjemahan dari Ibr. אָּי ַומָּֽ י יק ִ֤ תַע (translit. attiq yomayya) dan Yun. (LXX, Septuaginta) παλαιὸς ἡμερῶν (translit. palaios hemeron) yang secara harfiah berarti ‘kuno dari hari-hari’ atau ‘kuno dari zaman’, yang merujuk kepada Allah. Dipahami sebagai: “the one who makes days old”

Konteks penglihatan Daniel bukanlah di bumi atau di dunia, tetapi di “awan-awan dari langit” (Ibr. אִָּ֔י ַמ ְּש יֵָ֣נָּנֲע, translit.’anane syamayya; Yun. τῶν νεφελῶν τοῦ οὐρανοῦ, ton nefelon tou
ouranou), di mana ‘langit’ dapat juga diterjemahkan surga (Ing.: clouds of heaven, MKJV/ASV).

Dengan menaiki “awan-awan dari langit”, anak manusia menghadap Yang Lanjut Usianya, yaitu Allah. Karenanya, anak manusia dalam penglihatan ini tidak mungkin manusia biasa, tetapi sosok ilahi.

Penafsiran sosok anak manusia sebagai Mikhael menjadi wajar bila seseorang tidak meyakini Tritunggal. Tetapi dalam penafsiran biblis kristiani, Yesus sendiri merujuk diri-Nya dengan istilah Anak Manusia (Contoh: Mat. 8:20; 9:6; 10:23; 11:19; 12:8, 32, 40; 13:37, 41; 16:13, 27, 28; 17:9, 12, 22; 18:11; dst.). 
Dengan kata lain, keduanya merupakan gambaran mengenai Bapa dan Anak Allah.

Allah Tritunggal dalam Perjanjian Baru

Dalam Injil-injil Kanonik
Sebagian orang menegaskan bahwa trinitarianisme merupakan ciptaan Bapa-bapa Gereja
(yaitu Konsili Milan, Nicea dan Konstantinopel). Namun sesungguhnya, dalam Perjanjian Baru
terdapat banyak kemunculan trinitarianisme. Kesatuan atau keesaan Allah Tritunggal di sana-sini hadir dalam Perjanjian Baru, walaupun istilah Tritunggal tidak ada. Istilah ‘tritunggal’ adalah upaya menjelaskan kehadiran Allah yang esa sekaligus tiga dalam Perjanjian Baru yang diputuskan oleh Bapa-bapa Gereja dalam konsili-konsili yang menghasilkan PIR dan PINK.

Yesus sendiri menyatakan bahwa Ia dan Bapa adalah satu (Yoh. 10:30). Dalam teks Yunani
dituliskan sebagai berikut.: ἐγὼ καὶ ὁ πατὴρ ἕν ἐσμεν (Ego kai ho pater hen semen), yang bila
diterjemahkan harfiah adalah sebagai berikut: Aku dan Sang Bapa satu adalah. Kata kerja ἐσμεν (adalah) merupakan bentuk jamak, yang menunjuk kepada Aku (Anak, Yesus) dan Bapa adalah benar-benar dua yang berbeda. Penggunaan kata ἕν (satu) dengan demikian menunjukkan keesaan

Allah, dalam hal ini, Bapa dan Anak adalah satu kesatuan atau esa. Jadi kesimpulan sederhana dari teks itu, Bapa dan Anak adalah dua pribadi berbeda namun juga adalah Allah yang esa.

Dalam PB, sejak baptisan Yesus, presensi Allah tritunggal sangat jelas. Dalam versi
Markus, digunakan hanya istilah Roh, sementara dalam Matius Roh Allah dan dalam Lukas Roh Kudus. Masing-masing memberi makna, yaitu Roh menunjukkan independensinya, Roh Allah menunjukkan bahwa Ia berasal dari Allah, dan Roh Kudus menunjukkan bagian dari Allah Tritunggal karena Roh Kudus adalah istilah yang baku dalam konsep tritunggal, yaitu Bapa, Anak dan Roh Kudus.

Dalam ketiga versi baptisan Yesus, maka saat Yesus dibaptis, Roh Kudus turun menguasai
Yesus dan ada suara dari langit (ouranos, alias surga, yang merupakan parafrase dari Allah) atau dengan kata lain, Allah (Bapa) berbicara. Dalam kejadian ini, hadir Allah Tritunggal yaitu Yesus, Roh Kudus dan Bapa.

