MUJIZAT DALAM PELAYANAN YESUS MENURUT INJIL YOHANES
![]() |
Oleh: Frans Haan
Masihkah mujizat berlangsung sampai hari ini? Pertanyaan ini seringkali sulit untuk ditanggapi apakah fenomena mujizat itu dari Allah atau dari Setan. Fakta disekeliling kita membuktikan mujizat-mujizat selalu terjadi. Orang-orang ”diluar Tuhan”, merekapun selalu mendemonstrasikan mujizat dalam praktek-praktek mereka. Sulit untuk menentukan kebenaran mana yang harus kita pegang dan mana yang harus dibuang.
Bagaimana tanda-tanda dan mujizat-mujizat dalam Alkitab, apakah masih dipercaya sebagai kebenaran dan wahyu Allah? Ataukah tanda-tanda dan mujizat-mujizat dalam Alkitab dianggap sebagai cerita dongeng dan ilusi semata. Kenyataannya bahwa Alkitab dijadikan buku dongeng dan manusia lebih mementingkan pikiran dan pengaruh yang dihasilkan dari pikirannya.
Disamping itu manusia berusaha menemukan jawaban terhadap masalah-masalah yang dihadapinya melalui eksperimen dan pembuktian secara ilmiah yang logis dan masuk akal. Sikap skeptis timbul yang melahirkan pikiran-pikiran radikal yang liberal dan sikap menyangkali Tuhan. Seperti gerakan rasionalitas yang melahirkan sikap penyangkalan akan kuasa dan keberadaan Tuhan (atheisme).
Rasionalisme atau gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan fakta, tanpa melalui iman, dogma, atau ajaran agama[1].
Sedangkan Atheisme adalah suatu keadaan tanpa kepercayaan akan adanya Tuhan atau dewa-dewa. Dengan paham demikian maka bagaimana Alkitab dapat memberikan gambaran yang jelas bagi mereka tentang keajaiban yang dilakuakan oleh Tuhan? Konsep rasionalitas adalah bahwa bila hal-hal ajaib itu tidak bisa dibuktikan secara rasio maka orang yang bersangkutan dianggap gila dan perlu pengobatan secara psikologi.[2]
Reaksi rasionalitas sangat mempengaruhi teologia pada abad ke tujuh belas dengan adannya seorang ahli filsafat Perancis yaitu Cartesius (sebenarnya Descartes) yang hidup dua puluh tahun di Belanda (1629-1649).[3] Sebagai seorang anggota gereja Katolik Roma ia menyimpang jauh dari ajaran Gereja Roma. Ia hanya mengaku suatu realitas (kenyataan) yang berkuasa atas manusia, yakni kesadaran dari manusia, dengan semboyannya yaitu: ”Aku berpikir, dari itu aku ada”. Atas dasar ini ia mengembangkan asas dan pandangan kafir dengan pengaruh renaisance, yaitu bahwa manusia sendiri adalah kaidah segala sesuatu yang ada.[4]
Reaksi rasionalitas sangat mempengaruhi teologia pada abad ke tujuh belas dengan adannya seorang ahli filsafat Perancis yaitu Cartesius (sebenarnya Descartes) yang hidup dua puluh tahun di Belanda (1629-1649).[3] Sebagai seorang anggota gereja Katolik Roma ia menyimpang jauh dari ajaran Gereja Roma. Ia hanya mengaku suatu realitas (kenyataan) yang berkuasa atas manusia, yakni kesadaran dari manusia, dengan semboyannya yaitu: ”Aku berpikir, dari itu aku ada”. Atas dasar ini ia mengembangkan asas dan pandangan kafir dengan pengaruh renaisance, yaitu bahwa manusia sendiri adalah kaidah segala sesuatu yang ada.[4]
Cara berpikir ini sangat mempengaruhi dan terasa indah serta berguna bagi orang-orang zaman itu dengan mendasarkan isi penyataan Tuhan pada akal budi, bukan lagi pada Alkitab, atau sekurang-kurangnya penyataan itu disesuaikan sedapat mungkin dengan akal budi.[5]
Beberapa tokoh liberal yang memiliki pandangan ekstrim yaitu: Francois Bacon (1561-1624) menulis buku "Novum Organum" (1620) yang menjadi dasar kritik modern Alkitab . Baginya Alkitab hanyalah buku yang berguna untuk kesalehan dan bukan untuk mengenal Allah dengan benar; ThomasHobbes (1588-1679) sebagai seorang filsuf materialisme adalah pemula kritik
mujizat dan kritik Alkitab Rasionalistis.
mujizat dan kritik Alkitab Rasionalistis.
Baginya mujizat harus ditafsirkan sebagai perumpamaan.[6] David Hume (1711-1776) mengatakan Alkitab bukan wahyu Allah yang supranatural dan mujizat bertentangan dengan hukum Allah.[7]
Pendekatan dan pendapat seperti ini memberikan asumsi bahwa bukan teologi Alkitab yang utama, melainkan rasio. Rasio menjadi tolok ukur kebenaran peristiwa sejarah masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang. Rasio yang menentukan "apakah ini sungguh terjadi, mungkin terjadi, kemungkinan tidak terjadi ataupun pasti tidakterjadi."
Aliran rasionalistis ini mulai merajalela di Eropah-Barat pada abad ke delapan belas yang melahirkan revolusi Perancis. Kekristenan mengalami pasang surut bahkan mengalami masa kegelapan. Suatu survai yang dilakukan oleh Noel Wesley di Amerika Serikat (1976) terhadap mahasiswa teologi strata-2 menunjukkan hanya 54% mahasiswa Master of Divinity yang percaya adanya mujizat. Mahasiswa Master of Theology hanya 37%.[8]
Aliran rasionalistis ini mulai merajalela di Eropah-Barat pada abad ke delapan belas yang melahirkan revolusi Perancis. Kekristenan mengalami pasang surut bahkan mengalami masa kegelapan. Suatu survai yang dilakukan oleh Noel Wesley di Amerika Serikat (1976) terhadap mahasiswa teologi strata-2 menunjukkan hanya 54% mahasiswa Master of Divinity yang percaya adanya mujizat. Mahasiswa Master of Theology hanya 37%.[8]
Betapa menyedihkan bila kita sebagai orang yang mempercayai kebenaran-kebenaran Alkitab, harus terantuk dan jatuh pada sikap ekstrim, hanya karena hal itu kurang logis dan tidak masuk akal. Bukankah pekerjaan Allah diluar dari jangkauan pikiran manusia? Bisakah kita menerima mujizat itu sebagai karya dan kasih karunia Allah dengan iman di dalam Yesus?
Kenyataan yang dihadapi dewasa ini justru dalam praktek dan penerapannya mengalami penyimpangan. Lahirlah juga kelompok-kelompok dikalangan umat percaya yaitu: kelompok yang percaya ”mujizat masih berlangsung” dan kelompok yang berpendapat ”mujizat sudah berlalu”. Tanpa disadari paham-paham ekstrim dan pendewaan mujizat atau sikap fanatik ini sedang menyesatkan umat percaya dengan menyangkali pribadi Yesus dan menggeser sentralitas penebusan Yesus dikayu salib.
Mujizat tetap terjadi dan sedang terjadi sampai hari ini, menyertai dan meneguhkan pemberitaan Kabar Baik. Yesus Kristus berjanji: ”Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Mat 28:20b). “Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya: mereka akan mengusir setan-setan demi nama-Ku, mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka.” (Mrk 16:17).
DEFINISI MUJIZAT
Konsep mujizat secara umum
Konsep mujizat secara khusus
TAHUN PERTAMA PELAYANAN YESUS
Perkenalan Yohanes
Peristiwa-peristiwa pembukaan
Pelayanan Awal
TAHUN KEDUA PELAYAN YESUS
Awal Pelayanan di Galilea
Pertengahan Pelayanan di Galilea
TAHUN KETIGA PELAYANAN YESUS
Akhir Pelayanan di Galilea
Akhir pelayanan di Yudea dan Perea
PENUTUP
Kesimpulan
Saran-Saran
Konsep-Konsep Mujizat
Kenyataan yang dihadapi dewasa ini justru dalam praktek dan penerapannya mengalami penyimpangan. Lahirlah juga kelompok-kelompok dikalangan umat percaya yaitu: kelompok yang percaya ”mujizat masih berlangsung” dan kelompok yang berpendapat ”mujizat sudah berlalu”. Tanpa disadari paham-paham ekstrim dan pendewaan mujizat atau sikap fanatik ini sedang menyesatkan umat percaya dengan menyangkali pribadi Yesus dan menggeser sentralitas penebusan Yesus dikayu salib.
Mujizat tetap terjadi dan sedang terjadi sampai hari ini, menyertai dan meneguhkan pemberitaan Kabar Baik. Yesus Kristus berjanji: ”Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Mat 28:20b). “Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya: mereka akan mengusir setan-setan demi nama-Ku, mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka.” (Mrk 16:17).
DEFINISI MUJIZAT
Konsep mujizat secara umum
Konsep mujizat secara khusus
TAHUN PERTAMA PELAYANAN YESUS
Perkenalan Yohanes
Peristiwa-peristiwa pembukaan
Pelayanan Awal
TAHUN KEDUA PELAYAN YESUS
Awal Pelayanan di Galilea
Pertengahan Pelayanan di Galilea
TAHUN KETIGA PELAYANAN YESUS
Akhir Pelayanan di Galilea
Akhir pelayanan di Yudea dan Perea
PENUTUP
Kesimpulan
Saran-Saran
Konsep-Konsep Mujizat
Mujizat Secara Umum
Mujizat dalam kamus bahasa indonesia diartikan sebagai kejadian atau peristiwa yang ajaib yang menyimpang dari hukum-hukum alam atau peristiwa yang sukar dimengerti atau dijangkau oleh kemampuan akal manusia.[9]Biasanya kata ini dihubungkan dengan kekuatan di luar kemampuan manusia yaitu kekuatan Allah atau kadang dihubungkan dengan kekuatan magis (kekuatan dari kuasa kegelapan).
Mujizat dalam kamus bahasa indonesia diartikan sebagai kejadian atau peristiwa yang ajaib yang menyimpang dari hukum-hukum alam atau peristiwa yang sukar dimengerti atau dijangkau oleh kemampuan akal manusia.[9]Biasanya kata ini dihubungkan dengan kekuatan di luar kemampuan manusia yaitu kekuatan Allah atau kadang dihubungkan dengan kekuatan magis (kekuatan dari kuasa kegelapan).
Di dalam bahasa Inggris, mujizat diterjemahkan dengan kata “miracle” dalam bahasa Yunani diterjemahkan dengan kata ”miraculum”, yang artinya “to wonder at” (ketakjuban atau keheranan kepada sesuatu). Jadi mujizat bertalian dengan hal-hal yang menakjubkan atau mengherankan (wonderful), sesuatu yang luar biasa sehingga mengejutkan bagi yang menyaksikannya.[10]
Santo Augustinus mengartikan mujizat sebagai suatu kejadian yang berlawanan dengan apa yang diketahui tentang alam.[11] Perkembangan zaman melahirkan ragam pemikiran dan pandangan seputar mujizat. Salah satu contoh adalah dunia sains dan medis. Menurut pemikiran sains bahwa memang perkembangan ilmu alam dan ilmu perbintangan abad ini memberikan benturan-benturan yang emosional kearah mujizat. Konsep yang mereka sebutkan adalah“sesuatu yang tidak diduga” sebagai penggambaran kata mujizat
Dalam bidang medis seperti yang diungkapkan oleh Lewis, pakar antropologi sosial, bahwa: mujizat ini dijelaskan dalam beberapa kasus penyembuhan dari penyakit kronis, dimana istilah yang dipakai untuk menggambarkan mujizat adalah ”pengurangan penyakit secara spontan.”[12] selain sains dan medis, ilmu kebatinan memiliki konsep tersendiri.
Dalam bidang medis seperti yang diungkapkan oleh Lewis, pakar antropologi sosial, bahwa: mujizat ini dijelaskan dalam beberapa kasus penyembuhan dari penyakit kronis, dimana istilah yang dipakai untuk menggambarkan mujizat adalah ”pengurangan penyakit secara spontan.”[12] selain sains dan medis, ilmu kebatinan memiliki konsep tersendiri.
Ilmu kebatinan mencoba menanggapi konsep mujizat dengan istilah yang sering dipakai oleh ilmu-ilmu perdukunan dan paranormal dengan mendefinisikan hal-hal supranatural dengan istilah: “sugesti” dan “gaib.”[13]
Mujizat Secara Khusus
Kata mujizat sering digunakan dengan agak longgar untuk mengacu pada keajaiban-keajaiban alkitabiah seperti membangkitkan yang mati. Suatu peristiwa kekuatan supranatural, jelas bagi indera, menyertai hamba Tuhan untuk membuktikan pengutusan Ilahi.[14]
Mujizat Secara Khusus
Kata mujizat sering digunakan dengan agak longgar untuk mengacu pada keajaiban-keajaiban alkitabiah seperti membangkitkan yang mati. Suatu peristiwa kekuatan supranatural, jelas bagi indera, menyertai hamba Tuhan untuk membuktikan pengutusan Ilahi.[14]
Alkitab menggunakan beberapa kata Ibrani, Aram dan Yunani untuk mengartikan pekerjaan Allah yang hidup dalam alam dan sejarah. Semuanya diterjemahkan ‘tanda’ atau ‘mujizat’. Beberapa kata yang diartikan sebagai sesuatu yang ”ganjil” dan ”ajaib” yaitu dalam bahasa aram diartikan dengan kata temah (Dan 4:2-3; 6:27), dalam bahasa Yunani diartikan dengan kata teras (Kis 4:30; Rom 15:9).
Kata Yunani dunamis (Mat 11:20; 1 Kor 12:10; Gal 3:5) kata ini memuat pengertian kuasa (power) dan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dengan kemampuan atau kuasa (inherent ability). Dalam Injil sinoptik kata dunamis ini diartikan sebagai kuasa yang mengagumkan.
Kata semeion (Yoh 2:11; 3:2; Kis 8:6) berasal dari kata semaino yang artinya to give a sign. Jadi secara hurufiah kata semeion adalah memberi arah atau petunjuk jalan. Jadi semeion bukanlah tujuan tetapi tanda penunjuk arah. Dua kata diatas yaitu dunamis dan semeion memiliki pengertian yang sama yaitu perbuatan-perbuatan besar (mighty works).
Kata semeion (Yoh 2:11; 3:2; Kis 8:6) berasal dari kata semaino yang artinya to give a sign. Jadi secara hurufiah kata semeion adalah memberi arah atau petunjuk jalan. Jadi semeion bukanlah tujuan tetapi tanda penunjuk arah. Dua kata diatas yaitu dunamis dan semeion memiliki pengertian yang sama yaitu perbuatan-perbuatan besar (mighty works).
Hal ini menunjuk kepada pekerjaan atau perbuatan Allah yang melampaui kemampuan umat. Jadi kata mujizat atau dalam bahasa inggris miracle mengandung dua pengertian yaitu kuasa dan tanda. Kata kuasa dan tanda ini dipakai untuk menunjukkan kewibawaan yang diberikan oleh Tuhan atau otoritas dari Tuhan untuk dipakai dalam setiap bagian pelayananNya yang harus dipertanggung jawabkan kepada Sang Pencipta. Atau bisa juga dipakai sebagai suatu karya Allah sebagai bukti kehadiranNya untuk menandai setiap pekerjaaanNya.
Mujizat tidak terjadi sembarangan sepanjang kitab suci tetapi sebagai perlambangan untuk suatu maksud dan tujuan tetentu. Kisah-kisah ini dapat kita pelajari dalam Perjanjian Lama. Beberapa kisah tersebut misalnya dalam kisah Musa dan Yosua, Elia dan Elisa, dan Kristus dan Para Rasul.
Mujizat Dalam Perjanjian Lama
Dalam kisah Musa, perlambangan dari kisah Mesir adalah bahwa Mesir berada dibawah pemerintahan manusia yang telah jatuh ke dalam dosa dan sistem pemerintahannya mewakili sistem pemerintahan Allah namun terdiri dari para allah yang telah jatuh. Firaun sendiri memiliki karakter sebagai allah bagi rakyatnya. Namun yang lebih penting adalah bahwa Allah hendak menunjukkan supremasi kekuasaan-Nya yang melebihi seluruh pemerintahan yang telah didirikan di bumi seperti yang akan dilakukanNya dihari-hari terakhir dengan serangkaian kutukan dan malapetaka yang serupa.
Oleh sebab itu istilah Keluaran merupakan sebuah pencerminan langsung dan penolakan sistem kepercayaan Mesir. Kutuk-kutuk yang dinyatakan di kitab Keluaran merupakan sebuah serangan langsung terhadap tugas-tugas khusus atau manifestasi-manifestasi para dukun yang terlibat.
Perbuatan-perbuatan yang luar biasa dari Musa dan Harun entah itu berupa tipuan tukang sulap ataupun tidak, dimaksudkan sebagai penyataan. Itulah sebabnya hal-hal seperti itu lazim disebut “tanda” (semeion-arah dan petunjuk jalan). Ciri khas suatu tanda ialah bahwa tak ada nilai terdapat dalam dirinya sendiri.[15] Arti penting dari tanda-tanda tersebut adalah bahwa Musa diberi kuasa melampaui roh iblis, melebihi kedagingan manusia, dan melebihi air yang mengalir yang merupakan simbol dari kekuatan roh. Setelah peristiwa tulah-tulah di Mesir, Israel dituntun untuk menyaksikan mukjizat ajaib ketika dituntun Tuhan melewati Laut Merah.
Kisah penyeberangan Laut Merah (Kel 13:18-14:13) terjadi karena tindakan ajaib yang lansung dari Allah (ay 21). Para penulis Alkitab memakai peristiwa ini untuk mengingatkan umat Allah akan kuasa dan kebesaran-Nya. Pembebasan Israel melalui Laut Merah menetapkan janji Allah, Tuhan akan berperang untuk kamu.[16]
Terbentuknya dua tembok air besar oleh angin yang kuat memerlukan suatu mujizat; ini bukan sekedar suatu peristiwa alami. Air tertimbun di kedua sisi, membuka suatu jalur yang mungkin selebar beberapa kilometer (bd. Mzm 74:13).[17] Ketika melihat hukuman Allah yang begitu dahsyat atas tentara Mesir, takutlah bangsa itu kepada Tuhan, melihat pembebasan ajaib dari Allah, mereka percaya kepada Tuhan (Kel 14:31).[18]
Kisah Yosua, bahwa Yosua berdoa untuk suatu mujizat. Dan Allah mengabulkan doanya (Yos 10:11-12). Cara tepat yang dipakai Allah untuk memperpanjang siang hari itu tidak diberikan. Allah dapat memperlambat perputaran bumi, memiringkan bumi pada porosnya seperti di utara dimana matahari tidak terbenam, atau menyebabkan sinar matahari membias.[19] Cara apapun yang dilakukan oleh-Nya perpanjangan hari itu merupakan jawaban yang luar biasa atas suatu doa (ay. 12-14). Allah yang menciptakan bumi dan benda-benda angkasa dengan fungsi-fungsi masing-masing dapat juga menahan gerakan alami semua itu untuk mencapai maksud-Nya (bd. Yes 38:7-8).[20]
Kitab sejarah menggambarkan peranan para nabi dalam kaitanya dengan berkat dan kutuk. Konsep sejarah di Israel dan Timur Dekat kuno menggambarkan keadaan dan fakta bahwa adanya kepercayaan terhadap para dewa.
Dengan adanya sifat para dewa yang sewenang-wenang dan selalu berubah-ubah, membuat sistem “pertanda” atau mujizat itu sangat perlu.[21] Walaupun Israel menerapkan sistem pemerintahan monoteisme, ada saja praktek penggunaan ramalan, pertanda, dan mantra-mantra dari dewa-dewa yang olehnya kuasa dan sifat Yahweh harus dinyatakan.
Elia tampil sebagai nabi yang diurapi Tuhan. Pelayanan kenabiannya mengambil tempat di kerajaan utara selama pemerintahan dinasti Omri.[22]
Cerita-cerita tentang Elia mengutarakan banyak peristiwa dan mujizat-mujizat. Diantaranya ada enam peristiwa yang terjadi dalam hidupnya: pemberitaan masa kekeringan dan pelariannya yang kemudian adu kuasa di gunung Karmel, pelariannya ke Horeb, peristiwa Nabot, nubuat mengenai Ahazia dan kenaikannya ke sorga.
Banyak mujizat dan tanda ajaib menyertai pelayanan Elia. Allah bekerja melaluinya untuk menyatakan kuasa Allah yang dahsyat. Elia hanyalah seorang manusia tetapi ia memiliki Kuasa Roh yang besar. Ia dipenuhi oleh kuasa Roh Kudus dan di kontrol oleh Roh Kudus. Salah satu mujizat dalam pelayanannya adalah mujizat tepung dan minyak. Maksudnya adalah Yahweh ingin mengalahkan dan menentang kekuatan dewa-dewa Baal yakni yang disembah sebagai dewa cuaca. Allah menunjukkan kuasaNya bahwa hanya Dialah yang berkuasa atas matahari dan hujan. Dialah yang memelihara Elia di dalam negeri penyembahan Baal itu sendiri yakni di Sarfat dekat Sidon.[23] Kisah penyembuhan anak seorang janda di Sarfat memberikan arti bahwa dialah Yahweh yang berkuasa atas seluruh ciptaanNya dan Dia berkuasa atas kematian.
Dalam pelayanan Elisa pengganti Elia, kisah Naaman sebagai suatu mujizat yang ajaib. Kisah ini menunjukkan pemeliharaan Allah (ay.1-14), kuasa dan kasih karunia-Nya yang menyelamatkan (ay.15-19), dan hukuman-Nya atas dosa (ay. 20-27). Yang menonjol dalam kisah ini ialah kebenaran bahwa kasih karunia dan keselamatan Allah tidak terbatas pada Israel, tetapi bahwa Ia ingin menunjukkan belas kasihan kepada bangsa bukan Israel dan menuntun mereka untuk mengenal Allah yang Esa dan benar (lih. Luk 4:18-19, 25-27).[24] Naaman diperintahkan Elisa untuk memandikan dirinya di sungai Yordan agar sembuh (2Raj 5:1-14). Nas ini melambangkan Yesus dan Perjanjian Baru bahwa kasih karunia Allah menyelamatkan itu menjangkau sampai di luar bangsa Israel (bd. Luk 4:27; Kis 22:21; Rm 15:8-12), dan bahwa untuk menerima keselamatan itu, kita harus meninggalkan kesombongan kita dan merendahkan diri di hadapan Allah (bd. Yak 4:10; 1 Ptr 5:6), dan mencari pembasuhan di dalam darah Yesus, persediaan Allah untuk pembersihan kita (bd. Kis 22:16; 1 Kor 6:11; Tit 3:5; 1 Yoh 1:7, 9; Why 1:5).
Mujizat Dalam Perjanjian Baru
Mujizat selalu menghiasi sepanjang berita-berita dalam Perjanjian Baru. Berawal dari pelayanan Yesus sampai kebangkitan-Nya dan dilanjutkan lagi oleh para Rasul. Untuk bagian mujizat-mujizat dalam pelayanan Yesus akan dibahas dalam bab-bab selanjutnya. Pelayanan para Rasul setelah kebangkitan Yesus, banyak tanda yang menyertai pelayanan mereka. Seperti contoh Paulus dalam suatu pelayanannya di Efesus (Kis 19:11-12) ditandai dengan berbagai mujizat penyembuhan dan pelepasan dari setan-setan dan roh-roh jahat. Kain atau saputangan yang pernah menyentuh tubuhnya (yaitu saputangan keringat atau celemek yang dipakainya ketika membuat tenda). [25] Paulus hanya melipatgandakan kuasa yang ada di atasnya melalui sarana-sarana yang nyata, dengan menyembuhkan dan membebaskan orang dalam jumlah lebih banyak daripada yang dapat disentuhnya sendiri dengan tangannya.[26] Demikian juga dengan Petrus dalam pelayanannya. Bayangan Petrus sebagai media dan alat dimana kuasa Allah bekerja untuk menyembuhkan orang dan melalui dia mujizat-mujizat yang besar dari Allah di wujudkan (Kis 5:15).
Mujizat-mujizat diberikan untuk menyatakan keotentikan berita. Mujizat dalam Perjanjian Baru untuk mengabsahkan berita baru yang diberikan oleh para Rasul. Mrk 16:20 : ”Mereka pun pergilah memberitakan Injil ke segala penjuru, dan Tuhan turut bekerja dan meneguhkan firman itu dengan tanda-tanda yang menyertainya.”
Pembahasan sebelumnya telah ditegaskan bahwa fokus kajian ini diarahkan kepada Injil Yohanes maka untuk lebih dalam memahami semua tanda-tanda ajaib dalam kitab Yohanes pada pembahasan selanjutnya maka terlebih dahulu pembahasan ini diarahkan kepada pribadi yang menulis Injil ini serta latar belakangnya.
Latar Belakang Kitab Yohanes
Bila kita membaca Injil Yohanes akan kita temukan perbedaan yang besar antara kitab Yohanes dan ketiga Injil Sinoptik.
Pada Injil Matius (Injil Kerajaan), tokoh Yesus digambarkan sebagai Raja Israel, Anak Daud dengan silsilah Rajani dengan tema utamanya yaitu Taurat dan janji. Lebih dari tiga puluh tiga kali kata kerajaan surga mendominasi sepanjang kitab ini. Kitab ini ditujukan kepada orang-orang Yahudi. Secara simbolik Injil ini digambarkan sebagai ”Singa dari Yehuda”. Injil Markus (Injil Kehambaan)., tokoh Yesus digambarkan Hamba Tuhan (tanpa silsilah). Tema utamanya ”pelayanan” (memberikan nyawa-Nya dan melayani). Lebih dari empat puluh tiga kali kata ”segera” (euthys, eutheos) diungkapkan sepanjang kitab ini. Kitab ini ditujukan kepada orang-orang Romawi (”modius, cencus,speculator, centurio”). Secara simbolik kitab ini digambarkan dengan simbol ”lembu”. Injil Lukas (Injil kemanusiaan), tokoh Yesus digambarkan sebagai ”Anak Manusia” (silsilah dari Adam). Tema utamanya ”kasih karunia dan persekutuan.” Kata kuncinya adalah ”Anak Manusia.” Injil Lukas ditujukan kepada orang-orang Yunani (katecheo=maklumat resmi). Gambaran simbolik bagi kitab Lukas adalah ”Manusia.” Berbeda dengan Injil Yohanes. Injil Yohanes (Injil Keilahian) menempatkan tokoh Yesus sebagai ”Anak Allah” (masa Pra-eksistensi). Tema utama yang disampaikan adalah ”tanda supaya percaya dan memperoleh hidup.” Kata “percaya” (pistis) sebanyak sembilan puluh delapan kali disepanjang kitab ini. Kitab ini ditujukan kepada seluruh manusia (kasih karunia Allah). Gambaran simbolik bagi kitab Yohanes adalah “rajawali.”
Bila kita mengkomparasikan struktur, isi, tekanan dan respon pendengar kitab Injil sinoptik dengan Injil Yohanes maka akan tampak seperti:
Penulis Injil Yohanes
Bagian ini menjadi bagian yang sangat diperdebatkan dan menjadi diskusi yang problematik. Salah satu yang diperdebatkan adalah bukan Rasul Yohanes, murid Yesus sebagi penulis Injil ini melainkan Bishop Yohanes.
Salah satu bukti eksternal bahwa tradisi Kristen sejak abad yang kedua masehi mengatakan bahwa Injil ini memiliki hubungan yang erat dengan Rasul Yohanes. Saksi pertama Irenius seorang Uskup Lyons di tahun 177 dengan jelas menyajikan bukti tersebut. Irenius mengenal Polikarpus yang mengenal Rasul Yohanes dan ia mengakui kontak langsung dengan Rasul Yohanes.[27] Selain itu kita dapat menelusurinya dari bukti-bukti internal yang menjadi referensi siapa penulis Injil ini.
Tidak ditemukan satu namapun di dalam teks sebagai penulis dari Injil ini. Walaupun di dalamnya tertulis “murid yang dikasihi”. Murid yang dikasihi Yesus disebutkan lima kali di dalam Injil ini. Kata ini muncul hanya dalam bagian akhir kitab ini. Bagian-bagian yang menyebutkan kata itu adalah:
Dalam Yoh. 21:2 dikatakan disana ada anak-anak Zebedeus. Zebedeus adalah seorang nelayan, bapak dari Yakobus dan Yohanes (Mat 4:21) suami dari Salome (Mt 27:56; Mrk 15:40). Salome adalah Ibu Yohanes dan saudari dari Maria ibu Yesus (bd Yoh 19:25; Mrk 16:1). Jika ini diterima dan memiliki hubungan dengan murid yang dikasihi Yesus maka Yohanes sebagai penulis yang dimaksudkan dalam Injil ini.
Hanya satu di antara sahabat-sahabat Yesus yang paling dekat bisa tepat mengetahui keadaan-keadaan ini. Yakobus terbunuh pada awal sejarah gereja (Kis 12:2). Petrus, Tomas, dan Filipus begitu sering disebut sebagai orang ketiga, hingga tidak ada kemungkinan bahwa merekalah penulisnya.[28] Yohanes anak Zebedeus adalah satu-satunya kemungkinan yang tersisa, dan dengan menganggap dirinya sebagai penulis Injil ini.[29]
Yohanes anak Zebedeus adalah rasul yang paling muda kira-kira 25 tahun, lahir pada tahun 1 M dan meninggal tahun 100 M. Ia yang tinggal bersama-sama dengan Yesus sampai pada kenaikan-Nya kemudian menjalani hukuman di Yerusalem di masa tuannya.[30]
Kesaksian tradisi Kristen serta bukti yang terkandung dalam injil ini sendiri menunjukkan bahwa penulisnya adalah Yohanes anak Zebedeus, salah satu diantara dua belas murid dan anggota kelompok inti Kristus (Petrus, Yohanes dan Yakobus).[31]
Menurut beberapa pendapat seperti Clement dari alexandria mengakui bahwa Injil Yohanes ditulis oleh Yohanes. Polycrates dari Efesus mengakui bahwa Yohanes, yang telah bersandar pada Tuhan Yesus, dikuburkan di Efesus. Irenius menyatakan bahwa Yohanes menulis Injil ketika ia berdiam di Efesus[32].
Tampaknya penulis Injil ke-empat ini rindu supaya identitasnya sebagai Yohanes anak Zebedeus tenggelam dalam suatu identitas yang jauh lebih indah yaitu “murid yang dikasihi Yesus”. Suatu identitas yang mengandung pemahaman kehidupan rohani yang dewasa dan mantap.[33]
Waktu Dan Tempat Penulisan Injil Yohanes
Injil ini ditulis kira-kira sebelum tahun 100M.[34] Seperti ungkapan Carson: salinan paling tua yang ditemui disebut Papyrus 52, yang terdiri dari beberapa kata dari Yoh 18. melihat gaya huruf dan bahan tulisan, ditaksir bahwa papyrus tersebut disalin pada tahun 130 M. dari akhir abad kedua ada dua naskah, yaitu Papyrus 66 yang mengandung hampir seluruh Injil Lukas, Yohanes 1-12, dan sebagian dari 12-15. papyrus 45 mengandung keempat Injil dan Kisah Para Rasul, tetapi keadaannya rusak, banyak kata di dalamnya tidak dapat dibaca. Naskah tersebut disalin pada awal abad ketiga. Dari abad keempat dan seterusnya ada banyak naskah yang utuh.[35]
Ada tradisi yang meyakinkan bahwa Rasul Yohanes hidup sampai lanjut usia (Irenius), dan bahwa Injil Yohanes ditulis setelah Injil matius, Markus, dan Lukas (Irenius, Clement dan Eusebius). Namun demikian tidak ada tradisi yang kuat bahwa Injil Yohanes ditulis pada waktu Rasul Yohanes sudah lanjut usia.[36] F. Kenyon mengungkapkan bahwa penemuan-penemuan potongan Fragmen Rylands, yang mengandung suatu penggalan dari Yohanes 18:31-33, 37-38, menunjukkan bahwa Injil Yohanes mungkin digunakan dalam pertengahan yang pertama dari abad kedua.[37] Goodenough mengajukan pendapat bahwa Injil Yohanes mungkin sudah ditulis pada tahun 40.[38] Walaupun dalam kesulitan penentuan waktu dan tempat penulisan, nampaknya jawaban yang paling tepat adalah Injil Yohanes ditulis di Asia Kecil, mungkin di Efesus, menjelang akhir abad yang pertama, ketika pertumbuhan gereja sudah mencapai kematangannya, dan ketika sudah timbul kebutuhan akan ajaran yang lebih lanjut tentang kaidah iman.[39]
Tujuan Penulisan Injil Yohanes
Yohanes menulis Injilnya ketika dia diperhadapkan dengan berbagai ajaran sesat dan bidat-bidat. Maksud ia menuliskan Injil ini sebagai apologetika terhadap ajaran-ajaran sesat atau bidat-bidat.
Materi dalam injil ini dimaksudkan untuk menyanggah beberapa doktrin sesat yaitu doktrin-doktrin Gnostik, dan khususnya doktrin Cerinthus, yang percaya bahwa Yesus hanyalah seorang manusia yang didiami Roh Kristus.[40] Ajaran gnostik pada masa ini hanya merupakan ajaran proto-gnostik sebagai embrio dari ajaran gnostik. Yang dimaksud dengan istilah gnostisisme adalah adalah sistem-sistem gnostik yang telah dikembangkan dan baru mulai muncul pada abad ke 2 M.[41] Sedangkan gnosis adalah gagasan-gagasan umum yang belum dikembangkan, bisa disebut pra-gnostisisme.[42]
Pada abad pertama ini banyak pengaruh dari agama-agama timur yang menjanjikan kelepasan dari segala kesukaran dan penderitaan di dunia ini. Agama-agama ini memberi kepada manusia suatu ilmu kebajikan yang baru, suatu perasaan keamanan dan perlindungan yang menghiburkan hati, serta pengharapan yang sungguh akan dibebaskan kelak dari segala kesulitan dan kesengsaraan yang diderita oleh tubuh dan jiwa dalam hidup yang fana ini.[43] Pada masa-masa ini berkembanglah ibadat kepada dewa-dewa asing diseluruh kekaisaran. Penyembahan terhadap dewi Isis dan dewa Osiris di negeri Mesir, Baal di Siria, dewa Mitras di Persia dan dewi Kybele di Asia Kecil. Ilmu nujum (astrologi) dari Babel tak kurang pula diselidiki, dan agama-agama rahasia (misteri) dari Yunani pun bertambah besar pengaruhnya.[44]
Gnosis bersifat sinkretik, yang berupaya untuk memadukan beberapa aliran keagamaan kedalam suatu kesatuan, maka sejak awal hal itu merupakan ancaman yang serius bagi kekristenan.[45]
Setelah abad pertama dan sekitar abad kedua ajaran gnostik mulai terasa kuat pengaruhnya sebagai ajaran gnostik yang mapan muncul dengan ajaran-ajarannya mengenai suatu hikmat tertinggi yang rahasia dan tersembunyi tentang asal dan tujuan hidup manusia. Wujudnya berupa sinkritisme yang dualistis-pantheistis. Alasan inilah maka Paulus dan Yohanes telah mengingatkan pembacanya supaya jangan tertipu dengan pengajar-pengajar yang sesat dengan hikmat dan marifatnya yang istimewa dengan menyangkali keberadaan Yesus yang telah datang sebagai manusia (1Tim 6:20, 1Yoh 4:1-3).
Puncak pengaruh gnostik kira-kira pada tahun 150, dengan kota Alexandria sebagai pusatnya, juga sebagai tempat kerja Basilides, yang mengarang sebuah tafsiran Perjanjian Baru secara gnostik, dan kota Roma tempat Valentinus seorang ahli gnostik Kristen mengajar gnostiknya.[46]
Yohanes mencoba menyajikan tulisannya dengan lebih unik yang berfokus pada pribadi Yesus untuk menarik kembali perhatian orang-orang Kristen yang cenderung pada ajaran gnostik yang sesat.
Injil Yohanes menjelaskan sifat, maksud serta tujuan Yesus Kristus yang sebenarnya sebagai Manusia dan Allah yang sempurna dalam menciptakan segala sesuatu (Yoh 1:1). Pelayanan Yesus ini digambarkan dengan ”tanda” disepanjang isi Injil Yohanes. Istilah “tanda” digunakan 17 kali dalam Injil Yohanes dan masing-masing dihubungkan dengan ketujuh mukjizat yang disebutkan dalam Injil ini.
Kata-kata mukjizat dalam Perjanjian Baru justru dielakkan untuk dapat menyatakan pengutusan keilahian Yesus.[47] Dalam agama Yahudi dikenal kata lain yang benar-benar dianggap cocok yaitu kata ”tanda” (semeion)[48] Bagi Yohanes ia lebih mengutamakan firman atau pribadi Yesus. Firman itu terungkap dari karya-karya Allah dan dengan demikian merupakan tanda-tanda untuk hadirnya dunia baru. Lain halnya dengan injil-injil Sinoptik. Dalam karya sinoptik banyak ditemukan kata ”kuasa” (dunamis). Istilah ”tanda” menurut pengertian para sinoptisi menekankan jarak, bukan kenyataan itu sendiri, melainkan menunjuk pada yang sebenarnya. Kuasa dapat diidentikkan dengan ’bekerja’ atau ’berkarya’. Sebagaimana yang diungkapkan Yohanes: Yesus berkarya, sama dengan Allah yang berkarya.[49]
Yohanes mengungkapkannya dengan bahasa yang jelas bahwa Yesus adalah Allah dan telah menjadi manusia.
Yohanes memulai Injil ini bukan dari permulaan melainkan pada permulaan[50]. Bagi Yohanes kisah kelahiran di Betlehem bukan menjadi awal mula keberadaan Yesus melainkan awal atau saat Ia menjadi manusia. Penekanannya adalah Yesus sudah ada sebelum dunia ada.
Dari peristiwa pembukaan sampai akhir pelayanan Yesus, terbentang karya-karya Allah yang unik dalam tanda-tanda ajaib. Apakah semua mukjizat itu benar? Pada akhirnya harus dijawab dengan iman dari pribadi – bukan semata-mata kepercayaan bahwa peristiwa-peristiwa itu benar-benar historis, melainkan kepercayaan kepada Kristus yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang ajaib itu.[51] Melalui iman kepada Yesus kita bisa menempatkan keyakinan kita kepada kebenaran-kebenaran yang menyelamatkan.
Yohanes menyatakan tujuannya untuk tulisannya dalam 20:30 yaitu: ”Supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya.”
Naskah kuno Yunani dari Yohanes memakai satu dari dua bentuk waktu untuk kata Yunani yang diterjemahkan ”percaya” (20:31): yaitu aorist subjunctive (”sehingga kamu dapat mulai mempercayai”) dan present subjunctive (”sehingga kamu dapat terus percaya”).[52] Jikalau Yohanes bermaksud yang pertama, ia menulis untuk meyakinkan orang yang tidak percaya untuk percaya kepada Tuhan Yesus Kristus dan diselamatkan. Kalau bagian yang kedua, Yohanes menulis untuk menguatkan dasar iman supaya orang percaya dapat terus percaya kendatipun ada ajaran palsu, dan dengan demikian masuk dalam persekutuan penuh dengan Bapa dan Anak (bd. 17:3).[53] Walaupun kedua tujuan ini didukung dalam kitab Yohanes, isi dari Injil ini pada umumnya mendukung yang kedua sebagai tujuan utama.[54]
Sesuai dengan tujuan Injil ini tentang Yesus sebagai Mesias dan fokus penekanan Rasul Yohanes pada kota Yerusalem sebelum Yesus memulai pelayananNya, Yohanes Pembaptis telah mempermaklumkan bahwa Yesus adalah anak Domba Allah (1:29) Rasul Yohanes mengarahkan pada tanda-tanda sebagai bukti kehadiran Yesus. Ketujuh tanda yang menyertai pelayanan Yesus adalah sebagai berikut:
TAHUN PERTAMA PELAYANAN YESUS
Peristiwa-Peristiwa Pembukaan
Injil ini banyak memberi keterangan tentang keilahian Yesus (Yoh1:1). Kitab ini diawali dengan tulisan mengenai keberadaan Yesus. Yohanes membuktikan bahwa Allah ada dengan menjelaskan keadaan sebelum penciptaan. Firman itu telah ada sebelum penciptaan alam semesta. Kata yang digunakan disini adalah ”Logos” dalam bahasa Yunani. Kitab ini menekankan dua sisi keberadaan Yesus sebagai Allah dan sebagai manusia. Yohanes memberikan kesan bahwa apabila Firman (logos) menjadi manusia (sark) maka ia benar-benar daging atau manusia sejati. KemanusiaanNya tidak mengurangi kesan keilahian-Nya. Penegasan kemanusiaan Kristus oleh Yohanes sebagai manusia sejati karena hal-hal ini sedang diremehkan. Faktor-faktor kelahiran, silsilah keluarga dan pekerjaan-Nya menjadi kendala dalam pelayanan-Nya. Selain itu segi keilahian juga mendapat perhatian serius.
Dalam satu bagian yang dicatat oleh Yohanes, penegasan yang diungkapkan oleh Yesus dalam pasal 1:18 berkata: Tidak seorang pun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya. Gambaran yang diberikan oleh Alkitab ialah bahwa manusia tidak dapat melihat kemuliaan dan kuasa Allah secara keseluruhan dan tetap hidup. Namun Allah pernah ”dilihat” sampai pada taraf kemampuan manusia untuk melihat-Nya.[55] Perjanjian Baru menyatakan bahwa pada suatu masa dalam sejarah dunia ini, Allah telah dilihat oleh manusia di dalam pribadi Yesus Kristus. Dan barangsiapa melihat Aku, ia melihat Dia, yang telah mengutus Aku (Yoh 12:45). Dialah firman yang telah menjadi manusia yang sedang berkarya ditengah-tengah umat-Nya. Kata-kata selanjutnya tidak banyak disebut mengenai perintah Yesus (1:39-51) setiap penjelasan mengenai pokok keselamatan terbatas pada kata-kata penulis Injil.
Pelayanan Awal (1:1-51)
Tahun pertama Yesus memulai pelayanan-Nya di daerah Yudea. Masa tiga setengah tahun dalam melayani masyarakat. Dalam empat bulan pertama ini, diri-Nya dan pengaruh tindakan serta ajaran-Nya belum begitu terkenal. Alasannya disebabkan karena waktunya belum tiba demikian juga belum ada hal-hal ajaib yang dilakukan-Nya.
Yesus mulai mengarahkan obyek iman kepada diri-Nya melalui tanda-tanda. Fase pertama yang mengawali adalah tanda ”air berubah menjadi anggur” dalam sebuah perayaan perjamuan kawin di Kana di daerah Galilea. Perjamuan kawin di Yudea berbeda dengan di Galilea. Di Yudea biasanya dilakukan dengan penuh keramaian.[56] Suasana yang dapat digambarkan adalah pesta pora. Menurut kebiasaan, mempelai perempuan dijemput oleh sahabat-sahabat mempelai laki-laki lalu dibawa ke rumah laki-laki dengan keramaian besar.[57] Bila dibandingkan dengan pesta di Galilea sangat berbeda. Di Galilea adat perkawinan itu tidak sebesar dan seboros di Yudea.[58] Perayaannya sederhana dan dalam keadaan dan suasana seperti ini Yesus berada disana dan mengawali pelayanan-Nya.
Tanda Pertama - Mengubah Air Menjadi Anggur (2:1-11)
Persinggahan Yesus yang pertama adalah di Galilea, tepatnya di Kana. Kana adalah sebuah desa di tanah tinggi sebelah barat danau dan menjadi tempat tanda pertama dimanifestasikan. Kana merupakan tempat tanda kedua dinyatakan yaitu kesembuhan anak pegawai istana. Kana juga merupakan tempat kediaman Natanael.[59]
Kota Kana mungkin sama dengan kota Khirbet yang terletak 14 kilometer dari Nazaret.[60] Letaknya tidak diketahui dengan pasti; oleh beberapa orang tempat ini disamakan dengan Kefr Kenna, kira-kira 6 km di sebelah utara timur laut Nazaret, di jalan yang menuju ke Tiberias.[61] Tempat ini, dimana telah dilakukan penggalian-penggalian, adalah tempat yang sesuai dengan kejadian-kejadian yang disebutkan dalam Yoh 2:1-11, karena mempunyai banyak sumber air, dan ada banyak pohon ara yang rindang seperti yang dikesankan dalam Yoh 1:48.[62] Banyak ahli modern lebih suka menyamakannya dengan Khirbet Kana, tempat yang telah menjadi reruntuhan, 15 km disebelah utara Nazaret, yang oleh orang Arab setempat masih disebut Kana dari Galilea.[63]
Dialog Yesus Dan Maria
Dalam percakapan itu, Ibu Yesus nampaknya sangat menekankan Yesus sebagai bagian dari keluarga. Kesan yang timbul adalah kasih sayang dari IbuNya. Maria menggambarkan keberadaannya sebagai manusia. Maria tahu bahwa dalam situasi seperti ini, Yesus bisa diandalkan sehingga memaksa dan memerintah Yesus melakukan mujizat. Ibu Yesus dalam situasi ini, menjadi penghalang pekerjaan Allah yang akan dinyatakan. Nampaknya memang demikian karena rentetan peristiwa hidup Yesus belum dipahami dalam satu kerangka yang utuh dan sempurna, sebagai Allah dan manusia.
Yesus telah menjelaskan diri dan misi-Nya semasa kecil waktu berumur dua belas tahun di Bait Allah, Dia telah membuka arah rencana BapaNya dengan berkata. ”Aku berada dirumah Bapaku”. Satu awal penantian Yesus tentang hari dan waktu-NYa. Kisah di Kana ini melanjutkan peristiwa masa kecil-Nya. Ia sedang mengakhiri hubungannya secara alami sebagai manusia dan beralih pada tujuan Ilahi yang diemban-Nya dari Bapa-Nya. Ini adalah suatu saat dan kesempatan yang sangat pribadi. Keadaan seperti inilah yang Yesus perlukan untuk menasehati Maria ibu-Nya tentang suatu status yang baru yang ada di antara Maria dan Dia.
Dialog yang terjadi antara Ibu Yesus dan Yesus (2:4) dalam bahasa aslinya ”ti emoi kai soi? Oupo hekei ho hora mou”(Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba) . Kalimat ini adalah idiom bahasa Ibrani, yang dipakai untuk mengucapkan bahwa seseorang merasa, bahwa orang lain mencampuri sesuatu yang bukan urusan mereka.[64] Ini adalah urusan pribadi yang tidak boleh dicampuri oleh orang lain. Juga dipakai untuk keluhan terhadap sikap negatif yang ditujukan pada diri-Nya. Yesus sedang menyampaikan ketidaksetujuan dan penentangan-Nya terhadap Maria yang memerintahkan otoritas-Nya dibawah kendali Maria. Yesus tahu bahwa tanda ini dalam rencana-Nya dan akan segera terjadi. Yesus menambahkan suatu komentar untuk membangkitkan iman Maria, seperti para murid pada umumnya. Maria juga harus percaya akan Dia. Kalimat tegas yang dilontarkan Yesus: ” "Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba”. Yesus tidak menegur ibu-Nya dengan ”ibu” melainkan dengan ”perempuan”. Jawaban Yesus bukan perkataan yang menghina Maria melainkan perkataan yang penuh kasih sayang. Kalimat ini tidak mengandung unsur penghinaan. Hal semacam ini sudah menjadi tradisi dan kebiasaan di Palestina.[65]
Penjelasan Yesus selanjutnya diikuti kalimat ”SaatKu belum tiba”. Satu seruan peringatan dan kalimat untuk memberikan tempat pada Yang Ilahi untuk bertindak. Kata yang digunakan disini adalah ”hora”. Ungkapan ini bertujuan untuk menyatakan saat manifestasi-Nya yang agung saat kematiaan-Nya di atas kayu salib[66]. Maksud yang hendak disampaikan Yesus kepada ibu-Nya bahwa sejak saat itulah Maria harus melepaskan Dia. Yesus harus sungguh-sungguh berbakti kepada Bapa-Nya. Dia mempunyai panggilan yang harus dilaksanakan setelah peristiwa pembaptisan itu. Yang paling penting dalam kehidupan Yesus adalah waktu Tuhan. Maria mengerti pelajaran yang diajarkan Yesus. Namun dikemudian hari ia sering melupakan ajaran itu. Yesus dipandang sebagai anaknya ia lupa bahwa Yesus adalah Anak Allah.
Air Dan Anggur
Tanda pertama ini terjadi ditengah-tengah kejadian biasa dalam hidup sehari-hari. Perjamuan kawin adalah pesta suci bagi orang-orang Israel. Pesta ini merupakan simbol cinta kasih Allah terhadap umat-Nya demikian juga seorang mempelai laki-laki terhadap mempelai perempuannya. [67]
Adanya air yang diubahkan menjadi angur memberikan implikasi-implikasi yang sangat menarik dari tanda ini. Anggur baru melambangkan Injil dikontraskan dengan air yang melambangkan iman lama.
Tahap pertama, Yesus tidak terlibat langsung dalam mengisi tempayan-tempayan itu (2:6-9), para pelayan menjadi sasaran dan media perwujudan tanda itu. Kesibukan mengisi air dalam tempayan oleh para pelayan tersirat makna bahwa orang-orang itu hanyalah pelayan yang bekerja dan Allah sebagai pencipta yang berperan didalamnya. Tanda ini akan terjadi sebagai mujizat yang agung sebagai lukisan yang nyata bahwa: “alat yang dipergunakan adalah manusiawi, tetapi akibat yang kelihatan adalah bersifat Ilahi.”[68] Allah berkenan memakai siapa saja sebagai alatNya untuk mewujudkan keajaiban kasih karunia-Nya.
Tahap yang kedua, dihasilkannya anggur dari air secara mengagumkan. Tanda ini memberi kesan pada Yohanes bahwa kehidupan dan pelayanan Yesus merupakan penciptaan ulang iman Yahudi, dengan isyarat melalui fungsi guci-guci air yang dipakai untuk pemurnian ritus umat Yahudi[69].
Melalui kedatangan Yesus, tradisi Yahudi-Ibrani diubah dari “air” menjadi “anggur”, bahwa penyataan Allah didalam Kristus merupakan pematangan yang lebih jauh dan utuh dari tradisi kuno tentang karya Allah diantara umat Israel.[70]
“Air” pada tanda ini memiliki arti sebagai “iman yang lama” yang akan diubahkan menjadi “anggur” yaitu semangat Injil. Inilah yang merupakan pewartaan umat Kristen bahwa anggur yang baik dan baru sebagai berita Injil telah datang melalui diri Yesus Kristus. Anggur yang murni dan baru dihasilkan dengan cara yang ajaib dalam tahap-tahap yang sederhana. Secara teologis tidaklah masuk akal untuk beranggapan bahwa Yesus mendukung penggunaan minuman mengandung alkohol pada pesta pernikahan yang dihadiri banyak wanita serta pengantin perempuan yang kemungkinan segera mengalami ”pembuahan.”[71] Menegaskan Yesus tidak mungkin mengetahui dampak-dampak mengerikan terhadap perkembangan anak yang belum lahir berarti meragukan keilahian-Nya, hikmat-Nya, dan pengertian-Nya tentang baik dan jahat. Menganggap bahwa Ia mengetahui bahaya dan akibat alkohol, namun mendorong pemakaiannya berarti meragukan kebaikan, belas kasihan, dan kasih-Nya.[72]
Satu kesimpulan yang rasional, teologis, dan alkitabiah adalah bahwa anggur yang dibuat Yesus pada saat pernikahan itu untuk menyatakan kemuliaan-Nya adalah sari buah anggur yang murni, manis, dan tidak difermentasi. [73]
Tujuan utama dari mukjizat ini adalah untuk menyatakan kemuliaan-Nya (Yoh 2:11) sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan iman pribadi kepada-Nya sebagai Putra Allah yang kudus dan benar yang datang untuk menyelamatkan umat-Nya dari dosa (2:11;bd. Mat 1:21).[74] Mujizat ini menunjukkan kedaulatan Kristus atas alam dan menjadi lambang dari kuasa-Nya untuk mengubah orang berdosa menjadi anak-anak Allah secara rohani (Yoh 3:1-15). Karena mujizat ini ”kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran” (Yoh 1:14; bd. 2:11).[75]
Perubahan air menjadi anggur melambangkan pergantian penyucian lama dengan penyucian Mesianis, darah Kristus membersihkan kita dari dosa-dosa kita.[76] Dialah yang akan memberi anggur yang baru yang tidak akan pernah habis. Anggur yang diberikan Yesus adalah lambang keselamatan yang diwahyukan dalam seluruh pelayanan dan yang diselesaikan secara sempurna pada salib.[77] Secara perlahan tradisi-tradisi yang salah sedang dibawa kepada terang Injil didalam Yesus sebagai Firman Hidup. Air dan anggur ini menandakan satu kehidupan yang baru di dalam Kristus. Dan Kristuslah sebagai anggur yang sejati: "Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya (15:1).
Apakah iman mereka tumbuh melalui tanda pertama ini?. Jelas iman mereka tumbuh karena iman mereka seperti sesuatu yang hidup dan harus bertumbuh. Iman mereka sedang dalam perkembangan menuju kepada kesempurnan. Dalam pertumbuhannya, iman ini diberi rangsangan-rangsangan melalui tanda-tanda dan mujizat-mujizat. Mereka akan secara terus menerus diperkuat kepercayaan mereka dengan bukti-bukti yang mengejutkan dari Yesus yang memiliki kuasa sebagai Sang Mesias.
Akhir Pelayanan Tahun Pertama
Akhir pelayanan tahun pertama dalam delapan bulan terakhir dikisahkan beberapa peristiwa yang disusun secara unik oleh penulis sebelum memasuki tahun kedua pelayanan Yesus. Diantaranya peristiwa penyucian Bait Allah, perjumpaan dengan Nikodemus dan percakapan dengan perempuan Samaria.
Penyucian Bait Allah ini didapati hal-hal yang dilarang oleh hukum Allah. Itulah yang diusir oleh Yesus.
Sikap dan tindakan yang menajiskan Bait Allah itu bukan usaha yang menolong para pengunjung dari luar kota, tetapi motivasi hati yang tidak murni, yang menjadikan Bait Allah tempat komersial[78].
Bagian kedua: perjumpaan-Nya dengan Nikodemus, Yesus memakai teka-teki untuk menelusuri kedalaman percaya dan imannya. Satu uraian panjang tentang kelahiran kembali. Uraian ini sungguh dalam dan benar. Cukup mengherankan karena tidak ada pernyataan apapun tentang keputusan Nikodemus.
Bagian terakhir kisah perempuan Samaria. Yesus harus mengatasi kendala-kendala keacuhan, materialisme, kepentingan diri, kejahatan moral, dan prasangka, ketidaktahuan dan ketidakpastian keagamaannya. Yesus menghantar wanita ini kepada permulaan suatu iman yang aktif.[79] Peristiwa-peristiwa ini bertujuan untuk mengarahkan pandangan dan obyek iman mereka kepada Yesus. Iman sejati yang dikerjakan oleh Yesus dalam diri perempuan Samaria, menjadikan dia sebagai saksi bagi orang-orang Samaria disekelilingnya (4:41-42). Inilah awal persiapan untuk memasuki masa-masa konflik.
Pelayanan tahun pertama memiliki implikasi bahwa persiapan pelayanan Yesus melalui mujizat mengubahkan air menjadi anggur memiliki tujuan ke arah masa yang akan datang. Air diubahkan menjadi anggur bertujuan untuk menyucikan tradisi-tadisi kuno Israel kepada terang Injil dalam Yesus Kristus, hubungannya dengan tindakan nyata yang dilakukanYesus saat ia menyucikan Bait Allah. Kedua, air sebagai iman yang lama, diwujudkan ketika Yesus melayani Nikodemus. Ketiga, anggur sebagai simbol dan semangat Injil, dinyatakan ketika Yesus melayani perempuan Samaria.