Dalam doa Tuhan Yesus di Injil Yohanes, Ia berkata bahwa Ia akan meminta kepada Bapa
untuk mengirimkan seorang Penolong yang lain, yaitu Roh Penolong dan Roh Penghibur
(Parakletos) (Yoh. 14:16, 26). Hadir dalam teks ini Allah Tritunggal, yaitu Yesus, Bapa dan Roh Kudus.
Dalam Doa Bapa Kami yang Tuhan Yesus ajarkan, Ia mengajarkan kita untuk berdoa kepada Allah yang Yesus sendiri sebut sebagai Bapa (Mt. 6:9). Ia sendiri berdoa kepada Bapa, seperti di Taman Getsemani (Mt. 26:36-46; Mk.14:32-35; Lk. 22:39-46). 

Dalam relasi dengan Allah, Yesus selalu menyebut Allah sebagai Bapa dan diri-Nya sebagai Anak. Sebaliknya, Yesus tidak pernah menyebut diri-Nya sebagai Bapa. Karenanya, menyebut Yesus sama dengan Bapa adalah bertentangan dengan Alkitab dan ajaran Yesus sendiri.

Formula Baptisan dalam Injil Matius, dibaptis dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus 
(Mt. 28:9) menegaskan Allah Tritunggal. Dalam Amanat Agung yang Tuhan Yesus sampaikan, teks asli tidak berbunyi “baptislah mereka dalam nama-Ku” seperti yang dinyatakan di atas. Teks asli bahasa Yunani berbunyi: βαπτίζοντες αὐτοὺς εἰς τὸ ὄνομα τοῦ Πατρὸς καὶ τοῦ Υἱοῦ καὶ τοῦ ῾Αγίου Πνεύματος” (Mat. 28:19. Baptizontes autous eis to onoma tou Patros kau tou Huio kai tou Hagiou Pneumatos) yang secara harfiah berarti: membaptis mereka ke dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus”. Tuhan Yesus sendiri dengan memberikan perintah untuk membaptis dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, sehingga apa yang disampaikan di atas oleh Sabelianisme modern tersebut jelas keliru.

Para Rasul dalam Alkitab
Ketika Stefanus mengalami aniaya akibat khotbahnya, maka kisah Stefanus menghadirkan
Allah yang trinitatis tersebut. Dalam Kis. 7:55 dikatakan bahwa Stefanus penuh Roh Kudus dan ia melihat Yesus berada di sebelah Allah (Bapa). Dalam kisah ini hadir Allah Tritunggal, yaitu Roh Kudus, Yesus dan Bapa.

Dalam khotbah Petrus terkait dengan Baptisan Kornelius, aspek trinitarian Allah juga
muncul. Petrus menyatakan: “yaitu tentang Yesus dari Nazaret: bagaimana Allah mengurapi Dia dengan Roh Kudus dan kuat kuasa, Dia, yang berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai Iblis, sebab Allah menyertai Dia” (Kis. 10:38).

Dalam pidato perpisahan Paulus dengan tua-tua jemaat di Efesus, Paulus dengan tegas
menyatakan aspek trinitarianisme Allah ketika ia berkata: “Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk
menggembalakan jemaat Allah yang diperoleh-Nya dengan darah Anak-Nya sendiri” (Kis. 20:28).

Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Galatia menuliskan: “Dan karena kamu adalah
anak, maka Allah telah menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru: "ya Abba, ya Bapa!” (Gal. 4:6; bdk. Rm. 8:15) di mana aspek trinitarian Allah tampak dengan jelas.

Dalam salam pembukaan suratnya kepada jemaat Roma, Paulus juga menyatakan aspek
trinitarian Allah: “dan menurut Roh kekudusan dinyatakan oleh kebangkitan-Nya dari antara orang mati, bahwa Ia adalah Anak Allah yang berkuasa, Yesus Kristus Tuhan kita” (Rm. 1:4). Di bagian tengah suratnya, Paulus menegaskan kembali aspek trinitarian tersebut dalam 8:9: “Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah diam di dalam kamu. Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus”. Di sini aspek trinitarian Allah tampak dengan jelas.

Dalam bagian akhir surat tersebut, Paulus kembali menyinggung aspek trinitarian Allah: “yaitu bahwa aku boleh menjadi pelayan Kristus Yesus bagi bangsa-bangsa bukan Yahudi dalam
pelayanan pemberitaan Injil Allah, supaya bangsa-bangsa bukan Yahudi dapat diterima oleh Allah sebagai persembahan yang berkenan kepada-Nya, yang disucikan oleh Roh Kudus.” (Rm. 15:6). Di sini aspek trinitarian Allah juga tampak dengan jelas.