Kesimpulan tujuan tanda pertama ditahun pertama adalah persiapan Yesus untuk menyucikan dan melayani orang-orang Yahudi yang mengerti Taurat namun terikat dengan tradisi kuno seperti Nikodemus, meyakinkan orang berdosa akan keselamatan dalam diri-Nya seperti perempuan Samaria. Yesus mengarahkan iman mereka untuk menunjukkan kedaulatan-Nya atas alam dan kuasa-Nya untuk mengubah orang berdosa menjadi anak-anak Allah secara rohani (Yoh 3:1-15).
TAHUN KEDUA PELAYANAN YESUS
Awal Pelayanan di Galilea
Empat bulan yang pertama pada tahun kedua awal pelayan-Nya, Yesus kembali ke Galilea. Pelayanan Yesus semakin meluas sampai wilayah Galilea. Dalam peristiwa di Kana memberikan ransangan kepada kaum Yahudi dan mereka semakin tertarik pada pelayan Yesus. Peristiwa yang terjadi dalam pelayan tahun kedua ini adalah memberikan pengertian kepada pengikutnya untuk percaya. Tanda kedua mengambarkan percaya dan iman. Satu tantangan bagi seorang pegawai istana untuk berserah total dan percaya pada otoritas kuasa Yesus.
Orang Galilea Menyambut Yesus
Runtutan pelayanan Yesus secara geografis menurut para penulis sinoptik berawal dari Galilea, berbalik ke Utara dengan pengakuan Petrus sebagai klimaks dan akhir transisi, pelayanan di Yudea dan Perea kemudian berakhir di Yerusalem. Namun dalam Injil Yohanes Yerusalemlah sebagai penekanan dalam misi Yesus tersebut.
Yerusalem (Betlehem) daerah Yudea sebagaimana diketahui bahwa merupakan daerah kelahiran Yesus. Orang-orangnya memiliki iman yang “mapan” dan sedang menantikan janji nubuatan Mesias yang hadir melalui tanda-tanda yang ajaib. Kenyataan yang dihadapi tidak seperti yag diduga, karena didapati bahwa orang-orang Yerusalem menolak keberadaan Yesus dengan segala tanda ajaib yang dilakukanNya. Ada kesan bahwa Yerusalem merupakan wilayah penolakan.
Yerusalem mempunyai peranan teologis yang sangat penting dalam kedua perjanjian. Yerusalem sekaligus adalah tempat ketidaksetiaan dan pendurhakaan Yahudi, yang juga adalah tempat pilihan Allah dan hadirat-Nya, perlindungan dan kemuliaan-Nya. Sejarah mencatat bahwa pendurhakaan itu membangkitkan amarah ilahi dan hukuman.[80]
Seperti yang diungkapkan Yesus (Yoh 4:44):“seorang nabi tidak dihormati di negerinya sendiri”. Ungkapan ini merujuk pada Yudea (Betlehem) sebagai tempat lahirNya.
Dalam saat yang bersamaan orang-orang Galilea menyambutNya berdasarkan semua tanda-tanda yang mereka saksikan dan dengar di Yerusalem. Ada kesan bahwa orang-orang Galilea jauh lebih menerima Yesus. Galilea muncul sebagai wilayah iman bertentangan dengan Yerusalem. Galilea (tepatnya di kota Nazaret) merupakan tempat tinggal Yusuf dan Maria, juga Yesus selama kira-kira 30 tahun sampai Dia ditolak (Luk 2:39; 4:16, 28-31).
Pokok penting yang hendak penulis Injil Yohanes sampaikan bukan pada konflik antara orang-orang Yerusalem dan Samaria tetapi penulis Injil Yohanes menekankan tentang “iman”. Orang-orang Yerusalem telah kuat dan mapan imannya, sedangkan orang Galilea memiliki iman yang berada diluar atau dipinggiran agama yang mapan pada masa itu. Walaupun Orang-orang Galilea telah menerima Yesus tetapi ada hal-hal yang perlu diisentuh dan dijangkau oleh Yesus. Kekurangannya adalah mereka menerima Yesus karena melihat dan mendengar semua tanda-tanda ajaib yang dilakukanNya. Pengajaran Yesus pada bagian ini adalah “iman yang sejati bukan karena melihat atau mendengar” tetapi “iman karena percaya kepada perkataanNya.
Kata ”percaya” adalah kata kunci Injil ini yang diulang sembilan puluh delapan kali.[81]
Dalam tanda ke dua (iman pegawai istana), kata ”percaya” (4:50) berarti bahwa ia telah datang pada iman yang sejati akan Kristus sebagai oknum yang dapat dipercayai. Oleh karena percaya inilah ia mempercayakan seluruh masalahnya kepada Yesus tanpa ragu dan menyerahkan diri serta seluruh isi rumahnya dengan keyakinan penuh kepada Kristus.
Tanda kedua-Menyembuhkan anak pegawai istana (4:46-54)
Setelah dua hari kunjungan ke Samaria Yesus kembali lagi ke Galilea. Orang-orang disana menyambut-Nya. Penyambutan mereka berdasarkan tanda-tanda yang telah dilakukan-Nya bukan berdasarkan pada iman kepada-Nya.
Pegawai istana disini mungkin pegawai dalam istana Herodes raja wilayah.[82] Dia adalah pegawai istana Herodes Antipas, ada yang memanggilnya Platinus, ada juga yang mengatakan dia adalah Chuza, sesuai dengan Luk 8:3.[83] Dia telah mendengar mukjizat yang dilakukan Yesus di Galilea yaitu di Kana, dia dibangkitkan keseriusannya untuk mencari Yesus, oleh penyakit anaknya. Ia berharap bahwa permohonan-permohonan seorang bapa mungkin akan membangkitkan simpati Tabib Besar itu.
Kata Yesus: ”Jika kamu tidak melihat tanda dan mujizat, kamu tidak percaya”. Ada ungkapan yang menjadi kalimat kunci yaitu ”tanda dan mujizat”. Dalam terjemahan Inggris (KJV) dikatakan: Then said Jesus unto him, Except ye see signs and wonders, ye will not believe. Kata signs (tanda) atau “semeion”.[84]
Kata ini memiliki makna ”tanda” atau “tanda sasaran” (mark), menunjukkan kepada seseorang atau benda, dikenal atau dibedakan. Dari tanda dan mujizat, Yesus membuktikan kepada manusia bahwa Dia berasal dan diutus oleh Allah, atau manusia membuktikan melalui tanda-tanda sebagai alasan bahwa Yesus benar diutus dan berasal dari Allah.
Kata yang kedua adalah mujizat atau “wonders” (KJV) dalam bahasa aslinya adalah: ”teras”.[85] Kata mujizat ini mengarah pada keajaiban yang dilakukan oleh seseorang. Maknanya menunjukkan pada mujizat atau keajaiban yang luar biasa.
Kata “teras” dalam Perjanjian Baru selalu (kecuali dalam Kis 2:19) dipakai bersama-sama dengan kata ”semeion”, untuk menunjukkan bahwa yang dimaksud ialah mukjizat yang bermakna, bukan mujizat sebagai hanya keajaiban semata.[86] Kata-kata tersebut dipakai Yesus untuk menggambarkan dan menjelaskan kepada pegawai istana tentang keajaiban yang berasal dari Dia, sebagai yang diutus oleh Allah.
Yesus tidak berkata bahwa orang ini tidak memiliki iman, tetapi iman orang ini belum cukup.[87] Bila ia tidak memiliki iman maka ia tidak akan berjalan dari Kapernaum ke Kana. Imannya belum sempurna. Dia adalah tipe orang yang percaya mujizat yang nampak, seperti orang Galilea atau orang Yahudi pada umumnya.[88] Undangannya agar Yesus datang kerumahnya membuktikan ketidaksempurnaan imannya bahwa tidak mungkin Yesus dapat melakukan mujizat dari kejauhan. Tidak mungkin kekuatan-Nya menjangkau dari Kana ke Kapernaum.
Yesus memperbandingkan keraguan-keraguan ini dengan iman yang ikhlas dipihak orang Samaria, yang tidak meminta tanda atau mujizat.[89] Orang ini bukan sekedar seorang penganut tanda-tanda. Imannya benar-benar tulen.[90] Pegawai istana ini telah membuktikan imannya walau belum sempurna. Carson[91] berkata: Iman yang dimiliki oleh pegawai istana itu adalah iman yang berakar dalam keputusasaan, bukan iman karena dia tahu, siapakah Yesus itu. Dia hanya tahu Yesus dapat memberikan pertolongan. Masalah Mesias atau bukan Mesias tidak dipikirkan. Pegawai istana ini menekankan permohonannya. Yohanes membuat situasi ini sangat sederhana, dengan menceritakan kepada kita bahwa anaknya laki-laki hampir meninggal dunia.[92]
Dilema antara kenyataan dan iman walau berat sebagai keputusannya, ia menerima perkataan Yesus tanpa ada ragu lagi. Ia percaya lalu pergi (psl. 4:50). Satu proses iman yang cepat dan sangat singkat.[93] Iman dan percaya ini memberikan hidup dan kuasa kesembuhan bagi anaknya dan menunjukkan bagaimana ia harus bertindak dan menjawab dengan imannya tanpa memandang situasi geografis dekat atau jarak. ”Percaya” itulah tindakannya. Ia tidak melihat tanda-apapun menyertai dia ke Kapernaum. Dia mengarahkan pandangan imannya bukan apa yang dia lihat namun percaya pada perkataan Yesus. Ketika mengadakan pembuktian dan pemeriksaan dan ternyata ia menemukan ada hubungan jelas antara kata-kata yang ia percaya dan tanda di mana ia harus menunggunya. Ia telah mempertahankan imannya dan membawa keselamatan pada anaknya. Imannya didalam Kristus mulai keluar dari suatu kesadaran dalam satu bagian kebutuhan yang terkubur atau terpendam dalam hatinya. Ujian terhadap imannya mengarahkan dia untuk percaya sepenuhnya pada kata-kata Yesus.[94] Yesus ingin menggerakkan dan mengarahkan orang itu dari satu iman yang bersandarkan akan keajaiban kepada iman didalam kata-kata Yesus.
Sebuah daya penarik kepada Yesus atas dasar tindakan-tindakanNya yang ajaib itu bukanlah sebuah iman yang dewasa. Melihat identitas si pembuat keajaiban adalah cara yang benar dan sejati dalam menerima tanda-tanda.[95]
Ia hendak mengenal Kristus lebih jauh. Akhirnya setelah mendengar pengajaran Yesus, ia dan seluruh keluarganya menjadi percaya.
Kata ”percaya” artinya adalah pemberitahuan tentang suatu pernyataan pribadi, atau suatu penyerahan diri seutuhnya kepada Kristus.[96] Dia percaya (himself believed), (episteusen autos) bukan pada kata-kata Yesus saja, namun iman yang sempurna tentang Yesus sebagai Mesias.[97]
Yohanes mengartikan percaya sebagai suatu penerimaan akan diri Yesus dan menjadikan Dia sebagai bagian terpenting dalam kehidupan. Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya (Yoh 1:12). Iman dan percaya ini makin diteguhkan dengan tanda-tanda yang dilakukanNya sebagai bukti dari kekuasaan pribadi Yesus.
Pada peristiwa Air Hidup kata ”percaya” diarahkan kepada janji akan kehadiran Roh Kudus. Kata ”percaya” merupakan syarat untuk didiami Roh Kudus. ”Barangsiapa percaya kepada-Ku” (7:38), percaya adalah hal datangnya seseorang kepada Kristus.
Yesus tidak memberikan kesembuhan jasmani saja. Penderitaan anak ini memberikan arti keselamatan bagi seluruh keluarganya. Tanda dan mujizat sangat penting, melaluinya kuasa Tuhan dinyatakan. Yang penting bukan kebesaran mujizat itu tetapi apa yang Tuhan perbuat melaluinya. Mereka percaya doktrin dari manifestasi kemesiasan Yesus.[98] Keluarga ini menjadi murid-murid Tuhan yang mempercayakan diri sepenuhnya pada-Nya. Tanda kedua ini menghantar kita kepada pengertian Yesus sebagai sumber kehidupan atau Air Hidup. Dia yang memberi kehidupan. Dia adalah jalan kebenaran dan kehidupan.
Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku (14:6).
Pertengahan Pelayanan
Pertengahan pelayanan Yesus ini pada tahun kedua dalam sepuluh bulan yang terakhir. Masa ini merupakan masa kontroversi, dengan adanya oposisi.
Di satu pihak Yesus menuntut kepatuhan manusia atas dasar hak-hak ilahi-Nya dan orang-orang percaya kepada-Nya. Di pihak lain mereka tidak percaya kepada pernyataan-pernyataan-Nya, karena itu menganggap Dia sebagai penipu yang lihai[99]. Persoalannya pada sifat, ruang lingkup, tempat dan tanggapan. Karena Ia memindahkan rintangan yang disebkan oleh penyakit yang lama. Berkaitan dengan individu, di Yerusalem dalam situasi hari raya dan membangkitkan permusuhan dari orang Yahudi.
Ada tiga hari raya besar yang dirayakan setiap tahun sebagai kewajiban bagi orang-orang Israel, yaitu hari raya Roti Tidak Beragi (Paskah – bulan April), hari raya Tujuh Minggu (Pentacost – Mei) dan hari raya Pondok Daun (Oktober)[100] Para ahli mengatakan hari raya Paskah sebagai yang paling cocok. Tetapi sulit untuk dipastikan. Mungkin bukan hari raya besar yang diwajibkan bagi orang Israel dalam situasi kali ini.[101]
Peristiwa ini terjadi di Yerusalem (5:1). Yerusalem sendiri terletak di persimpangan jalan dimana lebih dari seratus ribu peziarah akan datang untuk hari raya Paskah, salah satu perayaan terpenting dalam setahun.
Tanda Ketiga-Menyembuhkan orang sakit di Betesda (5:1-9)
Yohanes tidak menceritakan pesta apa yang dikunjungi oleh Yesus. Sebagian besar rujukan menunjuk kepada hari raya ”Pekan” atau hari raya Pentakosta. Sebagian lagi menafsirkan Paskah karena dianggap sangat besar oleh bangsa Yahudi[102]. Kita tidak tahu pasti tentang pesta perayaan ini. Ada pendapat yang mengatakan perayaan ini bukan perayaan Paskah yang disebutkan di beberapa tempat lain dalam Injil ini (2:23; 6:4; 13:1).[103] Dalam kisah ini murid-murid tidak disebutkan namanya bahkan tidak bersama dengan Yesus. Mungkin untuk menghindari konflik perbedaan pendapat penduduk Yerusalem tentang Mesias yang sedang dinantikan itu. Situasi Yerusalem sangat ramai namun penulis tidak mengarahkan perhatian pada keramaian tetapi pada sekelompok perkumpulan orang tertentu, orang sakit, buta, lumpuh yang sedang menunggu di dekat kolam dengan harapan mendapat kesembuhan. Rupanya perkumpulan ini merupakan suatu kebiasaan atau rutinitas. Kata kerja ”katekeito” dari kata kerja ”katakeimai” memakai imperfek tense, sehingga ada kesan bahwa mereka berbaring di situ sebagai suatu kebiasaan yang rutin.[104]
Betesda adalah nama dalam bahasa Aram ”kolam” (pool) yang artinya ”rumah kemurahan” (house of mercy)[105]. Ada satu sisipan yang ditambahkan tentang peristiwa disekitar kolam itu sebagai penjelasan bagi para pembaca yakni peristiwa malaikat yang mengoyakkan air. Sebagai alur pertama kisah kesembuhan, rupanya ada tradisi bahwa air yang baru muncul dari dalam kolam dapat menimbulkan penyembuhan yang istimewa (3b-4). F. F. Bruce dan Leon Morris[106] menganggap bahwa ayat 3b-4 ini memberikan penjelasan tentang satu kepercayaan diantara orang-orang Yahudi. Hal itu tidak berarti bahwa Yohanes sendiri menyetujui kepercayaan itu. Ayat-ayat itu tidak memberikan bukti bahwa memang ada kuasa penyembuhan dalam air itu. Hanya bahwa kuasa itu ada menurut kepercayaan orang-orang Yahudi. Hal yang sama juga ditambahkan oleh Redaktor NIV menegaskan bahwa ayat ini dimasukkan kedalam naskah Injil Yohanes oleh seorang penyalin yang mau menolong para pembaca untuk lebih mengerti nas ini. Dia menulis ayat ini berdasarkan satu tradisi mengenai kepercayaan masyarakat yang terkait dengan penyembuhan yang terjadi di Betesda.[107] Kita dapat menarik kesimpulan bahwa ini merupakan sebuah mitos yang dipercaya. Bagian ini hanya sebagai pengantar untuk melihat tujuan dan maksud terpenting yang hendak disampaikan dari tanda yang segera akan terjadi.
Keterangan yang diberikan Yohanes bahwa orang ini sudah tiga puluh delapan tahun sakit. Keterangan penyakitnya adalah kelumpuhan. Tidak dikatakan bahwa dia telah menghabiskan waktunya sepanjang tahun duduk didekat kolam itu.
Kata Yesus: ”maukah engkau sembuh?” (Wilt thou be made whole?). kata “sembuh” atau “hugies” artinya “sound” atau sehat. Dari seorang manusia yang memberi kesehatan pada seluruh bagian tubuh. Kata whole adalah mengembalikan kepada kesehatan semula. kata-kata ini memberikan gambaran akan satu pelajaran bahwa tidak ada satu penyimpangan dalam kebenaran.[108]
Iman Orang Lumpuh
Orang ini kelihatan tidak berpengharapan. Hal itu disebabkan karena dia tidak bisa menjangkau kolam itu bahkan kelumpuhan jasmaninya menghambat langkahnya. Bagi dia Betesda bukan ”Rumah Kemurahan”, ia tidak akan sembuh disana. Begitulah yang dipikirkannya.
Disini konsep iman ditiadakan dalam arti iman tidak merupakan prasyarat. Tujuan yang sedang ditonjolkan oleh penulis adalah untuk menjelaskan karya Kristus. Pokok penting yang ditekankan oleh penulis adalah mujizat ini berkaitan dengan akibat-akibat dari kasus yang sedang terjadi. Lamanya penyakit yang diderita merupakan segi yang ditonjolkan. Tiada harapan secara jasmani, dan secara psikologis.
Tiga puluh delapan tahun, memiliki implikasi yang unik, persis tiga puluh delapan tahun Israel berputar-putar di padang gurun setelah menerima hukum di gunung sinai. Israel menunjukkan kelemahan, buta, timpang dan lumpuh dibawah hukum (Ul 2:14).
Kata ”maukah engkau menjadi sembuh” (Theleis hugiês genesthai) adalah satu pertanyaan ”simpati” atau menaruh perhatian sepenuhnya. Pertanyaan Yesus itu membangunkan atau membangkitkan kelesuan dari keputusasaan, menyadarkan dia dalam pengharapan dalam satu upaya atau usaha.[109] Pertanyaan Yesus itu mengikatkan satu perhatian pada dirinya.
Yesus mulai menarik simpati dari orang ini terhadap ketergantungannya pada air kolam tersebut kepada pribadi Yesus yang sanggup menyembuhkannya. Sapaan ini menunjukkan bahwa Yesus sedang memeriksa dasar hatinya.[110] Orang ini tidak memiliki pengharapan lagi baik secara jasmani maupun rohani. Ketiadaan harapan baik tubuh dan roh ini mendorong dia menyalahkan orang lain di sekitarnya. ”Jawab orang sakit itu kepada-Nya: "Tuhan, tidak ada orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu apabila airnya mulai goncang, dan sementara aku menuju ke kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku” (5:7). Justru tindakan dan sikap inilah yang membuat Yesus berbelas kasihan dan hendak merubah pola pikirnya. Yang dikehendaki Yesus adalah sadar dan bertobat.
Ungkapan tajam Yesus ketika berjumpa dengan orang ini di Bait Allah: “Engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk”. Hal ini menyiratkan bahwa orang itu menderita akibat dosa. Keadaannya akan bertambah buruk jika ia melakukan dosa lagi. Bukan berarti orang yang menderita adalah orang yang telah melakukan dosa, tetapi perkataan ini sebagai peringatan kepada semua baik yang menghakimi si penderita maupun penderita itu sendiri bahwa akan berdampak kepada kebinasaan bila tidak segera insaf dan bertobat.
Yohanes mengungkapkan apa yang Yesus bicarakan tentang keadaan spiritual. Orang itu kini harus memperhatikan hubungan dirinya sendiri dengan Allah.[111] Proses penyembuhan jasmani, jiwa dan rohaninya membawanya kepada hidup baru dan ciptaan baru di dalam Kristus. Tujuan yang hendak dikerjakan adalah hubungannya dengan Tuhan semakin baik yang akan berdampak pada kehidupan pribadi dan hubungannya dengan sesama.
Kehadiran Yesus dalam hidupnya memberi rangsangan dan peringatan agar ia selalu menyadari kelepasannya secara menyeluruh dan utuh dari mujizat kesembuhan yang dialaminya. Kesembuhannya memberikan dua dampak bagi pelayanan Yesus. Dampak yang pertama kesembuhannya menjadi kesaksian bahwa benar Yesus adalah Mesias yang membawa kelepasan dan pengampunan. Namun dampak yang kedua membawa oposisi yang besar terhadap Yesus. Dia semakin dikecam dan hendak dibunuh.
Konflik baru dimunculkan antara para ahli Taurat dan Yesus. Sikap polos yang terkesan tanpa peduli ini menempatkan dirinya berlindung di belakang Yesus ketika dikecam oleh orang-orang Yahudi.
Seperti yang diungkapkan sebelumnya bahwa mujizat ini berkaitan dengan akibat-akibat dari kasus yang sedang terjadi. Kasus kesembuhan ini menuntun kepada pemahaman orang Yahudi akan hari sabat. Kesembuhan orang ini mendatangkan pertentangan dan permusuhan antara Yesus dan orang-orang Yahudi.
Persoalan Hari Sabat
Kegirangan dan sukacita menyebabkan orang ini tidak menyadari bahwa hari itu hari Sabat. Rasa bersalah tidak ada pada orang ini. Dia berpegang dan taat pada perkataan Yesus yang telah menyembuhkan dia (5:11). Kesembuhan orang ini tidak dipersolakan oleh para pemimpin agama. Perdebatan panjang yang terjadi adalah tentang makna hukum Sabat. Yesus telah melampaui kewibawaan Musa dan Hukum Taurat. Pelanggaran Yesus mengenai pembelaan diri-Nya terhadap karya-Nya yang mengatasi peraturan-peraturan Sabat. Bapa-Nya bekerja sampai sekarang maka Dia-pun bekerja sesuai dengan apa yang dikerjakan Bapa-Nya. Pernyataan “Yesus dan Bapa adalah satu” dipahami oleh musuh-musuhNya bahwa Yesus mengambil hak khusus keilahian dalam menyebut Allah, BapaNya sendiri. [112]
Yesus berada dalam kelompok-kelompok yang memiliki pandangan yang berbeda-beda. Musuh-musuh-Nya terbagi dalam tiga faksi utama: Farisi, Saduki, dan Esseni. Di dalam setiap faksi itu terdapat kelompok-kelompok kecil orang Yahudi yang bersatu dengan landasan ajaran-ajaran seorang rabi tertentu atau kelompoknya.[113] Hal yang perlu diingat bahwa mereka memiliki pandangan yang beraneka ragam. Banyak orang Yahudi tidak senang dengan ajaran faksi-faksi tersebut. Faktor-faktor inilah yang mungkin menyebabkan orang banyak datang dan mengikuti Yesus. Meskipun pandangan mereka bahwa Yesus adalah seorang tukang kayu yang miskin namun dalam kenyataannya Ia sangat ahli dalam menjelaskan hukum Taurat (Mat 7:28, 29). Ia ahli dalam menjabarkan tentang kematian dan kebangkitan serta konsep eskatologis, kehidupan setelah kematian (luk 14:14; Yoh 11:25), adat istiadat manusia (Mark 7:1-9), soal memelihara sabat (Mat 12:24-32). Seluruh pengajaran-Nya cocok dengan pengajaran para Farisi. Hal ini sangat menarik minat orang banyak.
Pertentangan antara lawan-lawan Yesus sebenarnya sedang membawa mereka kepada satu pemahaman yang benar mengenai hubungan Yesus dengan Allah.
Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri; Aku menghakimi sesuai dengan apa yang Aku dengar, dan penghakiman-Ku adil, sebab Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku (5:30).
Mesias sebagai Mediator tak dapat berbuat apapun tanpa persetujuan dan wibawa atau otoritas dari Allah. Apapun yang Dia lakukan, Dia melakukannya sesuai dengan kehendak Bapa-Nya. Sebagai Hakim.[114] Yesus juga menyampaikan prinsip penting: Hakim seringkali sulit dalam memahami apa itu hukum dan apa itu kebenaran. Tetapi tugas Anak sebagai hakim cukup sederhana; Dia mengetahui kehendak Bapa-Nya (Joh 5:20).[115]
Sebuah penyembuhan membawa perdebatan mengenai hukum Sabat dan kesatuan Anak dan Bapa.
Pertanyaan “siapakah orang itu” merupakan suatu ungkapan ejekan. Mereka mempersoalkan perintah melanggar sabat bukan kepada penyembuhan yang terjadi.[116]
Orang Yahudi memiliki kitab suci dan menyangka dengan pengetahuan mereka telah beroleh hidup yang kekal. Para pemimpin agama mengetahui dan telah mempelajari ajaran nubuatan mengenai Mesias. Tujuannya bukan untuk mengetahui kebenaran, tetapi dengan maksud mencari bukti untuk mempertahankan harapan mereka. Dengan jalan ini mereka merubah kebenaran Allah. Kehadiran Yesus dan karya-Nya tidak sesuai dengan harapan mereka maka dengan berani mereka katakan Dia adalah seorang penipu.
Yesus sedang mengatakan bahwa Allah itu bukanlah seorang hakim yang bengis, tetapi seorang Bapa yang lemah lembut demikian juga peta Allah itu adalah sebagai yang dicerminkan didalam diri-Nya.[117] Sikap dan ajaran-Nya ini sedang merombak tradisi lama dan hukum-hukum buatan manusia dan telah mengemukakan cinta Allah di dalam kesempurnaan yang tidak terhingga.[118]
Masalah hari Sabat adalah mudah bagi Yesus. Dia dapat menyembuhkan orang pada hari-hari yang lain. Ada banyak cara untuk menyembuhkan orang lumpuh itu. Tetapi hal mendasar adalah melaui peristiwa yang berkenaan dengan hari Sabat itu justru Yesus sedang mengadakan transformasi pola pikir kaum Yahudi.
Yudaisme senantiasa ditandai dengan kewajiban-kewajiban dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi syarat-syarat yang tercakup dalam perjanjian Allah.[119] Penerapan agama sepenuhnya pada hal-hal yang bersifat etis karena setiap segi kehidupan berada dibawah kuasa hukum. Perintah-perintah ini harus ditaati dan diindahkan agar tetap suci ketika memasuki janji Allah. Sabat adalah tercakup dalam bagian hukum moral yang melarang orang untuk berhenti dari kerja paksa di hari perhentian tersebut. Konsep yang salah adalah orang Yahudi sangat legalistis dalam hal ini. Taurat dijadikan sebagai hukum yang mengikat dan bersifat formal.