Dalam ucapan berkat kepada jemaat Korintus yang menerima surat keduanya, Paulus
kembali menyebut aspek tritunggal: “Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan
persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian” (2 Kor. 13:13).

Demikian juga dalam ucapan syukur kepada Allah dalam suratnya kepada jemaat di Efesus,
Paulus menegaskan aspek trinitarian tersebut: “dan meminta kepada Allah Tuhan kita Yesus
Kristus, yaitu Bapa yang mulia itu, supaya Ia memberikan kepadamu Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar” (Ef. 1:17).

Rasul Petrus dalam suratnya yang pertama juga menegaskan aspek trinitarian Allah:
“yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan
oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darah-Nya. Kiranya kasih karunia dan damai sejahtera makin melimpah atas kamu” (1 Pet. 1:2). 

Demikian juga Petrus dalam 1 Pet. 3:8 menyatakan: “Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh”.

Selain itu, Rasul Yohanes juga mengakui aspek trinitarianisme Allah dalam 1 Yoh. 4:2, 3.
Selain itu, dalam 1 Yoh. 5:7 dikatakan: “Sebab ada tiga yang memberi kesaksian (di dalam sorga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu”. Walaupun ada yang berkata bahwa ini adalah tambahan kemudian, ia tidak mengurangi pemahaman bahwa teks ini berbicara tentang trinitarianisme Allah.

Perjanjian Baru cukup sering menyebut presensi ketigaan dari Allah yang esa ini dengan
menyebutkan ketiga pribadi tersebut. Teks-teks Perjanjian Baru yang menyebutkan tritunggal antara lain, Matius. 28:19 dalam Amanat Agung: “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” dengan urutan: Bapa, Anak dan Roh Kudus.

Selain itu, Paulus menuliskan berkat bagi jemaat Korintus dalam 2 Kor. 13:13: “Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian” di mana urutannya adalah Tuhan Yesus, Bapa dan Roh Kudus.

Bapa, Pribadi Pertama Allah yang Esa
Dari penjabaran di atas, Yesus menyebut Allah sebagai Bapa sebagai sosok yang berbeda
dengan diri-Nya dan Roh Kudus. Hal ini terlihat dengan jelas dalam Baptisan Yesus, Ketika Roh Kudus turun atas Yesus dan langit terbuka. Matius 3:17 menyatakan ada suara dari sorga. Sorga yang merupakan terjemahan dari οὐρανός (ouranos) adalah parafrase yudaistik untuk menunjuk secara tidak langsung kepada Allah, karena dalam Perjanjian Lama, sorga adalah tempat kediaman Allah (contoh: Ul. 26:15; 1 Raj. 8:30, 39, 43, 49; 2 Taw. 6:30, 33, 39; 30:27; Mzm. 2:4; 11:4) dan dari sorga Allah mengamati umat-Nya (Mzm. 14:2; 33:13; 53:3), dan Allah bahkan berbicara atau menjawab dari sorga (Mzm. 20:7). Dalam baptisan Yesus, Allah berkata: “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan” (Mt. 3:17) dan ini menunjukkan secara tidak langsung bahwa Allah yang berbicara, berkata atau menjawab dari sorga adalah Bapa.

Hal ini dipertegas dengan Doa Bapa Kami yang diajarkan Tuhan Yesus, yaitu menyebut
Allah di sorga sebagai Bapa dalam ucapan pembukaan doa tersebut: “Bapa Kami yang ada di
sorga” (Mat. 6:9).

Dalam banyak bagian, Yesus menyebut Allah sebagai “Bapa-Ku” (contoh: Mat. 7:21; 10:32, 33). Selain itu, dalam Matius 11:25-28 Yesus bahkan berdoa kepada Bapa. Ini menunjukkan
adanya dua pribadi yang berbeda, yaitu Yesus dan Bapa. Yesus tidak sama dengan Bapa dan Yesus bukanlah Bapa. Keduanya adalah pribadi yang berbeda.

Matius 16:27 berbicara mengenai kedatangan kembali Anak Manusia, yaitu Yesus Kristus,
dalam kemuliaan Bapa-Nya yang menunjukkan dua pribadi berbeda namun dalam satu kesatuan.