Tuntutan Allah bagi hari sabat adalah lebih besar daripada hari-hari yang lain. Umat-Nya harus meninggalkan pekerjaan yang biasa, dan menggunakan waktu itu untuk merenung dan berbakti.[120] Sabat itu bukanlah dimaksudkan untuk menjadi suatu waktu untuk pekerjaan yang tidak berguna. Taurat melarang pekerjaan badani pada hari perhentian Tuhan.[121] Larangan ini menyangkut pekerjaan yang hanya untuk kesenangan dan keuntungan dunia.namun bagi pekerjaan yang untuk mempertahankan hidup atau untuk kelangsungan hidup (sutaining life) dalam hal ini Tuhan tidak menuntut atau legalistik. Perhentian dimaksudkan untuk memberkati hari itu untuk berbakti dan melakukan pekerjaan yang suci. Hal yang paling mendasar yang Tuhan kehendaki adalah belas kasihan.[122] Aku berkata kepadamu: Di sini ada yang melebihi Bait Allah. Jika memang kamu mengerti maksud firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, tentu kamu tidak menghukum orang yang tidak bersalah. Karena Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat"(Mat 12:6-8). Maksud itulah ketika Tuhan Yesus menegur ahli-ahli Taurat: Tetapi Yesus berkata kepada mereka: "Jika seorang dari antara kamu mempunyai seekor domba dan domba itu terjatuh ke dalam lobang pada hari Sabat, tidakkah ia akan menangkapnya dan mengeluarkannya? ( Mat12:11).
Perdebatan dan pertentangan pernyataan Yesus menyamakan diri dengan Allah dan sikap penghujatan ini menghantar orang-orang Yahudi kepada kebenaran sejati akan hubungan Yesus dengan Bapa.
Penyamaan diri Yesus dengan Bapa berat untuk diterima orang-orang Yahudi. Menurut orang-orang Farisi ada tiga hal yang hanya boleh dilakukan oleh Allah sendiri, dan tidak mungkin dilakukan oleh siapapun yang lain yaitu: memberi hujan diatas bumi (Ul 28:12), membuka kandungan seseorang (Kej 30:22) dan membuka kubur dan membangkitkan orang mati (Yeh 37:13). Pekerjaaan yang diakui oleh umat Yahudi yang dilakukan oleh Allah pada hari Sabat adalah memberi hidup dan menghakimi. Melalui tanda ini Yesus sedang mengatakan Dia berasal dari Allah. Bapa adalah sumber semua kehidupan dan kuasa, dan telah memberikan diriNya kepada Anak dalam ukuran yag melimpah-limpah.[123] Yesus menuntut otoritas menggandakan dan meneruskan pekerjaan-pekerjaan BapaNya untuk memberikan hidup kepada manusia dan melaksanakan penghakiman atas mereka, dan membangkitkan orang mati pada akhir zaman. Yesus tidak menerapkan kuasa apapun kepada diriNya kecuali melakukan apa yang diperintahkan oleh Bapa. Walaupun maksud ini telah dimengerti oleh kaum Yahudi tetapi mereka tetap menuduhNya menerapkan kuasa ilahi pada diriNya sendiri.
Tuduhan ini disangkal Yesus dengan kesaksian-kesaksian tentang dirinya. Kelima saksi yang diperkenalkan oleh Yesus:
Tetapi pikiran mereka telah menjadi tumpul, sebab sampai pada hari ini selubung itu masih tetap menyelubungi mereka, jika mereka membaca perjanjian lama itu tanpa disingkapkan, karena hanya Kristus saja yang dapat menyingkapkannya. Bahkan sampai pada hari ini, setiap kali mereka membaca kitab Musa, ada selubung yang menutupi hati mereka.
Ketekunan yang fanatik terhadap hukum merupakan suatu kewajiban bagi orang-orang Yahudi, dan dalam kesibukan inilah ia merasa akan memperoleh hidup yang kekal.[124]
Tanda ini membuktikan bahwa Yesus berkuasa atas hidup manusia, mengampuni dosa dan memberikan keselamatan. Penyembuhan orang buta ini memberikan pengertian bahwa Anak adalah pemberi hidup. Dialah yang menuntun kedalam kehidupan. "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Akulah pintu ke domba-domba itu” (Yoh 10:7)
Pandangan picik dan sesat dari para pemuka agama, sedang dirombak dan dibaharui oleh Tuhan. Pikiran-pikiran picik dan sesat pernah dikecam oleh Yesus dalam bagian kitab Injil yang lain (Matius 23:1-36) bahwa: mereka ibarat kuburan yang dilabur putih. Tampak dari luar terkesan indah tetapi sebenarnya didalamnya penuh dengan kemunafikan. Jadi hukum Taurat adalah kudus, dan perintah itu juga adalah kudus, benar dan baik (Roma 7:12). Peraturan itu tidak seharusnya menjadi penghalang bagi yang melakukannya tetapi membawanya lebih dekat dan lebih intim dalam pengenalannya akan Tuhan. Kehadiran Yesus menentang hukum sabat melalui mujizat-mujizat-Nya dan karya-Nya membuktikan bahwa Dia diutus oleh Bapa. Seluruh hidupnya yang tanpa dosa (Ibr 4:15), belas kasihan-Nya (Mat 9:35-38), kata-kata-Nya semuanya bersaksi bahwa Allah beserta dengan Dia.
Tanda Keempat - Memberi makan lima ribu orang (6:1-14)
Yesus bukanlah seorang penghianat iman Yahudi, dan tradisi Ibrani, namun sebenarnya Dia adalah seorang yang menggenapi makna iman dan tradisi tersebut.[125] Tanda ke empat ini sebagai tanda persiapan akan kesengsaraan Yesus. Tradisi-tradisi ini kini sedang diperbaharui satu persatu. Tanda “roti dan ikan ini” untuk mempersiapkan diri menyambut hari raya Paskah.
Peristiwa yang serupa juga telah dikisahkan dalam Inil-Injil Sinoptik dalam bentuk yang pada dasarnya sama, hanya sedikit perbedaan dalam hal penyampaian dan gaya bahasa. Roti yang disebutkan disini besar dan bentuknya lebih menyerupai kue penekuk;[126] dan ikan itu bukan merupakan bagian utama dari makanan itu, tetapi mungkin sekali ikan yang diasamkan dan dimakan sebagai pembangkit selera seperti halnya ikan sardin digunakan sebagai makanan pembuka.[127] Bagaimana mungkin makanan ini bisa mencukupi kebutuhan lima ribu orang, belum termasuk wanita dan anak-anak. Demikianlah tanda itu dinyatakan. Rupanya tanda-tanda sebelumnya mengangkat popularitas Yesus menurut pandangan orang-orang Yahudi sehingga secara paksa mereka hendak menjadikan Yesus sebagai raja. Tanda ini menyadarkan mereka dalam ungkapan mereka: ”Dia ini adalah benar-benar nabi yang akan datang ke dalam dunia, yakni yang dijanjikan oleh Musa.” (Ul 18:15). Musa telah memberikan manna di padang gurun dan Yesus dengan mukjizat telah memberikan makanan kepada mereka. Pengakuan mereka terhadap Yesus sebagai Mesias hanya bersifat politik semata.
Dalam Yohanes tidak terdapat pengajaran sebelum tanda itu terjadi. Penekanan Yohanes pada bagian ini berfokus pada reaksi pribadi para murid dan keteguhan iman mereka karena kalau melihat kepada iman orang banyak itu loyalitas mereka hanya bersifat sementara (6:15).
Reaksi para murid diuji
Konsep mereka adalah Yesus datang sebagai raja dalam melepaskan mereka dari kekuasaan Romawi. Konsep ini sedang dirubah dan diperbaharu melalui tanda keempat. Kerajaan Mesias bukan kerajaan roti, jasmani atau politik[128] kerajaan-Nya adalah kerajaan yang akan datang yang sedang dikerjakan didalam diri para murid-Nya dan orang-orang yang mengikut-Nya. Dua orang murid yang ditantang imannya sebagai alat perwujudan maksud tanda ini yaitu Filipus dan Andreas.
Filipus
Yesus sedang melatih iman para murid-Nya dalam mencari penyelesaian terhadap masalah-masalah yang dihadapi. Nampaknya Filipus diperhadapkan kepada situasi yang sangat sukar. Justru dengan situasi ini Yesus sedang mengajar dia dan menguji imannya.
Filipus adalah seorang pesimis secara statistik. Keras kepala dan praktis. Ujian terhadap imannya ketika Yesus bertanya: "Di manakah kita akan membeli roti, supaya mereka ini dapat makan?" (6:5).
Yesus mengujinya agar ia melihat bagaimana cara ia kembali kepada kelemahannya. Yesus bertanya, kemana harus membeli roti? Kita tahu bahwa kuasa pelipatgandaan makanan berada didalam diri-Nya.[129] Yesaya 55:1 berkata: Ayo, hai semua orang yang haus, marilah dan minumlah air, dan hai orang yang tidak mempunyai uang, marilah! Terimalah gandum tanpa uang pembeli dan makanlah, juga anggur dan susu tanpa bayaran!. Jawaban Filipus menunjukkan bahwa ia mengandalkan pikirannya dan mencari solusi secara matematis. Ia mengemukakan kalkulasi ilmu hitung. Ia berpikir dalam kaitannya dengan uang tunai.
Filipus dikuasai oleh keadaan ia memandang pada hal-hal yang kelihatan akan banyaknya orang.[130] Sikap pesimisnya ditantang. Ia begitu pasti tentang apa yang tidak dapat dilakukan, tetapi tidak memiliki visi tentang apa yang dapat dilakukan. Pikirnya hal ini berkaitan dengan uang. Bagi Filipus, mujizat ini mengungkapkan keunggulan Yesus atas ketidakmungkinan statistik.[131] Demikianlah sang pesimis yang statistik ini diubahkan dan dirangsang imannya dengan tantangan ketidakmungkinan secara statistik.
Andreas
Andreas adalah seorang yang ulet, penuh inisiatif dan memiliki rasa ingin tahu yang besar. Andreas disebut sebagai seorang inisiator karena ia sendiri yang berinisiatif memperkenalkan Yesus, Sang Mesias kepada Petrus.[132] Rasa ingin tahunya terlihat ketika ia bertanya: "Rabi (artinya: Guru), di manakah Engkau tinggal?". Secara tidak langsung mengatakan bahwa inilah Mesias yang sedang dinantikan.
Ia juga adalah seorang yang optimis dan sederhana. Informasi Andreas diberikan secara sukarela. Bagi Andreas mujizat ini menunjukkan bahwa Yesus dapat membenarkan iman yang ditujukan padan-Nya.[133]
”Disini ada seorang anak” (ay 9), artinya seorang anak kecil, atau pelayan dan kemungkinan yang membawa persediaan bagi para murid, atau orang yang datang dengan maksud menjual roti dan ikannya.[134] Bagi Yesus dan para murid-Nya roti itu cukup, tetapi tidak ada artinya bagi lima ribu orang itu. Tidak heran Andreas berkata:
"Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan; tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini? (6:9). Mungkin maksud yang disampaikan Andreas, inilah kemampuan kami. Tetapi kami yakin di hadapanMu makanan ini akan berarti. Ini menunjukkan bahwa Andreas adalah seorang beriman. Dan memang dugaannya tepat mujizat itu memang terjadi.
Andreas telah membuktikan dengan iman dan keyakinannya bahwa Yesus Sumber Hidup manusia yang telah memberkati orang banyak itu membiarkan para pengikut-Nya pulang dalam keadaan lapar.
Dari tanda lima roti jelai ini dan juga situasinya secara sederhana boleh dikatakan bahwa doktrin penyangkalan diri yang di khotbahkan Kristus memberikan contoh bagi para murid-Nya secara lengkap dalam cara hidup mereka sendiri.[135]
Yesus sedang menyatakan belas kasihan dan perhatian-Nya bagi pengikut-Nya. Tanggapan para murid-Nya terhadap perintah-Nya sangat diperhatikan. Mereka telah gagal beriman tetapi mereka patuh dalam melakukannya. Inilah kuasa Yesus untuk memenuhi kebutuhan jasmani manusia tanpa menghiraukan batas-batas materi.
Tanda ini merupakan tanda rangkap. Lima roti jelai dan dua ikan dengan berjalan diatas air yang dihubungkan oleh penulis karena loyalitas sementara para pengikut-Nya atas alasan mujizat dan tanda heran pelipatgandaan roti dan ikan, memposisikan Yesus sebagai Raja yang sesuai dengan pikiran mereka dan konsep mereka. Tindakan yang dilakukan Yesus terhadap pandangan orang-orang ini adalah dengan tegas menyatakan kebenaran sejati (6:26-27):
Yesus menjawab mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang. Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah, dengan meterai-Nya.
Maksud yang hendak disampaikan adalah Tuhan sanggup menyediakan kebutuhan jasmani dan rohani dalam situasi apapun dengan menyerahkan sepenuhnya kepada kekuasaan Allah. Lebih daripada itu diharuskan untuk mengejar sesuatu yang bersifat kekal dan tidak binasa, yang rohani dan yang berasal dari Dia.
Tanda ini bersifat nubuat tentang kecukupan dari Yesus ditengah-tengah kekurangan, dan akan kemampuanNya dalam menjawab kebutuhan orang yang lapar.[136] Lima roti jelai dan dua ikan menandakan bahwa Yesus sebagai roti hidup. Kata Yesus kepada mereka: "Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi (Yoh 6:35).
Tanda Kelima-Berjalan diatas air (6:16-21)
Hal berjalan diatas air merupakan tambahan yang berbeda dari tanda lima roti jelai dan dua ikan. Penekanannya agak berbeda. Kisah lima roti jelai dan dua ikan berpusat pada banyak orang sedangkan kisah berjalan diatas air berpusat pada hubungan Yesus dan para murid.
Yesus berjalan diatas air ini jelas merupakan sebuah ”teofani” – penyataan kehadiran Allah. Tanggapan Yesus menegaskan kenyataan bahwa inilah tindakan penyataan: ”Aku ini” (20).[137] Ayat 19 menerangkan bahwa mereka mendayung dua tiga mil jauhnya. Dalam kondisi kelelahan dan kebingungan seperti ini Yesus tampil dan berjalan diatas air. Tentunya ketakutan akan menghantui mereka ketika melihat bayangan yang mendatangi mereka. Kata Yesus: “Aku ini, jangan takut!” ucapan Yesus ini menghilangkan ketakutan mereka, dan tidak ada reaksi langsung dari para murid yang dicatat oleh Yohanes.
Mujizat ini menyingkapkan kuasaNya atas alam, dan dengan demikian membulatkan gambaran mengenai kenyataan keilahianNya.
Penempatan narasi Yesus yang berjalan di atas air dan pendaratan yang ajaib ini, yang berada di antara narasi pemberian makan orang banyak dan percakapan tentang roti hidup mengajukan macam fakta terkait. Yohanes menginginkan para pembacanya mengetahui bahwa Kristus memang seorang yang berdiri sebagai Tuhan diatas kekuatan-kekuatan kekacauan dan bahkan dunia kodrati menanggapi kehadiran-Nya.[138]
Dalam tanda ini kita menemukan tiga hal:
Keakraban atau kedekatan tidak mungkin mujizat ini terjadi namun merupakan kehadiran Allah (Omnipotence) secara langsung.
Tenanglah jangan takut, suatu ungkapan larangan. Yohanes tidak mengatakan bahwa para murid berpikir Yesus itu hantu. Sebenarnya mereka tahu bahwa yang berdiri dan berjalan diatas air itu Yesus. Mereka mengenal suaraNya. Namun hubungan dan keakraban selama ini, dan sampai pada tahun kedua iman dan pengharapan para murid belum membuahkan hasil. Dalam situasi seperti ini harapan mereka akan Yesus semakin hilang.
Tenanglah Aku ini jangan takut. Tidak ada kekeliruan di dalam suara itu. Bila Isak tahu suara Yakub (Kej 27:22), Saul kenal suara Daud (1 Sam 26:17) dan Roda tahu suara Petrus (Kis 12:13), maka lebih dari itu para murid pasti tahu suara itu dari Sang Guru. Mereka seharusnya tahu Yesus sebagai gembala karena sudah sekian lama mereka-bersama-sama dengan Dia.[140] Jika semua dombanya telah dibawanya ke luar, ia berjalan di depan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya (Yoh 10:4). Keyakinan mereka akan Yesus masih belum sempurna. Sikap ragu dan takut membawa mereka kepada penyangkalan keberadaan Yesus dihadapan mereka. Iman yang belum sempurna ini jugalah yang membuat Petrus menyangkali Yesus (Yoh 13:38).
”Aku ini”, Yesus mengarahkan pandangan mereka kepada diri-Nya sendiri. ”Jangan takut”, ungkapan untuk menentramkan hati.
Tanda ini membangun hubungan Yesus dengan murid-Nya. Merubah keraguan dan sikap bimbang untuk mempersiapkan para murid dalam menghadapi masa kesengsaraan Yesus. Mujizat ini menyingkapkan kuasaNya atas alam, dan dengan demikian membulatkan gambaran mengenai kenyataan keilahianNya.[141] Kisah selanjutnya sebagai penjelasan akan diri Yesus sebagai Roti Hidup sebagai sambungan yang bersifat tafsiran sesudah memberi makan lima ribu orang dibagi atas tiga bagian dengan tiga macam pendengar :
Bagian pertama (ay 22-40) menyangkut orang banyak, kelompok yang sama yang telah menyaksikan mukjizat itu, bagian kedua (ay 41-59) berurusan dengan orang Yahudi dan secara khusus disebutkan sebagai disampaikan dirumah ibadah di Kapernaum. Bagian ketiga (ay60-71) berisi wawancara dengan murid-murid dan menunjukkan dampak kata-kata Yesus terhadap lingkaran dalam diri para pengikut-Nya sendiri. Dalam tanda roti hidup, Ia berusaha membangunkan mereka dari rasa puas diri yang enak kepada iman yang aktif.
Tahun kedua pelayanan Yesus, empat tanda dimanifetasikan yaitu menyembuhkan anak pegawai istana (4:46-54), menyembuhkan orang sakit di Betesda (5:1-9), memberi makan lima ribu orang (6:1-14) dan Berjalan diatas air (6:16-21). Kesimpulan dari tanda-tanda ini adalah agar mereka “percaya”. Iman pegawai istana dibimbing sampai pada taraf percaya yang sungguh kepada Yesus. Kisah di Betesda menuntun orang yang sakit itu untuk percaya kepada Yesus tanpa ragu. Para pengikut yang telah mengecap berkat lima roti dan dua ikan dituntun untuk percaya bahwa Yesus sebagai sumber kelimpahan. Para murid diyakinkan imannya untuk percaya bahwa Yesus berkuasa atas alam melalui peristiwa berjalan diatas air. Rentetan peristiwa dan tanda ini memberi keyakinan kokoh bagi para murid-Nya. Seperti pengakuan Petrus: “dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah (6:69).” Proses percaya disini adalah menerima Dia, menjadikan-Nya bagian dari kehidupan karena diyakinkan oleh tanda-tanda, yang merupakan bukti dari kekuasaan pribadi Yesus dan iman mereka makin diperteguh.
TAHUN KETIGA PELAYANAN YESUS
Akhir Pelayanan Di Galilea
Tahun ketiga ini merupakan pelayan khusus selama enam bulan. Pada tahun ini Yesus menyingkir ke daerah Tirus dan Sidon. Masa ini merupakan masa konflik. Bagian ini menggambarkan perkembangan iman dan ketiadaan iman yang berjalan sejajar diantara para pendengar Yesus dan orang-orang yang memusuhi-Nya. Mereka telah menyimpulkan bahwa Ia harus dihancurkan. Ada beberapa konflik yang terjadi saat perayaan Hari Raya pondok daun yang mengarahkan pengertian kepada Yesus sebagai Sang Mesias. Konflik-konflik tersebut adalah: peristiwa kesaksian Yesus tentang diri-Nya (7:14-24), pertentangan tentang asal Yesus (7:25-36), Air sumber hidup (7:37-44), Yesus dibela oleh Nikodemus 7:45-52), perempuan yang berzinah (8:1-11),Yesus sebagai terang dunia (8:12-20), Yesus bukan dari dunia ini (8:21-29), Kebenaran yang memerdekakan (8:30-36), Keturunan Abraham yang tidak berasal dari Allah (8:37-47), Yesus dan Abraham (8:48-59), dan tanda keenam orang yang buta sejak lahirnya (9:1-40).
Pada bagian akhir pelayanan di Galilea, disini tidak dijelaskan secara terperinci mengenai konflik-konflik yang telah dijabarkan diatas yang terjadi dari pasal 8 sampai pasal 9. Konflik yang akan dibahas adalah tanda keenam. Sebagai suatu oposisi dalam enam bulan terakhir pelayanan di Galilea.
Tanda Keenam - Menyembuhkan orang buta (9:1-12)
Situasi orang ini tanpa harapan, ia buta sejak lahir (9:1). Dalam tanda ini Yesus bertindak mengambil inisiatif dalam mengawali kisah mujizat pada orang ini. Walau demikian tidak berhenti sampai pada tindakanNya yaitu mengoles tanah ke mata orang itu. Ia menyuruh orang itu membasuh dirinya di kolam Siloam (9:6). Dari sekian banyak mujizat yang dilakukan Yesus satu-satunya perkecualian dari penyembuhan tiba-tiba ialah penyembuhan seorang buta ini yang dilakukan dua tahap. Walau demikian setiap tahap bersifat seketika. Tahap yang pertama tersirat bahwa Dia berkuasa atas apapun dan media yang digunakan adalah ”tanah”. Tahap yang kedua tujuannya adalah Yesus sedang membangkitkan harapan pada orang itu dengan cara bertindak dengan iman untuk berbuat sesuatu dengan apa yang sudah Tuhan kerjakan. Harapan inilah yang menjadi tenaga penggerak bagi orang itu untuk mendapat kesembuhan dari Tuhan. Kebutaan dan kesembuhan orang ini merangsang para murid untuk bertanya. Dalam pasal 9:39 :
Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: "Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?"
Jawab Yesus: "Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.
Persoalan yang timbul, apakah kebutaan orang ini bertujuan agar terjadi kesempatan untuk menyembuhkannya? Hal ini dijelaskan oleh Tenney[142]:
Kalau demikian, bukankah penyataan itu agaknya mengandung arti bahwa Allah membuat seorang yang tidak bersalah untuk menderita kemiskinan, kesengsaraan dan penghinaan sepanjang separuh dari seluruh usianya agar ia dapat menunjukkan kuasanya yang ilahi sesudah itu?
Pandangan ini kelihatan sangat kontradiktif. Dalam Injil Yohanes terdapat tiga belas pemakaian yang sejajar dari kata ”tetapi” (alla) berpasangan dengan ”supaya” (hina) dengan arti atau maksud hasil.[143]
Demikian yang diungkapkan oleh Robertson bahwa: jawaban terhadap pertanyaan ini terletak pada interpretasi kata ”supaya” (hina) boleh jadi menyatakan maksud atau akibat.[144] Supaya pekerjaan-pekerjaan Allah dinyatakan melalui dia, dapat dianggap sebagai lebih mengungkapkan suatu peluang daripada suatu takdir.[145]
Pandangan Wescott:[146]
Penderitaannya merupakan kesempatan dan bukannya persiapan yang ditetapkan sebelumnya untuk mujizat itu, walaupun ketika kita memandang hal-hal dari sudut pandang Ilahi, kita dipaksa untuk melihat hal-hal itu dalam ketergantungannya kepada kehendak Allah.
Pada proses penyembuhan ini pada akhirnya ia menemukan Yesus dan mengenalnya secara utuh (Yoh 9:38): Katanya: "Aku percaya, Tuhan!" Lalu ia sujud menyembah-Nya.
Ada sebuah tanda dari Tuhan (penyembuhan lahiriah) yang diakhiri dengan penemuan arti tanda itu, yakni iman kepada Yesus.[147]
Dia tahu, bahwa dirinya buta dan oleh karena itu terbuka bagi wahyu Allah dalam diri Yesus.[148]
Yesus menyembuhkan orang buta ini dengan mengambil simbol tanah liat, kemudian simbol air dari kolam Siloam. Peristiwa ini menunjukkan bahwa seperti Dia pada mulanya menciptakan manusia. Jadi Dia kembali lagi memulihkan tubuh dan jiwanya. Dan masih didalam cara yang sama dia pertama kali datang sendiri dalam keputusan-Nya untuk menyembuhkan kita.[149]
Tanda ini menempatkan Yesus sebagai musuh bagi pihak Yahudi dan Farisi. Orang Farisi yang memiliki motifasi yang bertentangan untuk mencari kesalahan-kesalahan dalam diri Yesus. Adanya pencerahan yang ditimbulkan dari iman yang gigih dan pengakuan yang jujur dari orang buta ini dihadapan banyak orang memberikan rasa takjub dan heran dari para kerabat dan tetangganya.
Bagi orang buta dia telah menemukan imannya yang sejati namun bagi orang Farisi mereka masih tinggal dalam kebutaan mereka. Cocok apa yang dikatakan Yesus:
”Aku datang ke dalam dunia untuk menghakimi, supaya barangsiapa yang tidak melihat, dapat melihat, dan supaya barangsiapa yang dapat melihat, menjadi buta”.
Orang Farisi merasa aman karena memiliki ajaran-ajaran Musa, oleh karena itu mereka buta terhadap wahyu baru dalam Yesus Kristus.[150] Bagi mereka Taurat adalah tradisi yang harus ditaati, huruf yang mati, bukan suara yang hidup.[151]
Bila mereka mengakui secara jujur keberadaan mereka dan melihat kenyataan bahwa mereka buta, seperti ungkapan dari mereka: ”Apakah itu berarti bahwa kami juga buta?”(9:40) maka akan membawa pemulihan dan pengampunan dosa bagi mereka. Karena kesombongan dan kebutaan secara rohani membawa mereka kepada kehilangan terang dan kegelapan rohani.
Karya Allah yang diperlihatkan Yesus sebagai terang dunia, adalah karya wahyu dan pengadilan.[152]
Tanda ini menjelaskan bahwa Yesus adalah terang kehidupan. Maka Yesus berkata pula kepada orang banyak, kata-Nya: "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup. (Yoh 8:12).
Akhir Pelayanan di Yudea Dan Perea
Akhir pelayan di Yudea dan Perea merupakan pelayanan penutupan selama enam bulan. Pada tahun ini oposisi semakin bertambah karena pengaruh tanda-tanda yang dikakukan Yesus. Pelayanan di Perea, daerah seberang sungai Yordan atau daerah di Transyordan sebagai daerah perbatasan antara Yudea dan Galilea. Daerah Perea ini merupakan daerah alternatif bagi seluruh umat Yahudi untuk menghindari daerah Samaria. Kehadiran Yesus pada kesempatan kali ini menimbulkan konflik antara orang Yahudi dan Yesus. Mereka menuduh Yesus menyamakan diri dengan Allah dan menghujat Allah (10:31-39). Walaupun demikian orang-orang di Perea percaya dengan apa yang dikatakan Yohanes Pembaptis mengenai Yesus. Banyak orang menjadi percaya dengan kehadiran Yesus serta tanda-tanda ajaib-Nya (10:40-42).
Persinggahan Yesus di kampung Maria dan Marta (11:1), melalui kehadiran-Nya kuasa kebangkitan dinyatakan. Penekanan bagian ini pada kehidupan atau hidup. Kata kunci yang dipakai oleh penulis adalah :”hidup.” Hidup adalah akibat yang ditimbulkan dari sikap percaya. Hidup inilah yang sedang dikerjakan dan dikaruniakan kepada orang percaya melalui penebusan Kristus di kayu salib.
Kisah Lazarus menggambarkan keyakinan percaya Maria dan Marta yang membawa kepada kemenangan atas kematian kepada kehidupan. Dalam tanda ini memuat pernyataan Tuhan dan melalui tanda itu ada sikap percaya yang menghasilkan reaksi tindakan iman, ”angkat batu itu”. Kematian raga yang membusuk digantikan dengan kehidupan sebagai tanda bahwa: Dialah kebangkitan dan hidup.
Ungkapan Yesus ”Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus” (17:3). Hidup yang diungkapkan Yohanes disini bukan sekedar kehidupan hewani, atau peristiwa keberadaan manusia.[153] Ia melibatkan suatu sifat tersendiri, suatu kesadaran baru, hubungan timbal balik dengan lingkungan, dan perkembangan yang terus menerus.[154]
Kristus dihadirkan sebagai contoh dari kehidupan yang merupakan karunia serta tujuan Allah bagi semua yang percaya kepadaNya.[155]
Tanda Ketujuh-Membangkitkan Lazarus (11:1-46)
Ini adalah mukjizat terakhir yang mengagumkan dihadapan umum yang dicatat oleh Yohanes. Satu kegerakan iman yang besar yang sedang dikerjakan dalam diri setiap orang yang hadir dan meyaksikan tanda itu. Satu rangsangan yang menggugah iman mereka: (11:25) Jawab Yesus: "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati”. Tindakan Yesus dalam menanggapi kasus ini secara betahap dan kelihatan tertunda. (11:6) Namun setelah didengar-Nya, bahwa Lazarus sakit, Ia sengaja tinggal dua hari lagi di tempat, di mana Ia berada. Ia harus menangani saudari-saudari Lasarus yang belum memahami secara benar tentang perkataanNya dan diriNya sebagai alasan penundaanNya.
Dalam pikiran mereka bahwa Yesus hanyalah manusia biasa yang harus segera memberikan pertolongan dan belas kasihan kepada Lasarus sebelum ajalnya tiba. Tetapi lebih dari anggapan itu, Yesus berkuasa atas kematian dan kebangkitan (11:25). Sangat mudah bagi Yesus untuk membangkitkan Lazarus, karena Ia berkuasa atas kematian, namun tujuan yang sedang dicapainya sebelum peristiwa kebangkitan itu, Ia sedang menciptakan iman yang mantap dan kokoh dalam diri saudari-saudari Lazarus dan bagi para muridNya. Tahapan-tahapan pemulihan dan pertumbuhan iman melalui tanda ini dikerjakan melalui: Maria, Marta, dan para murid.
Peristiwa ini diwarnai dengan situasi emosional yang mendalam. Kehadiran orang-orang Yahudi sebagai kerabat dekat Lazarus, yang turut mengucapkan belasungkawa mereka tidak dapat memberikan harapan yang positif bagi kedua saudari Lazarus. Hal ini nampaknya memberikan gambaran tentang tradisi Yudaisme.
Yudaisme adalah rasa simpati, namun Yudaisme tidak mempunyai kesaksian yang jelas tentang kehidupan yang kekal.[156]
Hanya Kristus yang dapat mengalahkan kuasa maut (2 Tim 1:10): Dan yang sekarang dinyatakan oleh kedatangan Juruselamat kita Yesus Kristus, yang oleh Injil telah mematahkan kuasa maut dan mendatangkan hidup yang tidak dapat binasa.
Kedua saudara itu membuat imbauan pertama melalui berita, Tuhan dia yang Engkau kasihi sakit. Mereka mengganggap penyakit saudara laki-laki mereka sebagai peristiwa logis untuk campur tangan Yesus. Mereka yakin bahwa Yesus, dari semua manusia, akan bersimpati dan menolong ketika sahabat-sahabat-Nya berada dalam kebutuhan yang sangat mendesak.[157]
Marta
Marta menunjukkan kualitas imannya kepada Yesus dengan berkata (11:21): ”Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati.” Situasi ini menggambarkan Marta yang kuat imannya namun belum lengkap dan sempurna. Marta sangat aktif dan vokal dalam tindakannya (20). Yesus menggugah iman Marta dengan berkata: ”saudaramu akan bangkit”. Marta menanggapi peristiwa ini dengan kata-kata dan pikirannya yang logis (11:24): ”Aku tahu bahwa ia akan bangkit pada waktu orang-orang bangkit pada akhir zaman.” Pandangannya sedang ia arahkan kepada satu penantian eskatologis tentang kebangkitan di akhir zaman nanti. Satu pengakuan umum tentang pengharapan akan kebangkitan. Tujuan Yesus saat itu bukan yang akan datang tetapi sekarang dan saat itu juga mujizat akan terjadi. Ucapan Yesus: "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati” (Yoh 11:25), menjelaskan gagasan ”kebangkitan” dengan cara menghubungkan lebangkitan orang-orang percaya dengan kebangkitan-Nya sendiri. Yesus menjelaskan bahwa orang-orang yang percaya kepada-Nya akan memperoleh kehidupan sebagai ganti kematian. Ucapan ini merupakan suatu penegasan yang teguh mengenai kekekalan. Kebangkitan Lazarus dari kematian secara jasmani tidak dimaksudkan sebagai suatu kekekalan jiwa yang terpisah dari kebangkitan tubuh, namun sebaliknya kata Yesus: ”Akulah kebangkitan dan hidup” memberikan arti bahwa kebangkitan tubuh-Nya sebagai contoh kebangkitan tubuh bagi orang-orang percaya.
Yesus mengarahkan pikiran Marta kepada keadaan sekarang yang dihadapinya dan imanya terhadap peristiwa itu. Sambutan Marta menekankan ”saudaraku” , ungkapan ini menjelaskan kepribadiannya yang bersifat agresif dan poitif.[158]
Rangsangan iman yang diberikan oleh Yesus (11:25-26), ”percayakah engkau akan hal ini” memberikan pandangan yang jelas bagi Marta tentang Yesus. Jawaban Marta merupakan gambaran imannya tentang siapakah Yesus.
(11:27) Jawab Marta: "Ya, Tuhan, aku percaya, bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah, Dia yang akan datang ke dalam dunia. Hal pertama Marta telah dibangkitkan imannya namun hal yang kedua dia masih berkata : ”ia sudah berbau”. Tindakan ini menunjukkan bahwa bukan berarti dia tidak meyakini perkataan Yesus, tetapi berhubungan dengan suasana perasaan dan tradisi karena Marta merasa malu dengan keadaan Lazarus yang sudah berbau. Hal kedua adalah tradisi orang Yahudi yang tidak mau menajiskan diri mereka dengan menjamah atau menghampiri mayat atau hal-hal yang busuk.
Yesus tidak mengajarkan bahwa kematian mencemarkan, sekalipun menurut hukum Musa, kematian dianggap mencemarkan sampai pada tingkat bahwa sesorang yang menyentuh tubuh orang mati akan tercemar. Yesus tidak mengatakan pengaruh yang merusak dari kematian.[159] Ia menghantarkan kepada pengertian akan kematian sebagai suatu keadaan ”tidur” dimana saatnya kuasa Tuhan dinyatakan untuk membangkitkan keadaan tidur yang sedang dialami Lazarus.
Yesus menghantar Marta sampai pada puncak iman dan keyakinan tentang anggapan dia tentang Yesus hanya sebagai sahabat Lazarus, bahwa benar Dialah Mesias. Dialah kebangkitan dan hidup.
Maria
Tanggapan Maria dalam peristiwa ini berbeda dengan Marta. Maria menanggapinya dengan sikap emosional yang tinggi dengan keharuan yang mendalam. Air matanya menggambarkan tanggapannya tentang situasi yang dialaminya. Ketika ia berjumpa dengan Yesus ia bersujud di kaki Yesus dan menangis. Maria sangat mengharapkan Yesus tidak harus terlambat hadir. Pikirannya bahwa kalau Yesus berada disitu tentunya Lazarus pasti bisa ditolong, ”sayang sekali Guru tidak ada disini”.
Penekanan Maria ”saudaraku” menggambarkan sifatnya yang lembut dilukai oleh hilangnya obyek kasihnya.[160]
Kesedihan dan ratapan Maria memberikan perasan kuat pada Yesus. Masygullah hati Yesus (Yoh 11:33-35) demikian yang digambarkan Yohanes, menyiratkan kemarahan terhadap kematian sebagai musuh terbesar manusia.[161]
Dalam peristiwa ini, keharuan Yesus tidak diakibatkan oleh kematian jasmani saja. Yohanes mencatat juga teriakan kemenangan (”sudah selesai”) dari kayu salib tepat sebelum Yesus menyerahkan nyawa-Nya (Yoh 19:30), yang mengubah rasa ngeri menjadi rasa menang: misi-Nya sudah selesai.[162]
Demikianlah pengharapan yang ditanamkan dalam hati Maria. Dengan iman tersebut ia berani bertindak bersama Marta untuk menyingkapkan tabir kematian dengan mendorong batu kubur. Yesus mengajarkan untuk mengharapkan sesuatu yang mustahil menjadi mungkin dalam kuasaNYa. Inisiatif dan tindakan Maria dan Marta sebagai tindakan iman dalam menentang penilaian nalar dan ketidakpercayaan, ”Lazarus sudah membusuk”.
Kepiluan dan kesedihan Maria dan orang-orang yang menyertainya di dalamnya kemuliaan Tuhan akan segera diyatakan. Imanya ini memampukan Maria untuk berpindah dari kematian rohani kepada kehidupan rohani yang sejati dalam Kristus. Iman yang sejati itulah kemuliaan Allah dapat dinyatakan dan membangkitkan Lazarus yang mati.
Para Murid
Para murid dalam peristiwa ini masih memiliki sikap pesimis dan keyakinan yang belum kokoh. Para murid takut akan sikap kembalinya Yesus ke Yudea yang membahayakan Yesus karena orang Yahudi mencoba melempari Dia (8). Sikap pesimis ini dijawab oleh Yesus: "Bukankah ada dua belas jam dalam satu hari? Siapa yang berjalan pada siang hari, kakinya tidak terantuk, karena ia melihat terang dunia ini” (11:9). Maksud yang tersirat adalah bukan keselamatan diri yang penting tetapi amanat dan kewajibanNya itulah yang utama.[163] Kematian hanyalah suatu peristiwa kecil dalam karirNya. Dan kalaupun pembangkitan Lazarus membawa bahaya bagi diri-Nya Ia akan menghadapi tanpa mundur.[164]
Masalah yang belum dipahami para murid adalah ungkapan Yesus, Ia menyebut kematian itu ”tidur”(11). Dikatakan bahwa seorang telah meninggal dan telah dihidupkan kembali ( kecuali jika acuan ini penekanannya pada Lazarus yang tidur) naratif ini hanya terjadi dalam Yohanes dan ini jelas memuat karakteristik Yohanes. Sikap Yesus terhadap kematian bahwa Ia tidak mendukung pandangan bahwa penderitaan dan kematian merupakan bukti bahwa orang telah berbuat dosa-dosa khusus (seperti contoh Luk 13:1-5).
Kata “tidur” lazim digunakan orang-orang Ibrani dengan arti “meninggal” dan Yesus kadang-kadang memakainya. Dalam Perjanjian Lama apabila kata “tidur” ini diterapkan untuk kematian, maka konteksnya selalu memperlihatkan penggunaannya sebagai kiasan. Pada masa antara Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama, kata itu juga digunakan sebagai bentuk sinonim untuk kematian[165]. Kata Yesus: "Penyakit itu tidak akan membawa kematian, tetapi akan menyatakan kemuliaan Allah, sebab oleh penyakit itu Anak Allah akan dimuliakan." Yesus sedang memandang jauh kedepan melampaui kematian jasmani menuju peristiwa kebangkitan Lazarus. Penyakit ini tidak menghalangi perwujudan kemuliaan Allah.
Tetapi contoh dalam kisah kematian anak Yairus, Yesus berkata anak itu tidak mati tetapi “tidur” (Mat 9:24 = Mrk 5:39 = Luk 8:52). Keadaan Lazarus dan anak perempuan Yairus bukanlah suatu keadaan tidak sadar, tetapi suatu keadaan kematian yang tak dapat dihindarkan oleh manusia. Orang yang menyaksikan peristiwa itu tidak mengerti arti tidur dan kematian karena itu mereka mencemoohkan Yesus.[166]
Pandangan yang lebih baik terhadap kematian ini dilihat dari sudut pandang orang-orang yang sedang berkabung bahwa keadaan kematian ini dianggap seolah-olah sebagai “tidur”. Ini merupakan suatu cara menilai kematian yang baru berdasarkan kuasa Kristus yang tidak berada dibawah kuasa maut.[167]
Peristiwa kematian sebagai suatu periode ketidaksadaran yang melampauinya akan ada kebangkitan kepada hidup”.[168]
Kalau iman mereka dapat mengatasi ketakutan mereka, dan melompati rintangan yang diciptakan oleh apa yang disebut finalitas kematian (segala sesuatu berakhir dengan kematian), maka mereka akan disiapkan secara memadai untuk goncangan yang diakibatkan oleh penyaliban dan kebangkitanNya yang akan datang.[169]
Tomas mewakili para murid dalam menggambarkan semangat dan imannya.
Lalu Tomas, yang disebut Didimus, berkata kepada teman-temannya, yaitu murid-murid yang lain: "Marilah kita pergi juga untuk mati bersama-sama dengan Dia(11:16). Rasa pesimis dan keputusasaan inilah yang akan dipulihkan Yesus dengan cara tanda dan mujizat kebangkitan Lazarus dari kematian.
Iman Tomas bersifat berani tetapi tidak berkemenangan.[170] Ia siap menerima kemungkinan mati syahid sebagai kewajiban, tetapi ia tidak mempunyai konsep tentang kemenangan atas kematian dan semua kuasanya. Iman belum lagi beralih dari tekad kepada pengertian.[171] Yohanes memperlihatkan doa Yesus, sebagai Anak yang berdoa kepada Bapa-Nya. Lalu Yesus menengadah ke atas dan berkata: "Bapa, Aku mengucap syukur kepada-Mu, karena Engkau telah mendengarkan Aku” Doa ini merupakan pergumulan batin yang sangat dalam dimana Ia membagikan ketegangan dengan Bapa-Nya dan berakhir dengan kemenangan.
Unsur utama yang diajarkan dari doa itu kepada para murid-Nya bahwa doa itu mengarah keluar dari diri-Nya berpusat pada kebutuhan-kebutuhan murid-murid-Nya.[172] Perbedaan yang sangat penting disini adalah Yesus tidak pernah menyebut Allah sebagai Bapa ”kami”, Ia membedakan keadaan diri-Nya sebagai Anak dan keadaan orang-orang lain. (Yoh 20:17). Perbedaannya terletak pada manusia dalam relasinya dengan Allah sebagai ”yang diciptakan” dan Pencipta” sedangkan Yesus sebagai Allah sendiri yang sehakekat dengan Bapa.
Melalui peristiwa kematian Lazarus membuktikan jati diri Yesus yang sebenarnya dan maksud Yesus adalah untuk memberikan suatu perubahan sikap dimana sikap para pengikut-Nya terhadap kematian akan benar-benar berbeda dengan sikap orang-orang lain, sehingga mereka dapat menghadapinya tanpa rasa takut.
Tanda ini telah digenapi bahwa Dialah kebangkitan dan hidup. Pesan yang disampaikan dalam peristiwa ini:
Sebuah permulaan baru yang menyeluruh yang sedang Allah kerjakan dalam Kristus – sebuah permulaan yang menempatkan kuasa kematian sekalipun dibawah pengaturan Allah.
Tanda ke tujuh yang agung ini mengarahkan kita kepada kebangkitan Yesus sendiri
Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya (Yoh 10:11). Dari kebangkitan Lazarus ini mengatakan bahwa Kristus adalah Sang Pembebas dan memerdekakan umat manusia dari belenggu kematian dan penindasan kuasa maut. Ia yang memelihara dan memberi perlindungan dan kehidupan bagi domba-domba-Nya.
Ada suatu kehidupan baru yang ditawarkan dan sedang dikerjakan oleh Yesus. Ia menyiapkan umat-Nya untuk suatu kehidupan kekal yang penuh dengan pengharapan dan sukacita. Tidak ada ketakutan menghadapi kematian secara jasmani untuk sementara waktu, untuk berpindah kepada suatu kehidupan yang sejati. Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu (Yoh 14:2).
Kebangkitan dan kemenangan-Nya atas maut memberikan jalan bagi manusia untuk percaya bahwa ada pengharapan dalam kebangkitan dan kehidupan yang telah dikerjakan-Nya.
Kesimpulan dari tahun ketiga pelayanan Yesus adalah: Dua tanda terakhir yang dilakukan Yesus yakni orang buta disembuhkan dan Lazarus dibangkitkan memiliki tujuan agar iman dikuatkan dan memperoleh hidup. Kisah ini merupakan gambaran kematian dan kebangkitan Yesus. Tanda ini mempersiapkan mereka untuk bertahan dan tetap teguh ketika Yesus harus mengalami kematian dan kemudian bangkit dan meninggalkan mereka. Ada kehidupan sesudah kematian dan Yesus menjamin bagi yang mau percaya. Kristus hadir sebagai contoh dari kehidupan dan merupakan karunia dan tujuan Allah bagi semua umat manusia.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil kajian kepustakaan yang dirangkum dan di simpulkan maka penulis menemukan beberapa kesimpulan :
Tujuan tanda di tahun pertama adalah: persiapan Yesus untuk menyucikan dan melayani orang-orang Yahudi yang mengerti Taurat namun terikat dengan tradisi kuno seperti Nikodemus, meyakinkan orang berdosa akan keselamatan dalam diri-Nya seperti perempuan Samaria. Yesus mengarahkan iman mereka untuk menunjukkan kedaulatan-Nya atas alam dan kuasa-Nya untuk mengubah orang berdosa menjadi anak-anak Allah secara rohani (Yoh 3:1-15).
Tujuan tanda di tahun kedua adalah: agar mereka “percaya”. Rentetan peristiwa dan tanda di tahun kedua ini memberi keyakinan dan iman yang kokoh bagi para pengikut dan para murid-Nya. Seperti pengakuan Petrus: “dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah (6:69).” Proses percaya disini adalah menerima Dia, menjadikan-Nya bagian dari kehidupan karena diyakinkan oleh tanda-tanda, yang merupakan bukti dari kekuasaan pribadi Yesus dan iman mereka makin diperteguh.
Tujuan tanda di tahun ketiga adalah: agar iman dikuatkan dan memperoleh hidup. Kisah kebangkitan Lazarus merupakan gambaran kematian dan kebangkitan Yesus. Tanda ini mempersiapkan mereka untuk bertahan dan tetap teguh ketika Yesus harus mengalami kematian dan kemudian bangkit dan meninggalkan mereka. Ada kehidupan sesudah kematian dan Yesus menjamin bagi yang mau percaya. Kristus hadir sebagai contoh dari kehidupan dan merupakan karunia dan tujuan Allah bagi semua umat manusia.
Kitab Yohanes membuktikan bahwa tanda-tanda sepanjang pelayanan Yesus, yaitu ke-tujuh tanda itu turut bersaksi bahwa Dialah Mesias yang telah datang untuk memberikan kelepasan bagi yang terikat dan menyelamatkannya. Tanda-tanda itu membuktikan keilahian Yesus sebagai yang diutus Allah. Tidak ditemukan bahwa tanda-tanda itu bersifat pertunjukkan semata, justru sebagai media untuk peneguhan bagi keotentikan berita yang disampaikan oleh Yesus dan meneguhkan identitasNya sebagai Mesias dari Allah.
Dalam tanda-tanda itu pernyataan Tuhan dinyatakan, melalui tanda-tanda itu menimbulkan percaya, di dalam percaya itu ada sikap dan reaksi yang muncul sebagai respon terhadap kebenaran-kebenaran yang dinyatakan. Melalui sikap percaya itu ada kehidupan yang dihasilkan sebagai tujuan dari pengharapan yang ditawarakan oleh Yesus.
Memang masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus di depan mata murid-murid-Nya, yang tidak tercatat dalam kitab ini, tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya (Yoh 20:30-31).
Saran-Saran
Dari hasil kajian ini penulis memberikan saran kepada para pembaca bahwa kita tetap percaya mujizat sudah, sedang, dan akan terjadi, dan tetap terjadi sepanjang kehidupan manusia di bumi ini, sampai semuanya digenapi.
Sebagai orang yang percaya, kita harus meyakini bahwa janji-Nya itu “ya” dan “amin”. Ia tetap menyertai dan berkarya bagi kita demi kerajaan dan kemuliaan yang telah Ia sediakan bagi orang-orang yang mengasihi Dia.
Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya: mereka akan mengusir setan-setan demi nama-Ku, mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka (Mrk 16:17).
Sikap yang dewasa sebagai orang yang sudah ditebus dan diselamatkan, hendaklah kita memiliki pengetahuan yang benar akan kebenaran Allah. Mujizat bukan merupakan satu-satunya media yang mutlak untuk memperoleh keselamatan namun sebagai alat untuk mewujudkan tujuan Ilahi yaitu keselamatan bagi seluruh manusia melalui Yesus Kristus sebagai Jalan Keselamatan itu. Hendaklah mujizat di tempatkan secara proposional dan melihat Tuhan sebagai obyek yang harus disembah dan dipuji. Hanya Dia-lah sumber keselamatan dan kehidupan kita.
Sebagai hamba-hamba Tuhan yang bekerja di ladangnya, hendaklah tidak fanatik dalam mengharapkan mujizat harus terjadi dalam segala aspek pelayanan dan kehidupan, tetapi biarlah Allah berkarya melalui pekerjaan-Nya dengan meneguhkan segala karya-Nya sesuai dengan kehendak-Nya.
Melalui karya ini penulis mengharapkan dan bersyukur bila kita menyadari dan mensyukuri bahwa mujizat terbesar dalam hidup adalah kita bisa percaya dan menerima Yesus sebagai Juruselamat dan dengan sukacita menghidupi kehidupan yang dianugerahkan dan disediakan bagi kita di masa sekarang dan yang akan datang.
Mujizat tidak terjadi sembarangan sepanjang kitab suci tetapi sebagai perlambangan untuk suatu maksud dan tujuan tetentu. Kisah-kisah ini dapat kita pelajari dalam Perjanjian Lama. Beberapa kisah tersebut misalnya dalam kisah Musa dan Yosua, Elia dan Elisa, dan Kristus dan Para Rasul.
Mujizat Dalam Perjanjian Lama
Dalam kisah Musa, perlambangan dari kisah Mesir adalah bahwa Mesir berada dibawah pemerintahan manusia yang telah jatuh ke dalam dosa dan sistem pemerintahannya mewakili sistem pemerintahan Allah namun terdiri dari para allah yang telah jatuh. Firaun sendiri memiliki karakter sebagai allah bagi rakyatnya. Namun yang lebih penting adalah bahwa Allah hendak menunjukkan supremasi kekuasaan-Nya yang melebihi seluruh pemerintahan yang telah didirikan di bumi seperti yang akan dilakukanNya dihari-hari terakhir dengan serangkaian kutukan dan malapetaka yang serupa.
Oleh sebab itu istilah Keluaran merupakan sebuah pencerminan langsung dan penolakan sistem kepercayaan Mesir. Kutuk-kutuk yang dinyatakan di kitab Keluaran merupakan sebuah serangan langsung terhadap tugas-tugas khusus atau manifestasi-manifestasi para dukun yang terlibat.
Perbuatan-perbuatan yang luar biasa dari Musa dan Harun entah itu berupa tipuan tukang sulap ataupun tidak, dimaksudkan sebagai penyataan. Itulah sebabnya hal-hal seperti itu lazim disebut “tanda” (semeion-arah dan petunjuk jalan). Ciri khas suatu tanda ialah bahwa tak ada nilai terdapat dalam dirinya sendiri.[15] Arti penting dari tanda-tanda tersebut adalah bahwa Musa diberi kuasa melampaui roh iblis, melebihi kedagingan manusia, dan melebihi air yang mengalir yang merupakan simbol dari kekuatan roh. Setelah peristiwa tulah-tulah di Mesir, Israel dituntun untuk menyaksikan mukjizat ajaib ketika dituntun Tuhan melewati Laut Merah.
Kisah penyeberangan Laut Merah (Kel 13:18-14:13) terjadi karena tindakan ajaib yang lansung dari Allah (ay 21). Para penulis Alkitab memakai peristiwa ini untuk mengingatkan umat Allah akan kuasa dan kebesaran-Nya. Pembebasan Israel melalui Laut Merah menetapkan janji Allah, Tuhan akan berperang untuk kamu.[16]
Terbentuknya dua tembok air besar oleh angin yang kuat memerlukan suatu mujizat; ini bukan sekedar suatu peristiwa alami. Air tertimbun di kedua sisi, membuka suatu jalur yang mungkin selebar beberapa kilometer (bd. Mzm 74:13).[17] Ketika melihat hukuman Allah yang begitu dahsyat atas tentara Mesir, takutlah bangsa itu kepada Tuhan, melihat pembebasan ajaib dari Allah, mereka percaya kepada Tuhan (Kel 14:31).[18]
Kisah Yosua, bahwa Yosua berdoa untuk suatu mujizat. Dan Allah mengabulkan doanya (Yos 10:11-12). Cara tepat yang dipakai Allah untuk memperpanjang siang hari itu tidak diberikan. Allah dapat memperlambat perputaran bumi, memiringkan bumi pada porosnya seperti di utara dimana matahari tidak terbenam, atau menyebabkan sinar matahari membias.[19] Cara apapun yang dilakukan oleh-Nya perpanjangan hari itu merupakan jawaban yang luar biasa atas suatu doa (ay. 12-14). Allah yang menciptakan bumi dan benda-benda angkasa dengan fungsi-fungsi masing-masing dapat juga menahan gerakan alami semua itu untuk mencapai maksud-Nya (bd. Yes 38:7-8).[20]
Kitab sejarah menggambarkan peranan para nabi dalam kaitanya dengan berkat dan kutuk. Konsep sejarah di Israel dan Timur Dekat kuno menggambarkan keadaan dan fakta bahwa adanya kepercayaan terhadap para dewa.
Dengan adanya sifat para dewa yang sewenang-wenang dan selalu berubah-ubah, membuat sistem “pertanda” atau mujizat itu sangat perlu.[21] Walaupun Israel menerapkan sistem pemerintahan monoteisme, ada saja praktek penggunaan ramalan, pertanda, dan mantra-mantra dari dewa-dewa yang olehnya kuasa dan sifat Yahweh harus dinyatakan.
Elia tampil sebagai nabi yang diurapi Tuhan. Pelayanan kenabiannya mengambil tempat di kerajaan utara selama pemerintahan dinasti Omri.[22]
Cerita-cerita tentang Elia mengutarakan banyak peristiwa dan mujizat-mujizat. Diantaranya ada enam peristiwa yang terjadi dalam hidupnya: pemberitaan masa kekeringan dan pelariannya yang kemudian adu kuasa di gunung Karmel, pelariannya ke Horeb, peristiwa Nabot, nubuat mengenai Ahazia dan kenaikannya ke sorga.
Banyak mujizat dan tanda ajaib menyertai pelayanan Elia. Allah bekerja melaluinya untuk menyatakan kuasa Allah yang dahsyat. Elia hanyalah seorang manusia tetapi ia memiliki Kuasa Roh yang besar. Ia dipenuhi oleh kuasa Roh Kudus dan di kontrol oleh Roh Kudus. Salah satu mujizat dalam pelayanannya adalah mujizat tepung dan minyak. Maksudnya adalah Yahweh ingin mengalahkan dan menentang kekuatan dewa-dewa Baal yakni yang disembah sebagai dewa cuaca. Allah menunjukkan kuasaNya bahwa hanya Dialah yang berkuasa atas matahari dan hujan. Dialah yang memelihara Elia di dalam negeri penyembahan Baal itu sendiri yakni di Sarfat dekat Sidon.[23] Kisah penyembuhan anak seorang janda di Sarfat memberikan arti bahwa dialah Yahweh yang berkuasa atas seluruh ciptaanNya dan Dia berkuasa atas kematian.
Dalam pelayanan Elisa pengganti Elia, kisah Naaman sebagai suatu mujizat yang ajaib. Kisah ini menunjukkan pemeliharaan Allah (ay.1-14), kuasa dan kasih karunia-Nya yang menyelamatkan (ay.15-19), dan hukuman-Nya atas dosa (ay. 20-27). Yang menonjol dalam kisah ini ialah kebenaran bahwa kasih karunia dan keselamatan Allah tidak terbatas pada Israel, tetapi bahwa Ia ingin menunjukkan belas kasihan kepada bangsa bukan Israel dan menuntun mereka untuk mengenal Allah yang Esa dan benar (lih. Luk 4:18-19, 25-27).[24] Naaman diperintahkan Elisa untuk memandikan dirinya di sungai Yordan agar sembuh (2Raj 5:1-14). Nas ini melambangkan Yesus dan Perjanjian Baru bahwa kasih karunia Allah menyelamatkan itu menjangkau sampai di luar bangsa Israel (bd. Luk 4:27; Kis 22:21; Rm 15:8-12), dan bahwa untuk menerima keselamatan itu, kita harus meninggalkan kesombongan kita dan merendahkan diri di hadapan Allah (bd. Yak 4:10; 1 Ptr 5:6), dan mencari pembasuhan di dalam darah Yesus, persediaan Allah untuk pembersihan kita (bd. Kis 22:16; 1 Kor 6:11; Tit 3:5; 1 Yoh 1:7, 9; Why 1:5).