Dalam Yohanes 17:1-26 di mana Yesus berdoa kepada Bapa, Yesus menyebut Allah
sebagai Bapa, di mana Ia menyatakan Bapa sebagai “satu-satunya Allah yang benar” (ay. 3).
Karenanya, Bapa adalah pribadi pertama, yang berbeda dengan Anak dan Roh Kudus dalam kesatuan Allah Tritunggal.

Yesus Kristus, Anak Allah dan Pribadi kedua Allah yang Esa
Beberapa teks Alkitab cukup jelas menekankan keilahian Yesus. Ketika berbicara mengenai Allah, maka salah satu pokok pentingnya adalah karakter-karakter Allah. Keempat injil
menyempatkan karakter-karakter Allah kepada Yesus, di antaranya mengampuni dosa. Mrk. 2:1-12 menegaskan karakter ini juga dimiliki oleh Yesus Kristus.

Yohanes 1:1-3 menegaskan siapa Yesus, yaitu Logos yang bersama dengan Allah yang juga adalah Allah. Logos ini kemudian menjadi manusia (ay. 14).

Filipi 2:6-8 menegaskan siapa Yesus, yaitu serupa (ἐν μορφῇ Θεοῦ) dan setara (ἴσα Θεῷ)
dengan Allah. Serupa berarti juga satu wujud, esensi atau hakikat. Setara berarti juga setingkat atau sederajat. Artinya, Yesus tidak tersublimasi atau tersubordinasi atau di bawah Bapa menurut Filipi.

Kolose 1:15-20 juga menegaskan keilahian Yesus Kristus. Teks ini begitu lengkap berbicara mengenai Yesus: “Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan, karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang
ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana,
maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. 

Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia. Ialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu. 

Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia, dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus”.
Karenanya, Yesus adalah pribadi kedua, yang berbeda dengan Bapa dan Roh Kudus dalam
kesatuan Allah Tritunggal.

Roh Kudus Pribadi Ketiga Allah yang Esa
Roh (atau Roh Allah) sendiri muncul sebanyak 70 kali dalam PL. Dan Roh digambarkan
independen (Kej. 1:2), Ia juga digambarkan sebagai diutus oleh Allah (Kel. 30:3; 35:31; Bil. 11:29). Ayub 33:4 menegaskan bahwa Roh Allah menciptakan manusia.

Roh Kudus adalah pribadi ketiga, yang juga keluar dari Bapa sekaligus dari Anak. Artinya,
Roh Kudus adalah Roh dari Allah sekaligus Roh dari Anak. Alkitab menyaksikan bahwa ada Roh Yesus dalam Kis. 16:7: “Dan setibanya di Misia mereka mencoba masuk ke daerah Bitinia, tetapi Roh Yesus tidak mengizinkan mereka” dan juga dalam Flp. 1:19: “karena aku tahu, bahwa kesudahan semuanya ini ialah keselamatanku oleh doamu dan pertolongan Roh Yesus Kristus”.

Roh Kudus adalah Roh yang keluar dari Bapa, sekaligus dari Yesus. Selain istilah Roh Yesus dan Roh Yesus Kristus, Perjanjian Baru juga menggunakan istilah Roh Kristus dalam Rm. 8:9: “Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah diam di dalam kamu. 

Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus.” 1 Pet. 1:11: “Dan mereka meneliti saat yang mana dan yang bagaimana yang dimaksudkan oleh Roh Kristus, yang ada di dalam mereka, yaitu Roh yang sebelumnya memberi kesaksian tentang segala penderitaan yang akan menimpa Kristus dan tentang segala kemuliaan yang menyusul sesudah itu”.

Berikutnya, Gal. 4:6 menyebutkan: “Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru: "ya Abba, ya Bapa!". Roh Anak-Nya yang dimaksud jelas adalah Roh Yesus Kristus. Sebaliknya, penyebutan bergantian antara Roh Allah dan Roh Kristus dalam Rm. 8:9 menunjukkan bahwa Roh Allah dan Roh Kristus adalah satu. Itu berarti Roh Allah atau Roh Kudus sama dengan Roh Kristus.

Kis. 5:3-4 memberikan penekanan yang besar pada Roh Kudus sebagai pribadi. Mzm. 33:6
menunjukkan juga bahwa Roh Kudus adalah pencipta bersama. Yoh. 14:16 tentang Penghibur atau Penolong (parakletos) juga menunjukkan bahwa Roh Kudus adalah pribadi.

Keilahian Roh Kudus
Keilahian Roh Kudus tidak dapat dipisahkan dari doktrin Trinitas. Penyangkalan akan salah satu adalah penyangkalan akan yang lainnya, dan juga akan keseluruhan doktrinnya. Namun
perdebatan tentang keilahian-Nya telah terjadi sejak sangat lama.
Bahkan pada awalnya, gereja pada zaman bapa-bapa gereja enggan menyentuh topik ini.
Pengakuan iman Nicea (325) hanya menulis “aku percaya… dan kepada Roh Kudus” tanpa
tambahan apa pun. 

Pengakuan Nicea-Konstantinopel (381) menuliskan “aku percaya… dan kepada Roh Kudus, yang jadi Tuhan dan menghidupan; yang keluar dari Sang Bapa; yang disembah dan dimuliakan bersama-sama dengan Sang Bapa dan Sang Anak…”

Di dalam Konsili Chalcedon (451), Pengakuan Nicea-Konstantinopel makin berpengaruh.
Di dalam Sinode Toledo (Spanyol) perumusan Nicea-Konstantinopel “qui ex Patre procedit”
(keluar dari Sang Bapa) diperluas menjadi “qui ex Patre Filioque procedit” (Keluar dari Sang
Bapa dan Sang Anak).

Di dalam perumusan Athanasiam (dinamai berdasarkan nama Athanasius karena sesuai
dengan ajaran Athanasius) pada abad keenam hingga kedelapan dirumuskan demikian tentang Roh Kudus: “…sebagaimana juga Bapa, begitu juga Anak, begitu juga Roh Kudus… Bapa adalah Allah, Anak adalah Allah, Roh Kudus adalah Allah… namun itu bukanlah tiga ilah melainkan satu Allah; Bapa adalah Tuhan, Anak adalah Tuhan, Roh Kudus adalah Tuhan, namun itu bukanlah tiga tuhan, melainkan satu Tuhan…” Ini menegaskan bahwa Roh Kudus sehakekat dengan Allah Bapa dan Allah Anak (homousios).

Roh Kudus adalah pribadi ketiga, yang juga keluar dari Bapa sekaligus dari Anak. Artinya,
Roh Kudus adalah Roh dari Allah sekaligus Roh dari Anak. Alkitab menyaksikan bahwa ada Roh Yesus dalam Kisah para Rasul 16:7: “Dan setibanya di Misia mereka mencoba masuk ke daerah Bitinia, tetapi Roh Yesus tidak mengizinkan mereka” dan juga dalam Filipi. 1:19: “karena aku tahu, bahwa kesudahan semuanya ini ialah keselamatanku oleh doamu dan pertolongan Roh Yesus Kristus”. Roh Kudus adalah Roh yang keluar dari Bapa, sekaligus dari Yesus.

Selain istilah Roh Yesus dan Roh Yesus Kristus, Perjanjian Baru juga menggunakan istilah
Roh Kristus dalam Roma 8:9: “Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah diam di dalam kamu. 

Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus.” 1 Petrus 1:11: “Dan mereka meneliti saat yang mana dan yang bagaimana yang dimaksudkan oleh Roh Kristus, yang ada di dalam mereka, yaitu Roh yang sebelumnya memberi kesaksian tentang segala penderitaan yang akan menimpa Kristus dan tentang segala kemuliaan yang menyusul sesudah itu”.

Berikutnya, Galatia 4:6 menyebutkan: “Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah
menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru: "ya Abba, ya Bapa!". Roh Anak-Nya yang dimaksud jelas adalah Roh Yesus Kristus.
Sebaliknya, penyebutan bergantian antara Roh Allah dan Roh Kristus dalam Roma 8:9
menunjukkan bahwa Roh Allah dan Roh Kristus adalah satu. Itu berarti Roh Allah atau Roh Kudus sama dengan Roh Kristus.

Kisah para Rasul 5:3-4 memberikan penekanan yang besar pada Roh Kudus sebagai
pribadi. Mazmur 33:6 menunjukkan juga bahwa Roh Kudus adalah pencipta bersama. Yohanes 14:16 tentang Penghibur atau Penolong (parakletos) juga menunjukkan bahwa Roh Kudus adalah pribadi.
Karenanya, Roh Kudus adalah pribadi ketiga, yang berbeda dengan Bapa dan Anak dalam
kesatuan Allah Tritunggal.

Posting Komentar untuk "Tritunggal Sebagai Doktrin Yang Alkitabiah"