Mujizat Dalam Perjanjian Baru
Mujizat selalu menghiasi sepanjang berita-berita dalam Perjanjian Baru. Berawal dari pelayanan Yesus sampai kebangkitan-Nya dan dilanjutkan lagi oleh para Rasul. Untuk bagian mujizat-mujizat dalam pelayanan Yesus akan dibahas dalam bab-bab selanjutnya. Pelayanan para Rasul setelah kebangkitan Yesus, banyak tanda yang menyertai pelayanan mereka. Seperti contoh Paulus dalam suatu pelayanannya di Efesus (Kis 19:11-12) ditandai dengan berbagai mujizat penyembuhan dan pelepasan dari setan-setan dan roh-roh jahat. Kain atau saputangan yang pernah menyentuh tubuhnya (yaitu saputangan keringat atau celemek yang dipakainya ketika membuat tenda). [25] Paulus hanya melipatgandakan kuasa yang ada di atasnya melalui sarana-sarana yang nyata, dengan menyembuhkan dan membebaskan orang dalam jumlah lebih banyak daripada yang dapat disentuhnya sendiri dengan tangannya.[26] Demikian juga dengan Petrus dalam pelayanannya. Bayangan Petrus sebagai media dan alat dimana kuasa Allah bekerja untuk menyembuhkan orang dan melalui dia mujizat-mujizat yang besar dari Allah di wujudkan (Kis 5:15).
Mujizat-mujizat diberikan untuk menyatakan keotentikan berita. Mujizat dalam Perjanjian Baru untuk mengabsahkan berita baru yang diberikan oleh para Rasul. Mrk 16:20 : ”Mereka pun pergilah memberitakan Injil ke segala penjuru, dan Tuhan turut bekerja dan meneguhkan firman itu dengan tanda-tanda yang menyertainya.”
Pembahasan sebelumnya telah ditegaskan bahwa fokus kajian ini diarahkan kepada Injil Yohanes maka untuk lebih dalam memahami semua tanda-tanda ajaib dalam kitab Yohanes pada pembahasan selanjutnya maka terlebih dahulu pembahasan ini diarahkan kepada pribadi yang menulis Injil ini serta latar belakangnya.
Latar Belakang Kitab Yohanes
Bila kita membaca Injil Yohanes akan kita temukan perbedaan yang besar antara kitab Yohanes dan ketiga Injil Sinoptik.
Pada Injil Matius (Injil Kerajaan), tokoh Yesus digambarkan sebagai Raja Israel, Anak Daud dengan silsilah Rajani dengan tema utamanya yaitu Taurat dan janji. Lebih dari tiga puluh tiga kali kata kerajaan surga mendominasi sepanjang kitab ini. Kitab ini ditujukan kepada orang-orang Yahudi. Secara simbolik Injil ini digambarkan sebagai ”Singa dari Yehuda”. Injil Markus (Injil Kehambaan)., tokoh Yesus digambarkan Hamba Tuhan (tanpa silsilah). Tema utamanya ”pelayanan” (memberikan nyawa-Nya dan melayani). Lebih dari empat puluh tiga kali kata ”segera” (euthys, eutheos) diungkapkan sepanjang kitab ini. Kitab ini ditujukan kepada orang-orang Romawi (”modius, cencus,speculator, centurio”). Secara simbolik kitab ini digambarkan dengan simbol ”lembu”. Injil Lukas (Injil kemanusiaan), tokoh Yesus digambarkan sebagai ”Anak Manusia” (silsilah dari Adam). Tema utamanya ”kasih karunia dan persekutuan.” Kata kuncinya adalah ”Anak Manusia.” Injil Lukas ditujukan kepada orang-orang Yunani (katecheo=maklumat resmi). Gambaran simbolik bagi kitab Lukas adalah ”Manusia.” Berbeda dengan Injil Yohanes. Injil Yohanes (Injil Keilahian) menempatkan tokoh Yesus sebagai ”Anak Allah” (masa Pra-eksistensi). Tema utama yang disampaikan adalah ”tanda supaya percaya dan memperoleh hidup.” Kata “percaya” (pistis) sebanyak sembilan puluh delapan kali disepanjang kitab ini. Kitab ini ditujukan kepada seluruh manusia (kasih karunia Allah). Gambaran simbolik bagi kitab Yohanes adalah “rajawali.”
Bila kita mengkomparasikan struktur, isi, tekanan dan respon pendengar kitab Injil sinoptik dengan Injil Yohanes maka akan tampak seperti:
- Secara struktur Runtutan pelayanan Yesus secara geografi berawal dari Galilea, berbalik ke Utara dengan pengakuan Petrus sebagai klimaks dan akhir transisi, pelayanan di Yudea dan Perea kemudian berakhir di Yerusalem. Beda dengan Injil Yohanes yang berfokus di Yerusalem.
- Dari segi isi, kisah dalam ketiga Injil banyak kesamaan peristiwa yang menyangkut penyembuhan Yesus, pengusiran roh jahat, dan pengajaran tentang perumpamaan. Beda dengan Injil Yohanes dengan penekanan arti penyembuhan tanpa catatan peristiwa pengusiran setan dan pengajaran perumpaan.
- Tekanan: Injil Sinoptik konstan pada tindakan-tindakan seperti pengutusan murid-murid, transfigurasi, kejadian di bukit zaitun, perjamuan terakhir. Injil Yohanes menekankan perenungan.
- Respons Pendengar, dalam Injil Yohanes, Yesus berbicara secara panjang-lebar bukan dalam bentuk perumpamaan yang disertai tanggapan dari para pendengar
Penulis Injil Yohanes
Bagian ini menjadi bagian yang sangat diperdebatkan dan menjadi diskusi yang problematik. Salah satu yang diperdebatkan adalah bukan Rasul Yohanes, murid Yesus sebagi penulis Injil ini melainkan Bishop Yohanes.
Salah satu bukti eksternal bahwa tradisi Kristen sejak abad yang kedua masehi mengatakan bahwa Injil ini memiliki hubungan yang erat dengan Rasul Yohanes. Saksi pertama Irenius seorang Uskup Lyons di tahun 177 dengan jelas menyajikan bukti tersebut. Irenius mengenal Polikarpus yang mengenal Rasul Yohanes dan ia mengakui kontak langsung dengan Rasul Yohanes.[27] Selain itu kita dapat menelusurinya dari bukti-bukti internal yang menjadi referensi siapa penulis Injil ini.
Tidak ditemukan satu namapun di dalam teks sebagai penulis dari Injil ini. Walaupun di dalamnya tertulis “murid yang dikasihi”. Murid yang dikasihi Yesus disebutkan lima kali di dalam Injil ini. Kata ini muncul hanya dalam bagian akhir kitab ini. Bagian-bagian yang menyebutkan kata itu adalah:
- Yoh 13:23. Murid yang dikasihi Yesus itu dekat dan bersandar kepada-Nya. Bersama dengan Yesus dalam perjamuan Paskah. Petrus memberi isyarat dan bertanya kepada murid ini tentang penghianat yang menghianati Yesus (13:24)
- Yoh 19:26. Murid yang dikasihi Yesus berdiri di samping Maria dekat dengan salib Yesus.
- Yoh 20:2-10. Petrus dan murid yang lain yang dikasihi Yesus (bd 18:15-16) yang menemukan dan melihat kubur Yesus kosong.
- Yoh 21:7, 20-23. Murid yang dikasihi Yesus itu terlibat bersama Petrus dalam mujizat penangkapan seratus lima puluh tiga ekor ikan. Murid itu juga mengetahui kebangkitan Yesus sebagai Allah. Dia juga selalu bersama-sama dengan Yesus dan Petrus dan mendengar tentang diskusi mengenai akhir hidupnya (20).
- Yoh 21:24. Referensi terakhir ini tidak menggunakan frase ”murid yang dikasihi” tetapi titik penekanannya kepada dia sebagai murid yang sama yang dimaksudkan. Dialah murid yang memberikan kesaksian dan menuliskannya, dan semua kesaksiannya itu benar.
Dalam Yoh. 21:2 dikatakan disana ada anak-anak Zebedeus. Zebedeus adalah seorang nelayan, bapak dari Yakobus dan Yohanes (Mat 4:21) suami dari Salome (Mt 27:56; Mrk 15:40). Salome adalah Ibu Yohanes dan saudari dari Maria ibu Yesus (bd Yoh 19:25; Mrk 16:1). Jika ini diterima dan memiliki hubungan dengan murid yang dikasihi Yesus maka Yohanes sebagai penulis yang dimaksudkan dalam Injil ini.
Hanya satu di antara sahabat-sahabat Yesus yang paling dekat bisa tepat mengetahui keadaan-keadaan ini. Yakobus terbunuh pada awal sejarah gereja (Kis 12:2). Petrus, Tomas, dan Filipus begitu sering disebut sebagai orang ketiga, hingga tidak ada kemungkinan bahwa merekalah penulisnya.[28] Yohanes anak Zebedeus adalah satu-satunya kemungkinan yang tersisa, dan dengan menganggap dirinya sebagai penulis Injil ini.[29]
Yohanes anak Zebedeus adalah rasul yang paling muda kira-kira 25 tahun, lahir pada tahun 1 M dan meninggal tahun 100 M. Ia yang tinggal bersama-sama dengan Yesus sampai pada kenaikan-Nya kemudian menjalani hukuman di Yerusalem di masa tuannya.[30]
Kesaksian tradisi Kristen serta bukti yang terkandung dalam injil ini sendiri menunjukkan bahwa penulisnya adalah Yohanes anak Zebedeus, salah satu diantara dua belas murid dan anggota kelompok inti Kristus (Petrus, Yohanes dan Yakobus).[31]
Menurut beberapa pendapat seperti Clement dari alexandria mengakui bahwa Injil Yohanes ditulis oleh Yohanes. Polycrates dari Efesus mengakui bahwa Yohanes, yang telah bersandar pada Tuhan Yesus, dikuburkan di Efesus. Irenius menyatakan bahwa Yohanes menulis Injil ketika ia berdiam di Efesus[32].
Tampaknya penulis Injil ke-empat ini rindu supaya identitasnya sebagai Yohanes anak Zebedeus tenggelam dalam suatu identitas yang jauh lebih indah yaitu “murid yang dikasihi Yesus”. Suatu identitas yang mengandung pemahaman kehidupan rohani yang dewasa dan mantap.[33]
Waktu Dan Tempat Penulisan Injil Yohanes
Injil ini ditulis kira-kira sebelum tahun 100M.[34] Seperti ungkapan Carson: salinan paling tua yang ditemui disebut Papyrus 52, yang terdiri dari beberapa kata dari Yoh 18. melihat gaya huruf dan bahan tulisan, ditaksir bahwa papyrus tersebut disalin pada tahun 130 M. dari akhir abad kedua ada dua naskah, yaitu Papyrus 66 yang mengandung hampir seluruh Injil Lukas, Yohanes 1-12, dan sebagian dari 12-15. papyrus 45 mengandung keempat Injil dan Kisah Para Rasul, tetapi keadaannya rusak, banyak kata di dalamnya tidak dapat dibaca. Naskah tersebut disalin pada awal abad ketiga. Dari abad keempat dan seterusnya ada banyak naskah yang utuh.[35]
Ada tradisi yang meyakinkan bahwa Rasul Yohanes hidup sampai lanjut usia (Irenius), dan bahwa Injil Yohanes ditulis setelah Injil matius, Markus, dan Lukas (Irenius, Clement dan Eusebius). Namun demikian tidak ada tradisi yang kuat bahwa Injil Yohanes ditulis pada waktu Rasul Yohanes sudah lanjut usia.[36] F. Kenyon mengungkapkan bahwa penemuan-penemuan potongan Fragmen Rylands, yang mengandung suatu penggalan dari Yohanes 18:31-33, 37-38, menunjukkan bahwa Injil Yohanes mungkin digunakan dalam pertengahan yang pertama dari abad kedua.[37] Goodenough mengajukan pendapat bahwa Injil Yohanes mungkin sudah ditulis pada tahun 40.[38] Walaupun dalam kesulitan penentuan waktu dan tempat penulisan, nampaknya jawaban yang paling tepat adalah Injil Yohanes ditulis di Asia Kecil, mungkin di Efesus, menjelang akhir abad yang pertama, ketika pertumbuhan gereja sudah mencapai kematangannya, dan ketika sudah timbul kebutuhan akan ajaran yang lebih lanjut tentang kaidah iman.[39]
Tujuan Penulisan Injil Yohanes
Yohanes menulis Injilnya ketika dia diperhadapkan dengan berbagai ajaran sesat dan bidat-bidat. Maksud ia menuliskan Injil ini sebagai apologetika terhadap ajaran-ajaran sesat atau bidat-bidat.
Materi dalam injil ini dimaksudkan untuk menyanggah beberapa doktrin sesat yaitu doktrin-doktrin Gnostik, dan khususnya doktrin Cerinthus, yang percaya bahwa Yesus hanyalah seorang manusia yang didiami Roh Kristus.[40] Ajaran gnostik pada masa ini hanya merupakan ajaran proto-gnostik sebagai embrio dari ajaran gnostik. Yang dimaksud dengan istilah gnostisisme adalah adalah sistem-sistem gnostik yang telah dikembangkan dan baru mulai muncul pada abad ke 2 M.[41] Sedangkan gnosis adalah gagasan-gagasan umum yang belum dikembangkan, bisa disebut pra-gnostisisme.[42]
Pada abad pertama ini banyak pengaruh dari agama-agama timur yang menjanjikan kelepasan dari segala kesukaran dan penderitaan di dunia ini. Agama-agama ini memberi kepada manusia suatu ilmu kebajikan yang baru, suatu perasaan keamanan dan perlindungan yang menghiburkan hati, serta pengharapan yang sungguh akan dibebaskan kelak dari segala kesulitan dan kesengsaraan yang diderita oleh tubuh dan jiwa dalam hidup yang fana ini.[43] Pada masa-masa ini berkembanglah ibadat kepada dewa-dewa asing diseluruh kekaisaran. Penyembahan terhadap dewi Isis dan dewa Osiris di negeri Mesir, Baal di Siria, dewa Mitras di Persia dan dewi Kybele di Asia Kecil. Ilmu nujum (astrologi) dari Babel tak kurang pula diselidiki, dan agama-agama rahasia (misteri) dari Yunani pun bertambah besar pengaruhnya.[44]
Gnosis bersifat sinkretik, yang berupaya untuk memadukan beberapa aliran keagamaan kedalam suatu kesatuan, maka sejak awal hal itu merupakan ancaman yang serius bagi kekristenan.[45]
Setelah abad pertama dan sekitar abad kedua ajaran gnostik mulai terasa kuat pengaruhnya sebagai ajaran gnostik yang mapan muncul dengan ajaran-ajarannya mengenai suatu hikmat tertinggi yang rahasia dan tersembunyi tentang asal dan tujuan hidup manusia. Wujudnya berupa sinkritisme yang dualistis-pantheistis. Alasan inilah maka Paulus dan Yohanes telah mengingatkan pembacanya supaya jangan tertipu dengan pengajar-pengajar yang sesat dengan hikmat dan marifatnya yang istimewa dengan menyangkali keberadaan Yesus yang telah datang sebagai manusia (1Tim 6:20, 1Yoh 4:1-3).
Puncak pengaruh gnostik kira-kira pada tahun 150, dengan kota Alexandria sebagai pusatnya, juga sebagai tempat kerja Basilides, yang mengarang sebuah tafsiran Perjanjian Baru secara gnostik, dan kota Roma tempat Valentinus seorang ahli gnostik Kristen mengajar gnostiknya.[46]
Yohanes mencoba menyajikan tulisannya dengan lebih unik yang berfokus pada pribadi Yesus untuk menarik kembali perhatian orang-orang Kristen yang cenderung pada ajaran gnostik yang sesat.
Injil Yohanes menjelaskan sifat, maksud serta tujuan Yesus Kristus yang sebenarnya sebagai Manusia dan Allah yang sempurna dalam menciptakan segala sesuatu (Yoh 1:1). Pelayanan Yesus ini digambarkan dengan ”tanda” disepanjang isi Injil Yohanes. Istilah “tanda” digunakan 17 kali dalam Injil Yohanes dan masing-masing dihubungkan dengan ketujuh mukjizat yang disebutkan dalam Injil ini.
Kata-kata mukjizat dalam Perjanjian Baru justru dielakkan untuk dapat menyatakan pengutusan keilahian Yesus.[47] Dalam agama Yahudi dikenal kata lain yang benar-benar dianggap cocok yaitu kata ”tanda” (semeion)[48] Bagi Yohanes ia lebih mengutamakan firman atau pribadi Yesus. Firman itu terungkap dari karya-karya Allah dan dengan demikian merupakan tanda-tanda untuk hadirnya dunia baru. Lain halnya dengan injil-injil Sinoptik. Dalam karya sinoptik banyak ditemukan kata ”kuasa” (dunamis). Istilah ”tanda” menurut pengertian para sinoptisi menekankan jarak, bukan kenyataan itu sendiri, melainkan menunjuk pada yang sebenarnya. Kuasa dapat diidentikkan dengan ’bekerja’ atau ’berkarya’. Sebagaimana yang diungkapkan Yohanes: Yesus berkarya, sama dengan Allah yang berkarya.[49]
Yohanes mengungkapkannya dengan bahasa yang jelas bahwa Yesus adalah Allah dan telah menjadi manusia.
Yohanes memulai Injil ini bukan dari permulaan melainkan pada permulaan[50]. Bagi Yohanes kisah kelahiran di Betlehem bukan menjadi awal mula keberadaan Yesus melainkan awal atau saat Ia menjadi manusia. Penekanannya adalah Yesus sudah ada sebelum dunia ada.
Dari peristiwa pembukaan sampai akhir pelayanan Yesus, terbentang karya-karya Allah yang unik dalam tanda-tanda ajaib. Apakah semua mukjizat itu benar? Pada akhirnya harus dijawab dengan iman dari pribadi – bukan semata-mata kepercayaan bahwa peristiwa-peristiwa itu benar-benar historis, melainkan kepercayaan kepada Kristus yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang ajaib itu.[51] Melalui iman kepada Yesus kita bisa menempatkan keyakinan kita kepada kebenaran-kebenaran yang menyelamatkan.
Yohanes menyatakan tujuannya untuk tulisannya dalam 20:30 yaitu: ”Supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya.”
Naskah kuno Yunani dari Yohanes memakai satu dari dua bentuk waktu untuk kata Yunani yang diterjemahkan ”percaya” (20:31): yaitu aorist subjunctive (”sehingga kamu dapat mulai mempercayai”) dan present subjunctive (”sehingga kamu dapat terus percaya”).[52] Jikalau Yohanes bermaksud yang pertama, ia menulis untuk meyakinkan orang yang tidak percaya untuk percaya kepada Tuhan Yesus Kristus dan diselamatkan. Kalau bagian yang kedua, Yohanes menulis untuk menguatkan dasar iman supaya orang percaya dapat terus percaya kendatipun ada ajaran palsu, dan dengan demikian masuk dalam persekutuan penuh dengan Bapa dan Anak (bd. 17:3).[53] Walaupun kedua tujuan ini didukung dalam kitab Yohanes, isi dari Injil ini pada umumnya mendukung yang kedua sebagai tujuan utama.[54]
Sesuai dengan tujuan Injil ini tentang Yesus sebagai Mesias dan fokus penekanan Rasul Yohanes pada kota Yerusalem sebelum Yesus memulai pelayananNya, Yohanes Pembaptis telah mempermaklumkan bahwa Yesus adalah anak Domba Allah (1:29) Rasul Yohanes mengarahkan pada tanda-tanda sebagai bukti kehadiran Yesus. Ketujuh tanda yang menyertai pelayanan Yesus adalah sebagai berikut:
- Mengubah air menjadi anggur (2:1-11)
- Menyembuhkan anak pegawai istana (4:46-54)
- Menyembuhkan orang sakit di Betesda (5:1-9)
- Memberi makan lima ribu orang (6:1-14)
- Berjalan diatas air (6:16-21)
- Menyembuhkan orang buta (9:1-12)
- Membangkitkan Lazarus(11:1-46)
Peristiwa-Peristiwa Pembukaan
Injil ini banyak memberi keterangan tentang keilahian Yesus (Yoh1:1). Kitab ini diawali dengan tulisan mengenai keberadaan Yesus. Yohanes membuktikan bahwa Allah ada dengan menjelaskan keadaan sebelum penciptaan. Firman itu telah ada sebelum penciptaan alam semesta. Kata yang digunakan disini adalah ”Logos” dalam bahasa Yunani. Kitab ini menekankan dua sisi keberadaan Yesus sebagai Allah dan sebagai manusia. Yohanes memberikan kesan bahwa apabila Firman (logos) menjadi manusia (sark) maka ia benar-benar daging atau manusia sejati. KemanusiaanNya tidak mengurangi kesan keilahian-Nya. Penegasan kemanusiaan Kristus oleh Yohanes sebagai manusia sejati karena hal-hal ini sedang diremehkan. Faktor-faktor kelahiran, silsilah keluarga dan pekerjaan-Nya menjadi kendala dalam pelayanan-Nya. Selain itu segi keilahian juga mendapat perhatian serius.
Dalam satu bagian yang dicatat oleh Yohanes, penegasan yang diungkapkan oleh Yesus dalam pasal 1:18 berkata: Tidak seorang pun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya. Gambaran yang diberikan oleh Alkitab ialah bahwa manusia tidak dapat melihat kemuliaan dan kuasa Allah secara keseluruhan dan tetap hidup. Namun Allah pernah ”dilihat” sampai pada taraf kemampuan manusia untuk melihat-Nya.[55] Perjanjian Baru menyatakan bahwa pada suatu masa dalam sejarah dunia ini, Allah telah dilihat oleh manusia di dalam pribadi Yesus Kristus. Dan barangsiapa melihat Aku, ia melihat Dia, yang telah mengutus Aku (Yoh 12:45). Dialah firman yang telah menjadi manusia yang sedang berkarya ditengah-tengah umat-Nya. Kata-kata selanjutnya tidak banyak disebut mengenai perintah Yesus (1:39-51) setiap penjelasan mengenai pokok keselamatan terbatas pada kata-kata penulis Injil.
Pelayanan Awal (1:1-51)
Tahun pertama Yesus memulai pelayanan-Nya di daerah Yudea. Masa tiga setengah tahun dalam melayani masyarakat. Dalam empat bulan pertama ini, diri-Nya dan pengaruh tindakan serta ajaran-Nya belum begitu terkenal. Alasannya disebabkan karena waktunya belum tiba demikian juga belum ada hal-hal ajaib yang dilakukan-Nya.
Yesus mulai mengarahkan obyek iman kepada diri-Nya melalui tanda-tanda. Fase pertama yang mengawali adalah tanda ”air berubah menjadi anggur” dalam sebuah perayaan perjamuan kawin di Kana di daerah Galilea. Perjamuan kawin di Yudea berbeda dengan di Galilea. Di Yudea biasanya dilakukan dengan penuh keramaian.[56] Suasana yang dapat digambarkan adalah pesta pora. Menurut kebiasaan, mempelai perempuan dijemput oleh sahabat-sahabat mempelai laki-laki lalu dibawa ke rumah laki-laki dengan keramaian besar.[57] Bila dibandingkan dengan pesta di Galilea sangat berbeda. Di Galilea adat perkawinan itu tidak sebesar dan seboros di Yudea.[58] Perayaannya sederhana dan dalam keadaan dan suasana seperti ini Yesus berada disana dan mengawali pelayanan-Nya.
Tanda Pertama - Mengubah Air Menjadi Anggur (2:1-11)
Persinggahan Yesus yang pertama adalah di Galilea, tepatnya di Kana. Kana adalah sebuah desa di tanah tinggi sebelah barat danau dan menjadi tempat tanda pertama dimanifestasikan. Kana merupakan tempat tanda kedua dinyatakan yaitu kesembuhan anak pegawai istana. Kana juga merupakan tempat kediaman Natanael.[59]
Kota Kana mungkin sama dengan kota Khirbet yang terletak 14 kilometer dari Nazaret.[60] Letaknya tidak diketahui dengan pasti; oleh beberapa orang tempat ini disamakan dengan Kefr Kenna, kira-kira 6 km di sebelah utara timur laut Nazaret, di jalan yang menuju ke Tiberias.[61] Tempat ini, dimana telah dilakukan penggalian-penggalian, adalah tempat yang sesuai dengan kejadian-kejadian yang disebutkan dalam Yoh 2:1-11, karena mempunyai banyak sumber air, dan ada banyak pohon ara yang rindang seperti yang dikesankan dalam Yoh 1:48.[62] Banyak ahli modern lebih suka menyamakannya dengan Khirbet Kana, tempat yang telah menjadi reruntuhan, 15 km disebelah utara Nazaret, yang oleh orang Arab setempat masih disebut Kana dari Galilea.[63]
Dialog Yesus Dan Maria
Dalam percakapan itu, Ibu Yesus nampaknya sangat menekankan Yesus sebagai bagian dari keluarga. Kesan yang timbul adalah kasih sayang dari IbuNya. Maria menggambarkan keberadaannya sebagai manusia. Maria tahu bahwa dalam situasi seperti ini, Yesus bisa diandalkan sehingga memaksa dan memerintah Yesus melakukan mujizat. Ibu Yesus dalam situasi ini, menjadi penghalang pekerjaan Allah yang akan dinyatakan. Nampaknya memang demikian karena rentetan peristiwa hidup Yesus belum dipahami dalam satu kerangka yang utuh dan sempurna, sebagai Allah dan manusia.
Yesus telah menjelaskan diri dan misi-Nya semasa kecil waktu berumur dua belas tahun di Bait Allah, Dia telah membuka arah rencana BapaNya dengan berkata. ”Aku berada dirumah Bapaku”. Satu awal penantian Yesus tentang hari dan waktu-NYa. Kisah di Kana ini melanjutkan peristiwa masa kecil-Nya. Ia sedang mengakhiri hubungannya secara alami sebagai manusia dan beralih pada tujuan Ilahi yang diemban-Nya dari Bapa-Nya. Ini adalah suatu saat dan kesempatan yang sangat pribadi. Keadaan seperti inilah yang Yesus perlukan untuk menasehati Maria ibu-Nya tentang suatu status yang baru yang ada di antara Maria dan Dia.
Dialog yang terjadi antara Ibu Yesus dan Yesus (2:4) dalam bahasa aslinya ”ti emoi kai soi? Oupo hekei ho hora mou”(Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba) . Kalimat ini adalah idiom bahasa Ibrani, yang dipakai untuk mengucapkan bahwa seseorang merasa, bahwa orang lain mencampuri sesuatu yang bukan urusan mereka.[64] Ini adalah urusan pribadi yang tidak boleh dicampuri oleh orang lain. Juga dipakai untuk keluhan terhadap sikap negatif yang ditujukan pada diri-Nya. Yesus sedang menyampaikan ketidaksetujuan dan penentangan-Nya terhadap Maria yang memerintahkan otoritas-Nya dibawah kendali Maria. Yesus tahu bahwa tanda ini dalam rencana-Nya dan akan segera terjadi. Yesus menambahkan suatu komentar untuk membangkitkan iman Maria, seperti para murid pada umumnya. Maria juga harus percaya akan Dia. Kalimat tegas yang dilontarkan Yesus: ” "Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba”. Yesus tidak menegur ibu-Nya dengan ”ibu” melainkan dengan ”perempuan”. Jawaban Yesus bukan perkataan yang menghina Maria melainkan perkataan yang penuh kasih sayang. Kalimat ini tidak mengandung unsur penghinaan. Hal semacam ini sudah menjadi tradisi dan kebiasaan di Palestina.[65]
Penjelasan Yesus selanjutnya diikuti kalimat ”SaatKu belum tiba”. Satu seruan peringatan dan kalimat untuk memberikan tempat pada Yang Ilahi untuk bertindak. Kata yang digunakan disini adalah ”hora”. Ungkapan ini bertujuan untuk menyatakan saat manifestasi-Nya yang agung saat kematiaan-Nya di atas kayu salib[66]. Maksud yang hendak disampaikan Yesus kepada ibu-Nya bahwa sejak saat itulah Maria harus melepaskan Dia. Yesus harus sungguh-sungguh berbakti kepada Bapa-Nya. Dia mempunyai panggilan yang harus dilaksanakan setelah peristiwa pembaptisan itu. Yang paling penting dalam kehidupan Yesus adalah waktu Tuhan. Maria mengerti pelajaran yang diajarkan Yesus. Namun dikemudian hari ia sering melupakan ajaran itu. Yesus dipandang sebagai anaknya ia lupa bahwa Yesus adalah Anak Allah.
Air Dan Anggur
Tanda pertama ini terjadi ditengah-tengah kejadian biasa dalam hidup sehari-hari. Perjamuan kawin adalah pesta suci bagi orang-orang Israel. Pesta ini merupakan simbol cinta kasih Allah terhadap umat-Nya demikian juga seorang mempelai laki-laki terhadap mempelai perempuannya. [67]
Adanya air yang diubahkan menjadi angur memberikan implikasi-implikasi yang sangat menarik dari tanda ini. Anggur baru melambangkan Injil dikontraskan dengan air yang melambangkan iman lama.
Tahap pertama, Yesus tidak terlibat langsung dalam mengisi tempayan-tempayan itu (2:6-9), para pelayan menjadi sasaran dan media perwujudan tanda itu. Kesibukan mengisi air dalam tempayan oleh para pelayan tersirat makna bahwa orang-orang itu hanyalah pelayan yang bekerja dan Allah sebagai pencipta yang berperan didalamnya. Tanda ini akan terjadi sebagai mujizat yang agung sebagai lukisan yang nyata bahwa: “alat yang dipergunakan adalah manusiawi, tetapi akibat yang kelihatan adalah bersifat Ilahi.”[68] Allah berkenan memakai siapa saja sebagai alatNya untuk mewujudkan keajaiban kasih karunia-Nya.
Tahap yang kedua, dihasilkannya anggur dari air secara mengagumkan. Tanda ini memberi kesan pada Yohanes bahwa kehidupan dan pelayanan Yesus merupakan penciptaan ulang iman Yahudi, dengan isyarat melalui fungsi guci-guci air yang dipakai untuk pemurnian ritus umat Yahudi[69].
Melalui kedatangan Yesus, tradisi Yahudi-Ibrani diubah dari “air” menjadi “anggur”, bahwa penyataan Allah didalam Kristus merupakan pematangan yang lebih jauh dan utuh dari tradisi kuno tentang karya Allah diantara umat Israel.[70]
“Air” pada tanda ini memiliki arti sebagai “iman yang lama” yang akan diubahkan menjadi “anggur” yaitu semangat Injil. Inilah yang merupakan pewartaan umat Kristen bahwa anggur yang baik dan baru sebagai berita Injil telah datang melalui diri Yesus Kristus. Anggur yang murni dan baru dihasilkan dengan cara yang ajaib dalam tahap-tahap yang sederhana. Secara teologis tidaklah masuk akal untuk beranggapan bahwa Yesus mendukung penggunaan minuman mengandung alkohol pada pesta pernikahan yang dihadiri banyak wanita serta pengantin perempuan yang kemungkinan segera mengalami ”pembuahan.”[71] Menegaskan Yesus tidak mungkin mengetahui dampak-dampak mengerikan terhadap perkembangan anak yang belum lahir berarti meragukan keilahian-Nya, hikmat-Nya, dan pengertian-Nya tentang baik dan jahat. Menganggap bahwa Ia mengetahui bahaya dan akibat alkohol, namun mendorong pemakaiannya berarti meragukan kebaikan, belas kasihan, dan kasih-Nya.[72]
Satu kesimpulan yang rasional, teologis, dan alkitabiah adalah bahwa anggur yang dibuat Yesus pada saat pernikahan itu untuk menyatakan kemuliaan-Nya adalah sari buah anggur yang murni, manis, dan tidak difermentasi. [73]
Tujuan utama dari mukjizat ini adalah untuk menyatakan kemuliaan-Nya (Yoh 2:11) sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan iman pribadi kepada-Nya sebagai Putra Allah yang kudus dan benar yang datang untuk menyelamatkan umat-Nya dari dosa (2:11;bd. Mat 1:21).[74] Mujizat ini menunjukkan kedaulatan Kristus atas alam dan menjadi lambang dari kuasa-Nya untuk mengubah orang berdosa menjadi anak-anak Allah secara rohani (Yoh 3:1-15). Karena mujizat ini ”kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran” (Yoh 1:14; bd. 2:11).[75]
Perubahan air menjadi anggur melambangkan pergantian penyucian lama dengan penyucian Mesianis, darah Kristus membersihkan kita dari dosa-dosa kita.[76] Dialah yang akan memberi anggur yang baru yang tidak akan pernah habis. Anggur yang diberikan Yesus adalah lambang keselamatan yang diwahyukan dalam seluruh pelayanan dan yang diselesaikan secara sempurna pada salib.[77] Secara perlahan tradisi-tradisi yang salah sedang dibawa kepada terang Injil didalam Yesus sebagai Firman Hidup. Air dan anggur ini menandakan satu kehidupan yang baru di dalam Kristus. Dan Kristuslah sebagai anggur yang sejati: "Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya (15:1).
Apakah iman mereka tumbuh melalui tanda pertama ini?. Jelas iman mereka tumbuh karena iman mereka seperti sesuatu yang hidup dan harus bertumbuh. Iman mereka sedang dalam perkembangan menuju kepada kesempurnan. Dalam pertumbuhannya, iman ini diberi rangsangan-rangsangan melalui tanda-tanda dan mujizat-mujizat. Mereka akan secara terus menerus diperkuat kepercayaan mereka dengan bukti-bukti yang mengejutkan dari Yesus yang memiliki kuasa sebagai Sang Mesias.
Akhir Pelayanan Tahun Pertama
Akhir pelayanan tahun pertama dalam delapan bulan terakhir dikisahkan beberapa peristiwa yang disusun secara unik oleh penulis sebelum memasuki tahun kedua pelayanan Yesus. Diantaranya peristiwa penyucian Bait Allah, perjumpaan dengan Nikodemus dan percakapan dengan perempuan Samaria.
Penyucian Bait Allah ini didapati hal-hal yang dilarang oleh hukum Allah. Itulah yang diusir oleh Yesus.
Sikap dan tindakan yang menajiskan Bait Allah itu bukan usaha yang menolong para pengunjung dari luar kota, tetapi motivasi hati yang tidak murni, yang menjadikan Bait Allah tempat komersial[78].
Bagian kedua: perjumpaan-Nya dengan Nikodemus, Yesus memakai teka-teki untuk menelusuri kedalaman percaya dan imannya. Satu uraian panjang tentang kelahiran kembali. Uraian ini sungguh dalam dan benar. Cukup mengherankan karena tidak ada pernyataan apapun tentang keputusan Nikodemus.
Bagian terakhir kisah perempuan Samaria. Yesus harus mengatasi kendala-kendala keacuhan, materialisme, kepentingan diri, kejahatan moral, dan prasangka, ketidaktahuan dan ketidakpastian keagamaannya. Yesus menghantar wanita ini kepada permulaan suatu iman yang aktif.[79] Peristiwa-peristiwa ini bertujuan untuk mengarahkan pandangan dan obyek iman mereka kepada Yesus. Iman sejati yang dikerjakan oleh Yesus dalam diri perempuan Samaria, menjadikan dia sebagai saksi bagi orang-orang Samaria disekelilingnya (4:41-42). Inilah awal persiapan untuk memasuki masa-masa konflik.
Pelayanan tahun pertama memiliki implikasi bahwa persiapan pelayanan Yesus melalui mujizat mengubahkan air menjadi anggur memiliki tujuan ke arah masa yang akan datang. Air diubahkan menjadi anggur bertujuan untuk menyucikan tradisi-tadisi kuno Israel kepada terang Injil dalam Yesus Kristus, hubungannya dengan tindakan nyata yang dilakukanYesus saat ia menyucikan Bait Allah. Kedua, air sebagai iman yang lama, diwujudkan ketika Yesus melayani Nikodemus. Ketiga, anggur sebagai simbol dan semangat Injil, dinyatakan ketika Yesus melayani perempuan Samaria.
Kesimpulan tujuan tanda pertama ditahun pertama adalah persiapan Yesus untuk menyucikan dan melayani orang-orang Yahudi yang mengerti Taurat namun terikat dengan tradisi kuno seperti Nikodemus, meyakinkan orang berdosa akan keselamatan dalam diri-Nya seperti perempuan Samaria. Yesus mengarahkan iman mereka untuk menunjukkan kedaulatan-Nya atas alam dan kuasa-Nya untuk mengubah orang berdosa menjadi anak-anak Allah secara rohani (Yoh 3:1-15).
TAHUN KEDUA PELAYANAN YESUS
Awal Pelayanan di Galilea
Empat bulan yang pertama pada tahun kedua awal pelayan-Nya, Yesus kembali ke Galilea. Pelayanan Yesus semakin meluas sampai wilayah Galilea. Dalam peristiwa di Kana memberikan ransangan kepada kaum Yahudi dan mereka semakin tertarik pada pelayan Yesus. Peristiwa yang terjadi dalam pelayan tahun kedua ini adalah memberikan pengertian kepada pengikutnya untuk percaya. Tanda kedua mengambarkan percaya dan iman. Satu tantangan bagi seorang pegawai istana untuk berserah total dan percaya pada otoritas kuasa Yesus.
Orang Galilea Menyambut Yesus
Runtutan pelayanan Yesus secara geografis menurut para penulis sinoptik berawal dari Galilea, berbalik ke Utara dengan pengakuan Petrus sebagai klimaks dan akhir transisi, pelayanan di Yudea dan Perea kemudian berakhir di Yerusalem. Namun dalam Injil Yohanes Yerusalemlah sebagai penekanan dalam misi Yesus tersebut.
Yerusalem (Betlehem) daerah Yudea sebagaimana diketahui bahwa merupakan daerah kelahiran Yesus. Orang-orangnya memiliki iman yang “mapan” dan sedang menantikan janji nubuatan Mesias yang hadir melalui tanda-tanda yang ajaib. Kenyataan yang dihadapi tidak seperti yag diduga, karena didapati bahwa orang-orang Yerusalem menolak keberadaan Yesus dengan segala tanda ajaib yang dilakukanNya. Ada kesan bahwa Yerusalem merupakan wilayah penolakan.
Yerusalem mempunyai peranan teologis yang sangat penting dalam kedua perjanjian. Yerusalem sekaligus adalah tempat ketidaksetiaan dan pendurhakaan Yahudi, yang juga adalah tempat pilihan Allah dan hadirat-Nya, perlindungan dan kemuliaan-Nya. Sejarah mencatat bahwa pendurhakaan itu membangkitkan amarah ilahi dan hukuman.[80]
Seperti yang diungkapkan Yesus (Yoh 4:44):“seorang nabi tidak dihormati di negerinya sendiri”. Ungkapan ini merujuk pada Yudea (Betlehem) sebagai tempat lahirNya.
Dalam saat yang bersamaan orang-orang Galilea menyambutNya berdasarkan semua tanda-tanda yang mereka saksikan dan dengar di Yerusalem. Ada kesan bahwa orang-orang Galilea jauh lebih menerima Yesus. Galilea muncul sebagai wilayah iman bertentangan dengan Yerusalem. Galilea (tepatnya di kota Nazaret) merupakan tempat tinggal Yusuf dan Maria, juga Yesus selama kira-kira 30 tahun sampai Dia ditolak (Luk 2:39; 4:16, 28-31).
Pokok penting yang hendak penulis Injil Yohanes sampaikan bukan pada konflik antara orang-orang Yerusalem dan Samaria tetapi penulis Injil Yohanes menekankan tentang “iman”. Orang-orang Yerusalem telah kuat dan mapan imannya, sedangkan orang Galilea memiliki iman yang berada diluar atau dipinggiran agama yang mapan pada masa itu. Walaupun Orang-orang Galilea telah menerima Yesus tetapi ada hal-hal yang perlu diisentuh dan dijangkau oleh Yesus. Kekurangannya adalah mereka menerima Yesus karena melihat dan mendengar semua tanda-tanda ajaib yang dilakukanNya. Pengajaran Yesus pada bagian ini adalah “iman yang sejati bukan karena melihat atau mendengar” tetapi “iman karena percaya kepada perkataanNya.
Kata ”percaya” adalah kata kunci Injil ini yang diulang sembilan puluh delapan kali.[81]
Dalam tanda ke dua (iman pegawai istana), kata ”percaya” (4:50) berarti bahwa ia telah datang pada iman yang sejati akan Kristus sebagai oknum yang dapat dipercayai. Oleh karena percaya inilah ia mempercayakan seluruh masalahnya kepada Yesus tanpa ragu dan menyerahkan diri serta seluruh isi rumahnya dengan keyakinan penuh kepada Kristus.
Tanda kedua-Menyembuhkan anak pegawai istana (4:46-54)
Setelah dua hari kunjungan ke Samaria Yesus kembali lagi ke Galilea. Orang-orang disana menyambut-Nya. Penyambutan mereka berdasarkan tanda-tanda yang telah dilakukan-Nya bukan berdasarkan pada iman kepada-Nya.
Pegawai istana disini mungkin pegawai dalam istana Herodes raja wilayah.[82] Dia adalah pegawai istana Herodes Antipas, ada yang memanggilnya Platinus, ada juga yang mengatakan dia adalah Chuza, sesuai dengan Luk 8:3.[83] Dia telah mendengar mukjizat yang dilakukan Yesus di Galilea yaitu di Kana, dia dibangkitkan keseriusannya untuk mencari Yesus, oleh penyakit anaknya. Ia berharap bahwa permohonan-permohonan seorang bapa mungkin akan membangkitkan simpati Tabib Besar itu.
Kata Yesus: ”Jika kamu tidak melihat tanda dan mujizat, kamu tidak percaya”. Ada ungkapan yang menjadi kalimat kunci yaitu ”tanda dan mujizat”. Dalam terjemahan Inggris (KJV) dikatakan: Then said Jesus unto him, Except ye see signs and wonders, ye will not believe. Kata signs (tanda) atau “semeion”.[84]
Kata ini memiliki makna ”tanda” atau “tanda sasaran” (mark), menunjukkan kepada seseorang atau benda, dikenal atau dibedakan. Dari tanda dan mujizat, Yesus membuktikan kepada manusia bahwa Dia berasal dan diutus oleh Allah, atau manusia membuktikan melalui tanda-tanda sebagai alasan bahwa Yesus benar diutus dan berasal dari Allah.
Kata yang kedua adalah mujizat atau “wonders” (KJV) dalam bahasa aslinya adalah: ”teras”.[85] Kata mujizat ini mengarah pada keajaiban yang dilakukan oleh seseorang. Maknanya menunjukkan pada mujizat atau keajaiban yang luar biasa.
Kata “teras” dalam Perjanjian Baru selalu (kecuali dalam Kis 2:19) dipakai bersama-sama dengan kata ”semeion”, untuk menunjukkan bahwa yang dimaksud ialah mukjizat yang bermakna, bukan mujizat sebagai hanya keajaiban semata.[86] Kata-kata tersebut dipakai Yesus untuk menggambarkan dan menjelaskan kepada pegawai istana tentang keajaiban yang berasal dari Dia, sebagai yang diutus oleh Allah.
Yesus tidak berkata bahwa orang ini tidak memiliki iman, tetapi iman orang ini belum cukup.[87] Bila ia tidak memiliki iman maka ia tidak akan berjalan dari Kapernaum ke Kana. Imannya belum sempurna. Dia adalah tipe orang yang percaya mujizat yang nampak, seperti orang Galilea atau orang Yahudi pada umumnya.[88] Undangannya agar Yesus datang kerumahnya membuktikan ketidaksempurnaan imannya bahwa tidak mungkin Yesus dapat melakukan mujizat dari kejauhan. Tidak mungkin kekuatan-Nya menjangkau dari Kana ke Kapernaum.
Yesus memperbandingkan keraguan-keraguan ini dengan iman yang ikhlas dipihak orang Samaria, yang tidak meminta tanda atau mujizat.[89] Orang ini bukan sekedar seorang penganut tanda-tanda. Imannya benar-benar tulen.[90] Pegawai istana ini telah membuktikan imannya walau belum sempurna. Carson[91] berkata: Iman yang dimiliki oleh pegawai istana itu adalah iman yang berakar dalam keputusasaan, bukan iman karena dia tahu, siapakah Yesus itu. Dia hanya tahu Yesus dapat memberikan pertolongan. Masalah Mesias atau bukan Mesias tidak dipikirkan. Pegawai istana ini menekankan permohonannya. Yohanes membuat situasi ini sangat sederhana, dengan menceritakan kepada kita bahwa anaknya laki-laki hampir meninggal dunia.[92]
Dilema antara kenyataan dan iman walau berat sebagai keputusannya, ia menerima perkataan Yesus tanpa ada ragu lagi. Ia percaya lalu pergi (psl. 4:50). Satu proses iman yang cepat dan sangat singkat.[93] Iman dan percaya ini memberikan hidup dan kuasa kesembuhan bagi anaknya dan menunjukkan bagaimana ia harus bertindak dan menjawab dengan imannya tanpa memandang situasi geografis dekat atau jarak. ”Percaya” itulah tindakannya. Ia tidak melihat tanda-apapun menyertai dia ke Kapernaum. Dia mengarahkan pandangan imannya bukan apa yang dia lihat namun percaya pada perkataan Yesus. Ketika mengadakan pembuktian dan pemeriksaan dan ternyata ia menemukan ada hubungan jelas antara kata-kata yang ia percaya dan tanda di mana ia harus menunggunya. Ia telah mempertahankan imannya dan membawa keselamatan pada anaknya. Imannya didalam Kristus mulai keluar dari suatu kesadaran dalam satu bagian kebutuhan yang terkubur atau terpendam dalam hatinya. Ujian terhadap imannya mengarahkan dia untuk percaya sepenuhnya pada kata-kata Yesus.[94] Yesus ingin menggerakkan dan mengarahkan orang itu dari satu iman yang bersandarkan akan keajaiban kepada iman didalam kata-kata Yesus.
Sebuah daya penarik kepada Yesus atas dasar tindakan-tindakanNya yang ajaib itu bukanlah sebuah iman yang dewasa. Melihat identitas si pembuat keajaiban adalah cara yang benar dan sejati dalam menerima tanda-tanda.[95]
Ia hendak mengenal Kristus lebih jauh. Akhirnya setelah mendengar pengajaran Yesus, ia dan seluruh keluarganya menjadi percaya.
Kata ”percaya” artinya adalah pemberitahuan tentang suatu pernyataan pribadi, atau suatu penyerahan diri seutuhnya kepada Kristus.[96] Dia percaya (himself believed), (episteusen autos) bukan pada kata-kata Yesus saja, namun iman yang sempurna tentang Yesus sebagai Mesias.[97]
Yohanes mengartikan percaya sebagai suatu penerimaan akan diri Yesus dan menjadikan Dia sebagai bagian terpenting dalam kehidupan. Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya (Yoh 1:12). Iman dan percaya ini makin diteguhkan dengan tanda-tanda yang dilakukanNya sebagai bukti dari kekuasaan pribadi Yesus.
Pada peristiwa Air Hidup kata ”percaya” diarahkan kepada janji akan kehadiran Roh Kudus. Kata ”percaya” merupakan syarat untuk didiami Roh Kudus. ”Barangsiapa percaya kepada-Ku” (7:38), percaya adalah hal datangnya seseorang kepada Kristus.
Yesus tidak memberikan kesembuhan jasmani saja. Penderitaan anak ini memberikan arti keselamatan bagi seluruh keluarganya. Tanda dan mujizat sangat penting, melaluinya kuasa Tuhan dinyatakan. Yang penting bukan kebesaran mujizat itu tetapi apa yang Tuhan perbuat melaluinya. Mereka percaya doktrin dari manifestasi kemesiasan Yesus.[98] Keluarga ini menjadi murid-murid Tuhan yang mempercayakan diri sepenuhnya pada-Nya. Tanda kedua ini menghantar kita kepada pengertian Yesus sebagai sumber kehidupan atau Air Hidup. Dia yang memberi kehidupan. Dia adalah jalan kebenaran dan kehidupan.
Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku (14:6).
Pertengahan Pelayanan
Pertengahan pelayanan Yesus ini pada tahun kedua dalam sepuluh bulan yang terakhir. Masa ini merupakan masa kontroversi, dengan adanya oposisi.
Di satu pihak Yesus menuntut kepatuhan manusia atas dasar hak-hak ilahi-Nya dan orang-orang percaya kepada-Nya. Di pihak lain mereka tidak percaya kepada pernyataan-pernyataan-Nya, karena itu menganggap Dia sebagai penipu yang lihai[99]. Persoalannya pada sifat, ruang lingkup, tempat dan tanggapan. Karena Ia memindahkan rintangan yang disebkan oleh penyakit yang lama. Berkaitan dengan individu, di Yerusalem dalam situasi hari raya dan membangkitkan permusuhan dari orang Yahudi.
Ada tiga hari raya besar yang dirayakan setiap tahun sebagai kewajiban bagi orang-orang Israel, yaitu hari raya Roti Tidak Beragi (Paskah – bulan April), hari raya Tujuh Minggu (Pentacost – Mei) dan hari raya Pondok Daun (Oktober)[100] Para ahli mengatakan hari raya Paskah sebagai yang paling cocok. Tetapi sulit untuk dipastikan. Mungkin bukan hari raya besar yang diwajibkan bagi orang Israel dalam situasi kali ini.[101]
Peristiwa ini terjadi di Yerusalem (5:1). Yerusalem sendiri terletak di persimpangan jalan dimana lebih dari seratus ribu peziarah akan datang untuk hari raya Paskah, salah satu perayaan terpenting dalam setahun.
Tanda Ketiga-Menyembuhkan orang sakit di Betesda (5:1-9)
Yohanes tidak menceritakan pesta apa yang dikunjungi oleh Yesus. Sebagian besar rujukan menunjuk kepada hari raya ”Pekan” atau hari raya Pentakosta. Sebagian lagi menafsirkan Paskah karena dianggap sangat besar oleh bangsa Yahudi[102]. Kita tidak tahu pasti tentang pesta perayaan ini. Ada pendapat yang mengatakan perayaan ini bukan perayaan Paskah yang disebutkan di beberapa tempat lain dalam Injil ini (2:23; 6:4; 13:1).[103] Dalam kisah ini murid-murid tidak disebutkan namanya bahkan tidak bersama dengan Yesus. Mungkin untuk menghindari konflik perbedaan pendapat penduduk Yerusalem tentang Mesias yang sedang dinantikan itu. Situasi Yerusalem sangat ramai namun penulis tidak mengarahkan perhatian pada keramaian tetapi pada sekelompok perkumpulan orang tertentu, orang sakit, buta, lumpuh yang sedang menunggu di dekat kolam dengan harapan mendapat kesembuhan. Rupanya perkumpulan ini merupakan suatu kebiasaan atau rutinitas. Kata kerja ”katekeito” dari kata kerja ”katakeimai” memakai imperfek tense, sehingga ada kesan bahwa mereka berbaring di situ sebagai suatu kebiasaan yang rutin.[104]
Betesda adalah nama dalam bahasa Aram ”kolam” (pool) yang artinya ”rumah kemurahan” (house of mercy)[105]. Ada satu sisipan yang ditambahkan tentang peristiwa disekitar kolam itu sebagai penjelasan bagi para pembaca yakni peristiwa malaikat yang mengoyakkan air. Sebagai alur pertama kisah kesembuhan, rupanya ada tradisi bahwa air yang baru muncul dari dalam kolam dapat menimbulkan penyembuhan yang istimewa (3b-4). F. F. Bruce dan Leon Morris[106] menganggap bahwa ayat 3b-4 ini memberikan penjelasan tentang satu kepercayaan diantara orang-orang Yahudi. Hal itu tidak berarti bahwa Yohanes sendiri menyetujui kepercayaan itu. Ayat-ayat itu tidak memberikan bukti bahwa memang ada kuasa penyembuhan dalam air itu. Hanya bahwa kuasa itu ada menurut kepercayaan orang-orang Yahudi. Hal yang sama juga ditambahkan oleh Redaktor NIV menegaskan bahwa ayat ini dimasukkan kedalam naskah Injil Yohanes oleh seorang penyalin yang mau menolong para pembaca untuk lebih mengerti nas ini. Dia menulis ayat ini berdasarkan satu tradisi mengenai kepercayaan masyarakat yang terkait dengan penyembuhan yang terjadi di Betesda.[107] Kita dapat menarik kesimpulan bahwa ini merupakan sebuah mitos yang dipercaya. Bagian ini hanya sebagai pengantar untuk melihat tujuan dan maksud terpenting yang hendak disampaikan dari tanda yang segera akan terjadi.
Keterangan yang diberikan Yohanes bahwa orang ini sudah tiga puluh delapan tahun sakit. Keterangan penyakitnya adalah kelumpuhan. Tidak dikatakan bahwa dia telah menghabiskan waktunya sepanjang tahun duduk didekat kolam itu.
Kata Yesus: ”maukah engkau sembuh?” (Wilt thou be made whole?). kata “sembuh” atau “hugies” artinya “sound” atau sehat. Dari seorang manusia yang memberi kesehatan pada seluruh bagian tubuh. Kata whole adalah mengembalikan kepada kesehatan semula. kata-kata ini memberikan gambaran akan satu pelajaran bahwa tidak ada satu penyimpangan dalam kebenaran.[108]
Iman Orang Lumpuh
Orang ini kelihatan tidak berpengharapan. Hal itu disebabkan karena dia tidak bisa menjangkau kolam itu bahkan kelumpuhan jasmaninya menghambat langkahnya. Bagi dia Betesda bukan ”Rumah Kemurahan”, ia tidak akan sembuh disana. Begitulah yang dipikirkannya.
Disini konsep iman ditiadakan dalam arti iman tidak merupakan prasyarat. Tujuan yang sedang ditonjolkan oleh penulis adalah untuk menjelaskan karya Kristus. Pokok penting yang ditekankan oleh penulis adalah mujizat ini berkaitan dengan akibat-akibat dari kasus yang sedang terjadi. Lamanya penyakit yang diderita merupakan segi yang ditonjolkan. Tiada harapan secara jasmani, dan secara psikologis.
Tiga puluh delapan tahun, memiliki implikasi yang unik, persis tiga puluh delapan tahun Israel berputar-putar di padang gurun setelah menerima hukum di gunung sinai. Israel menunjukkan kelemahan, buta, timpang dan lumpuh dibawah hukum (Ul 2:14).
Kata ”maukah engkau menjadi sembuh” (Theleis hugiês genesthai) adalah satu pertanyaan ”simpati” atau menaruh perhatian sepenuhnya. Pertanyaan Yesus itu membangunkan atau membangkitkan kelesuan dari keputusasaan, menyadarkan dia dalam pengharapan dalam satu upaya atau usaha.[109] Pertanyaan Yesus itu mengikatkan satu perhatian pada dirinya.
Yesus mulai menarik simpati dari orang ini terhadap ketergantungannya pada air kolam tersebut kepada pribadi Yesus yang sanggup menyembuhkannya. Sapaan ini menunjukkan bahwa Yesus sedang memeriksa dasar hatinya.[110] Orang ini tidak memiliki pengharapan lagi baik secara jasmani maupun rohani. Ketiadaan harapan baik tubuh dan roh ini mendorong dia menyalahkan orang lain di sekitarnya. ”Jawab orang sakit itu kepada-Nya: "Tuhan, tidak ada orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu apabila airnya mulai goncang, dan sementara aku menuju ke kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku” (5:7). Justru tindakan dan sikap inilah yang membuat Yesus berbelas kasihan dan hendak merubah pola pikirnya. Yang dikehendaki Yesus adalah sadar dan bertobat.
Ungkapan tajam Yesus ketika berjumpa dengan orang ini di Bait Allah: “Engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk”. Hal ini menyiratkan bahwa orang itu menderita akibat dosa. Keadaannya akan bertambah buruk jika ia melakukan dosa lagi. Bukan berarti orang yang menderita adalah orang yang telah melakukan dosa, tetapi perkataan ini sebagai peringatan kepada semua baik yang menghakimi si penderita maupun penderita itu sendiri bahwa akan berdampak kepada kebinasaan bila tidak segera insaf dan bertobat.
Yohanes mengungkapkan apa yang Yesus bicarakan tentang keadaan spiritual. Orang itu kini harus memperhatikan hubungan dirinya sendiri dengan Allah.[111] Proses penyembuhan jasmani, jiwa dan rohaninya membawanya kepada hidup baru dan ciptaan baru di dalam Kristus. Tujuan yang hendak dikerjakan adalah hubungannya dengan Tuhan semakin baik yang akan berdampak pada kehidupan pribadi dan hubungannya dengan sesama.
Kehadiran Yesus dalam hidupnya memberi rangsangan dan peringatan agar ia selalu menyadari kelepasannya secara menyeluruh dan utuh dari mujizat kesembuhan yang dialaminya. Kesembuhannya memberikan dua dampak bagi pelayanan Yesus. Dampak yang pertama kesembuhannya menjadi kesaksian bahwa benar Yesus adalah Mesias yang membawa kelepasan dan pengampunan. Namun dampak yang kedua membawa oposisi yang besar terhadap Yesus. Dia semakin dikecam dan hendak dibunuh.
Konflik baru dimunculkan antara para ahli Taurat dan Yesus. Sikap polos yang terkesan tanpa peduli ini menempatkan dirinya berlindung di belakang Yesus ketika dikecam oleh orang-orang Yahudi.
Seperti yang diungkapkan sebelumnya bahwa mujizat ini berkaitan dengan akibat-akibat dari kasus yang sedang terjadi. Kasus kesembuhan ini menuntun kepada pemahaman orang Yahudi akan hari sabat. Kesembuhan orang ini mendatangkan pertentangan dan permusuhan antara Yesus dan orang-orang Yahudi.
Persoalan Hari Sabat
Kegirangan dan sukacita menyebabkan orang ini tidak menyadari bahwa hari itu hari Sabat. Rasa bersalah tidak ada pada orang ini. Dia berpegang dan taat pada perkataan Yesus yang telah menyembuhkan dia (5:11). Kesembuhan orang ini tidak dipersolakan oleh para pemimpin agama. Perdebatan panjang yang terjadi adalah tentang makna hukum Sabat. Yesus telah melampaui kewibawaan Musa dan Hukum Taurat. Pelanggaran Yesus mengenai pembelaan diri-Nya terhadap karya-Nya yang mengatasi peraturan-peraturan Sabat. Bapa-Nya bekerja sampai sekarang maka Dia-pun bekerja sesuai dengan apa yang dikerjakan Bapa-Nya. Pernyataan “Yesus dan Bapa adalah satu” dipahami oleh musuh-musuhNya bahwa Yesus mengambil hak khusus keilahian dalam menyebut Allah, BapaNya sendiri. [112]
Yesus berada dalam kelompok-kelompok yang memiliki pandangan yang berbeda-beda. Musuh-musuh-Nya terbagi dalam tiga faksi utama: Farisi, Saduki, dan Esseni. Di dalam setiap faksi itu terdapat kelompok-kelompok kecil orang Yahudi yang bersatu dengan landasan ajaran-ajaran seorang rabi tertentu atau kelompoknya.[113] Hal yang perlu diingat bahwa mereka memiliki pandangan yang beraneka ragam. Banyak orang Yahudi tidak senang dengan ajaran faksi-faksi tersebut. Faktor-faktor inilah yang mungkin menyebabkan orang banyak datang dan mengikuti Yesus. Meskipun pandangan mereka bahwa Yesus adalah seorang tukang kayu yang miskin namun dalam kenyataannya Ia sangat ahli dalam menjelaskan hukum Taurat (Mat 7:28, 29). Ia ahli dalam menjabarkan tentang kematian dan kebangkitan serta konsep eskatologis, kehidupan setelah kematian (luk 14:14; Yoh 11:25), adat istiadat manusia (Mark 7:1-9), soal memelihara sabat (Mat 12:24-32). Seluruh pengajaran-Nya cocok dengan pengajaran para Farisi. Hal ini sangat menarik minat orang banyak.
Pertentangan antara lawan-lawan Yesus sebenarnya sedang membawa mereka kepada satu pemahaman yang benar mengenai hubungan Yesus dengan Allah.
Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri; Aku menghakimi sesuai dengan apa yang Aku dengar, dan penghakiman-Ku adil, sebab Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku (5:30).
Mesias sebagai Mediator tak dapat berbuat apapun tanpa persetujuan dan wibawa atau otoritas dari Allah. Apapun yang Dia lakukan, Dia melakukannya sesuai dengan kehendak Bapa-Nya. Sebagai Hakim.[114] Yesus juga menyampaikan prinsip penting: Hakim seringkali sulit dalam memahami apa itu hukum dan apa itu kebenaran. Tetapi tugas Anak sebagai hakim cukup sederhana; Dia mengetahui kehendak Bapa-Nya (Joh 5:20).[115]
Sebuah penyembuhan membawa perdebatan mengenai hukum Sabat dan kesatuan Anak dan Bapa.
Pertanyaan “siapakah orang itu” merupakan suatu ungkapan ejekan. Mereka mempersoalkan perintah melanggar sabat bukan kepada penyembuhan yang terjadi.[116]
Orang Yahudi memiliki kitab suci dan menyangka dengan pengetahuan mereka telah beroleh hidup yang kekal. Para pemimpin agama mengetahui dan telah mempelajari ajaran nubuatan mengenai Mesias. Tujuannya bukan untuk mengetahui kebenaran, tetapi dengan maksud mencari bukti untuk mempertahankan harapan mereka. Dengan jalan ini mereka merubah kebenaran Allah. Kehadiran Yesus dan karya-Nya tidak sesuai dengan harapan mereka maka dengan berani mereka katakan Dia adalah seorang penipu.
Yesus sedang mengatakan bahwa Allah itu bukanlah seorang hakim yang bengis, tetapi seorang Bapa yang lemah lembut demikian juga peta Allah itu adalah sebagai yang dicerminkan didalam diri-Nya.[117] Sikap dan ajaran-Nya ini sedang merombak tradisi lama dan hukum-hukum buatan manusia dan telah mengemukakan cinta Allah di dalam kesempurnaan yang tidak terhingga.[118]
Masalah hari Sabat adalah mudah bagi Yesus. Dia dapat menyembuhkan orang pada hari-hari yang lain. Ada banyak cara untuk menyembuhkan orang lumpuh itu. Tetapi hal mendasar adalah melaui peristiwa yang berkenaan dengan hari Sabat itu justru Yesus sedang mengadakan transformasi pola pikir kaum Yahudi.
Yudaisme senantiasa ditandai dengan kewajiban-kewajiban dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi syarat-syarat yang tercakup dalam perjanjian Allah.[119] Penerapan agama sepenuhnya pada hal-hal yang bersifat etis karena setiap segi kehidupan berada dibawah kuasa hukum. Perintah-perintah ini harus ditaati dan diindahkan agar tetap suci ketika memasuki janji Allah. Sabat adalah tercakup dalam bagian hukum moral yang melarang orang untuk berhenti dari kerja paksa di hari perhentian tersebut. Konsep yang salah adalah orang Yahudi sangat legalistis dalam hal ini. Taurat dijadikan sebagai hukum yang mengikat dan bersifat formal.
Tuntutan Allah bagi hari sabat adalah lebih besar daripada hari-hari yang lain. Umat-Nya harus meninggalkan pekerjaan yang biasa, dan menggunakan waktu itu untuk merenung dan berbakti.[120] Sabat itu bukanlah dimaksudkan untuk menjadi suatu waktu untuk pekerjaan yang tidak berguna. Taurat melarang pekerjaan badani pada hari perhentian Tuhan.[121] Larangan ini menyangkut pekerjaan yang hanya untuk kesenangan dan keuntungan dunia.namun bagi pekerjaan yang untuk mempertahankan hidup atau untuk kelangsungan hidup (sutaining life) dalam hal ini Tuhan tidak menuntut atau legalistik. Perhentian dimaksudkan untuk memberkati hari itu untuk berbakti dan melakukan pekerjaan yang suci. Hal yang paling mendasar yang Tuhan kehendaki adalah belas kasihan.[122] Aku berkata kepadamu: Di sini ada yang melebihi Bait Allah. Jika memang kamu mengerti maksud firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, tentu kamu tidak menghukum orang yang tidak bersalah. Karena Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat"(Mat 12:6-8). Maksud itulah ketika Tuhan Yesus menegur ahli-ahli Taurat: Tetapi Yesus berkata kepada mereka: "Jika seorang dari antara kamu mempunyai seekor domba dan domba itu terjatuh ke dalam lobang pada hari Sabat, tidakkah ia akan menangkapnya dan mengeluarkannya? ( Mat12:11).
Perdebatan dan pertentangan pernyataan Yesus menyamakan diri dengan Allah dan sikap penghujatan ini menghantar orang-orang Yahudi kepada kebenaran sejati akan hubungan Yesus dengan Bapa.
Penyamaan diri Yesus dengan Bapa berat untuk diterima orang-orang Yahudi. Menurut orang-orang Farisi ada tiga hal yang hanya boleh dilakukan oleh Allah sendiri, dan tidak mungkin dilakukan oleh siapapun yang lain yaitu: memberi hujan diatas bumi (Ul 28:12), membuka kandungan seseorang (Kej 30:22) dan membuka kubur dan membangkitkan orang mati (Yeh 37:13). Pekerjaaan yang diakui oleh umat Yahudi yang dilakukan oleh Allah pada hari Sabat adalah memberi hidup dan menghakimi. Melalui tanda ini Yesus sedang mengatakan Dia berasal dari Allah. Bapa adalah sumber semua kehidupan dan kuasa, dan telah memberikan diriNya kepada Anak dalam ukuran yag melimpah-limpah.[123] Yesus menuntut otoritas menggandakan dan meneruskan pekerjaan-pekerjaan BapaNya untuk memberikan hidup kepada manusia dan melaksanakan penghakiman atas mereka, dan membangkitkan orang mati pada akhir zaman. Yesus tidak menerapkan kuasa apapun kepada diriNya kecuali melakukan apa yang diperintahkan oleh Bapa. Walaupun maksud ini telah dimengerti oleh kaum Yahudi tetapi mereka tetap menuduhNya menerapkan kuasa ilahi pada diriNya sendiri.
Tuduhan ini disangkal Yesus dengan kesaksian-kesaksian tentang dirinya. Kelima saksi yang diperkenalkan oleh Yesus:
- Kesaksiannya tentang diriNya sendiri (5:30-47)
- Kesaksian Yohanes Pembaptis (5:32-35)
- Kesaksian Pekerjaan-pekerjaanNya (5:36)
- Kesaksian Bapa (5:37-38)
- Kesaksian kitab-kitab suci (5:39-47)
Tetapi pikiran mereka telah menjadi tumpul, sebab sampai pada hari ini selubung itu masih tetap menyelubungi mereka, jika mereka membaca perjanjian lama itu tanpa disingkapkan, karena hanya Kristus saja yang dapat menyingkapkannya. Bahkan sampai pada hari ini, setiap kali mereka membaca kitab Musa, ada selubung yang menutupi hati mereka.
Ketekunan yang fanatik terhadap hukum merupakan suatu kewajiban bagi orang-orang Yahudi, dan dalam kesibukan inilah ia merasa akan memperoleh hidup yang kekal.[124]
Tanda ini membuktikan bahwa Yesus berkuasa atas hidup manusia, mengampuni dosa dan memberikan keselamatan. Penyembuhan orang buta ini memberikan pengertian bahwa Anak adalah pemberi hidup. Dialah yang menuntun kedalam kehidupan. "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Akulah pintu ke domba-domba itu” (Yoh 10:7)
Pandangan picik dan sesat dari para pemuka agama, sedang dirombak dan dibaharui oleh Tuhan. Pikiran-pikiran picik dan sesat pernah dikecam oleh Yesus dalam bagian kitab Injil yang lain (Matius 23:1-36) bahwa: mereka ibarat kuburan yang dilabur putih. Tampak dari luar terkesan indah tetapi sebenarnya didalamnya penuh dengan kemunafikan. Jadi hukum Taurat adalah kudus, dan perintah itu juga adalah kudus, benar dan baik (Roma 7:12). Peraturan itu tidak seharusnya menjadi penghalang bagi yang melakukannya tetapi membawanya lebih dekat dan lebih intim dalam pengenalannya akan Tuhan. Kehadiran Yesus menentang hukum sabat melalui mujizat-mujizat-Nya dan karya-Nya membuktikan bahwa Dia diutus oleh Bapa. Seluruh hidupnya yang tanpa dosa (Ibr 4:15), belas kasihan-Nya (Mat 9:35-38), kata-kata-Nya semuanya bersaksi bahwa Allah beserta dengan Dia.
Tanda Keempat - Memberi makan lima ribu orang (6:1-14)
Yesus bukanlah seorang penghianat iman Yahudi, dan tradisi Ibrani, namun sebenarnya Dia adalah seorang yang menggenapi makna iman dan tradisi tersebut.[125] Tanda ke empat ini sebagai tanda persiapan akan kesengsaraan Yesus. Tradisi-tradisi ini kini sedang diperbaharui satu persatu. Tanda “roti dan ikan ini” untuk mempersiapkan diri menyambut hari raya Paskah.
Peristiwa yang serupa juga telah dikisahkan dalam Inil-Injil Sinoptik dalam bentuk yang pada dasarnya sama, hanya sedikit perbedaan dalam hal penyampaian dan gaya bahasa. Roti yang disebutkan disini besar dan bentuknya lebih menyerupai kue penekuk;[126] dan ikan itu bukan merupakan bagian utama dari makanan itu, tetapi mungkin sekali ikan yang diasamkan dan dimakan sebagai pembangkit selera seperti halnya ikan sardin digunakan sebagai makanan pembuka.[127] Bagaimana mungkin makanan ini bisa mencukupi kebutuhan lima ribu orang, belum termasuk wanita dan anak-anak. Demikianlah tanda itu dinyatakan. Rupanya tanda-tanda sebelumnya mengangkat popularitas Yesus menurut pandangan orang-orang Yahudi sehingga secara paksa mereka hendak menjadikan Yesus sebagai raja. Tanda ini menyadarkan mereka dalam ungkapan mereka: ”Dia ini adalah benar-benar nabi yang akan datang ke dalam dunia, yakni yang dijanjikan oleh Musa.” (Ul 18:15). Musa telah memberikan manna di padang gurun dan Yesus dengan mukjizat telah memberikan makanan kepada mereka. Pengakuan mereka terhadap Yesus sebagai Mesias hanya bersifat politik semata.
Dalam Yohanes tidak terdapat pengajaran sebelum tanda itu terjadi. Penekanan Yohanes pada bagian ini berfokus pada reaksi pribadi para murid dan keteguhan iman mereka karena kalau melihat kepada iman orang banyak itu loyalitas mereka hanya bersifat sementara (6:15).
Reaksi para murid diuji
Konsep mereka adalah Yesus datang sebagai raja dalam melepaskan mereka dari kekuasaan Romawi. Konsep ini sedang dirubah dan diperbaharu melalui tanda keempat. Kerajaan Mesias bukan kerajaan roti, jasmani atau politik[128] kerajaan-Nya adalah kerajaan yang akan datang yang sedang dikerjakan didalam diri para murid-Nya dan orang-orang yang mengikut-Nya. Dua orang murid yang ditantang imannya sebagai alat perwujudan maksud tanda ini yaitu Filipus dan Andreas.
Filipus
Yesus sedang melatih iman para murid-Nya dalam mencari penyelesaian terhadap masalah-masalah yang dihadapi. Nampaknya Filipus diperhadapkan kepada situasi yang sangat sukar. Justru dengan situasi ini Yesus sedang mengajar dia dan menguji imannya.
Filipus adalah seorang pesimis secara statistik. Keras kepala dan praktis. Ujian terhadap imannya ketika Yesus bertanya: "Di manakah kita akan membeli roti, supaya mereka ini dapat makan?" (6:5).
Yesus mengujinya agar ia melihat bagaimana cara ia kembali kepada kelemahannya. Yesus bertanya, kemana harus membeli roti? Kita tahu bahwa kuasa pelipatgandaan makanan berada didalam diri-Nya.[129] Yesaya 55:1 berkata: Ayo, hai semua orang yang haus, marilah dan minumlah air, dan hai orang yang tidak mempunyai uang, marilah! Terimalah gandum tanpa uang pembeli dan makanlah, juga anggur dan susu tanpa bayaran!. Jawaban Filipus menunjukkan bahwa ia mengandalkan pikirannya dan mencari solusi secara matematis. Ia mengemukakan kalkulasi ilmu hitung. Ia berpikir dalam kaitannya dengan uang tunai.
Filipus dikuasai oleh keadaan ia memandang pada hal-hal yang kelihatan akan banyaknya orang.[130] Sikap pesimisnya ditantang. Ia begitu pasti tentang apa yang tidak dapat dilakukan, tetapi tidak memiliki visi tentang apa yang dapat dilakukan. Pikirnya hal ini berkaitan dengan uang. Bagi Filipus, mujizat ini mengungkapkan keunggulan Yesus atas ketidakmungkinan statistik.[131] Demikianlah sang pesimis yang statistik ini diubahkan dan dirangsang imannya dengan tantangan ketidakmungkinan secara statistik.
Andreas
Andreas adalah seorang yang ulet, penuh inisiatif dan memiliki rasa ingin tahu yang besar. Andreas disebut sebagai seorang inisiator karena ia sendiri yang berinisiatif memperkenalkan Yesus, Sang Mesias kepada Petrus.[132] Rasa ingin tahunya terlihat ketika ia bertanya: "Rabi (artinya: Guru), di manakah Engkau tinggal?". Secara tidak langsung mengatakan bahwa inilah Mesias yang sedang dinantikan.
Ia juga adalah seorang yang optimis dan sederhana. Informasi Andreas diberikan secara sukarela. Bagi Andreas mujizat ini menunjukkan bahwa Yesus dapat membenarkan iman yang ditujukan padan-Nya.[133]
”Disini ada seorang anak” (ay 9), artinya seorang anak kecil, atau pelayan dan kemungkinan yang membawa persediaan bagi para murid, atau orang yang datang dengan maksud menjual roti dan ikannya.[134] Bagi Yesus dan para murid-Nya roti itu cukup, tetapi tidak ada artinya bagi lima ribu orang itu. Tidak heran Andreas berkata:
"Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan; tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini? (6:9). Mungkin maksud yang disampaikan Andreas, inilah kemampuan kami. Tetapi kami yakin di hadapanMu makanan ini akan berarti. Ini menunjukkan bahwa Andreas adalah seorang beriman. Dan memang dugaannya tepat mujizat itu memang terjadi.
Andreas telah membuktikan dengan iman dan keyakinannya bahwa Yesus Sumber Hidup manusia yang telah memberkati orang banyak itu membiarkan para pengikut-Nya pulang dalam keadaan lapar.
Dari tanda lima roti jelai ini dan juga situasinya secara sederhana boleh dikatakan bahwa doktrin penyangkalan diri yang di khotbahkan Kristus memberikan contoh bagi para murid-Nya secara lengkap dalam cara hidup mereka sendiri.[135]
Yesus sedang menyatakan belas kasihan dan perhatian-Nya bagi pengikut-Nya. Tanggapan para murid-Nya terhadap perintah-Nya sangat diperhatikan. Mereka telah gagal beriman tetapi mereka patuh dalam melakukannya. Inilah kuasa Yesus untuk memenuhi kebutuhan jasmani manusia tanpa menghiraukan batas-batas materi.
Tanda ini merupakan tanda rangkap. Lima roti jelai dan dua ikan dengan berjalan diatas air yang dihubungkan oleh penulis karena loyalitas sementara para pengikut-Nya atas alasan mujizat dan tanda heran pelipatgandaan roti dan ikan, memposisikan Yesus sebagai Raja yang sesuai dengan pikiran mereka dan konsep mereka. Tindakan yang dilakukan Yesus terhadap pandangan orang-orang ini adalah dengan tegas menyatakan kebenaran sejati (6:26-27):
Yesus menjawab mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang. Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah, dengan meterai-Nya.
Maksud yang hendak disampaikan adalah Tuhan sanggup menyediakan kebutuhan jasmani dan rohani dalam situasi apapun dengan menyerahkan sepenuhnya kepada kekuasaan Allah. Lebih daripada itu diharuskan untuk mengejar sesuatu yang bersifat kekal dan tidak binasa, yang rohani dan yang berasal dari Dia.
Tanda ini bersifat nubuat tentang kecukupan dari Yesus ditengah-tengah kekurangan, dan akan kemampuanNya dalam menjawab kebutuhan orang yang lapar.[136] Lima roti jelai dan dua ikan menandakan bahwa Yesus sebagai roti hidup. Kata Yesus kepada mereka: "Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi (Yoh 6:35).
Tanda Kelima-Berjalan diatas air (6:16-21)
Hal berjalan diatas air merupakan tambahan yang berbeda dari tanda lima roti jelai dan dua ikan. Penekanannya agak berbeda. Kisah lima roti jelai dan dua ikan berpusat pada banyak orang sedangkan kisah berjalan diatas air berpusat pada hubungan Yesus dan para murid.
Yesus berjalan diatas air ini jelas merupakan sebuah ”teofani” – penyataan kehadiran Allah. Tanggapan Yesus menegaskan kenyataan bahwa inilah tindakan penyataan: ”Aku ini” (20).[137] Ayat 19 menerangkan bahwa mereka mendayung dua tiga mil jauhnya. Dalam kondisi kelelahan dan kebingungan seperti ini Yesus tampil dan berjalan diatas air. Tentunya ketakutan akan menghantui mereka ketika melihat bayangan yang mendatangi mereka. Kata Yesus: “Aku ini, jangan takut!” ucapan Yesus ini menghilangkan ketakutan mereka, dan tidak ada reaksi langsung dari para murid yang dicatat oleh Yohanes.
Mujizat ini menyingkapkan kuasaNya atas alam, dan dengan demikian membulatkan gambaran mengenai kenyataan keilahianNya.
Penempatan narasi Yesus yang berjalan di atas air dan pendaratan yang ajaib ini, yang berada di antara narasi pemberian makan orang banyak dan percakapan tentang roti hidup mengajukan macam fakta terkait. Yohanes menginginkan para pembacanya mengetahui bahwa Kristus memang seorang yang berdiri sebagai Tuhan diatas kekuatan-kekuatan kekacauan dan bahkan dunia kodrati menanggapi kehadiran-Nya.[138]
Dalam tanda ini kita menemukan tiga hal:
- Pikiran pada murid tentang suatu jarak, Dia tahu tentang keadaan mereka yang berada dalam kesukaran dan bahaya
- Dia menemukan mereka jauh dari danau itu, dan kemungkinan ditengah-tengah kegelapan
- Dia berjalan diatas air. [139]
Keakraban atau kedekatan tidak mungkin mujizat ini terjadi namun merupakan kehadiran Allah (Omnipotence) secara langsung.
Tenanglah jangan takut, suatu ungkapan larangan. Yohanes tidak mengatakan bahwa para murid berpikir Yesus itu hantu. Sebenarnya mereka tahu bahwa yang berdiri dan berjalan diatas air itu Yesus. Mereka mengenal suaraNya. Namun hubungan dan keakraban selama ini, dan sampai pada tahun kedua iman dan pengharapan para murid belum membuahkan hasil. Dalam situasi seperti ini harapan mereka akan Yesus semakin hilang.
Tenanglah Aku ini jangan takut. Tidak ada kekeliruan di dalam suara itu. Bila Isak tahu suara Yakub (Kej 27:22), Saul kenal suara Daud (1 Sam 26:17) dan Roda tahu suara Petrus (Kis 12:13), maka lebih dari itu para murid pasti tahu suara itu dari Sang Guru. Mereka seharusnya tahu Yesus sebagai gembala karena sudah sekian lama mereka-bersama-sama dengan Dia.[140] Jika semua dombanya telah dibawanya ke luar, ia berjalan di depan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya (Yoh 10:4). Keyakinan mereka akan Yesus masih belum sempurna. Sikap ragu dan takut membawa mereka kepada penyangkalan keberadaan Yesus dihadapan mereka. Iman yang belum sempurna ini jugalah yang membuat Petrus menyangkali Yesus (Yoh 13:38).
”Aku ini”, Yesus mengarahkan pandangan mereka kepada diri-Nya sendiri. ”Jangan takut”, ungkapan untuk menentramkan hati.
Tanda ini membangun hubungan Yesus dengan murid-Nya. Merubah keraguan dan sikap bimbang untuk mempersiapkan para murid dalam menghadapi masa kesengsaraan Yesus. Mujizat ini menyingkapkan kuasaNya atas alam, dan dengan demikian membulatkan gambaran mengenai kenyataan keilahianNya.[141] Kisah selanjutnya sebagai penjelasan akan diri Yesus sebagai Roti Hidup sebagai sambungan yang bersifat tafsiran sesudah memberi makan lima ribu orang dibagi atas tiga bagian dengan tiga macam pendengar :
Bagian pertama (ay 22-40) menyangkut orang banyak, kelompok yang sama yang telah menyaksikan mukjizat itu, bagian kedua (ay 41-59) berurusan dengan orang Yahudi dan secara khusus disebutkan sebagai disampaikan dirumah ibadah di Kapernaum. Bagian ketiga (ay60-71) berisi wawancara dengan murid-murid dan menunjukkan dampak kata-kata Yesus terhadap lingkaran dalam diri para pengikut-Nya sendiri. Dalam tanda roti hidup, Ia berusaha membangunkan mereka dari rasa puas diri yang enak kepada iman yang aktif.
Tahun kedua pelayanan Yesus, empat tanda dimanifetasikan yaitu menyembuhkan anak pegawai istana (4:46-54), menyembuhkan orang sakit di Betesda (5:1-9), memberi makan lima ribu orang (6:1-14) dan Berjalan diatas air (6:16-21). Kesimpulan dari tanda-tanda ini adalah agar mereka “percaya”. Iman pegawai istana dibimbing sampai pada taraf percaya yang sungguh kepada Yesus. Kisah di Betesda menuntun orang yang sakit itu untuk percaya kepada Yesus tanpa ragu. Para pengikut yang telah mengecap berkat lima roti dan dua ikan dituntun untuk percaya bahwa Yesus sebagai sumber kelimpahan. Para murid diyakinkan imannya untuk percaya bahwa Yesus berkuasa atas alam melalui peristiwa berjalan diatas air. Rentetan peristiwa dan tanda ini memberi keyakinan kokoh bagi para murid-Nya. Seperti pengakuan Petrus: “dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah (6:69).” Proses percaya disini adalah menerima Dia, menjadikan-Nya bagian dari kehidupan karena diyakinkan oleh tanda-tanda, yang merupakan bukti dari kekuasaan pribadi Yesus dan iman mereka makin diperteguh.
Akhir Pelayanan Di Galilea
Tahun ketiga ini merupakan pelayan khusus selama enam bulan. Pada tahun ini Yesus menyingkir ke daerah Tirus dan Sidon. Masa ini merupakan masa konflik. Bagian ini menggambarkan perkembangan iman dan ketiadaan iman yang berjalan sejajar diantara para pendengar Yesus dan orang-orang yang memusuhi-Nya. Mereka telah menyimpulkan bahwa Ia harus dihancurkan. Ada beberapa konflik yang terjadi saat perayaan Hari Raya pondok daun yang mengarahkan pengertian kepada Yesus sebagai Sang Mesias. Konflik-konflik tersebut adalah: peristiwa kesaksian Yesus tentang diri-Nya (7:14-24), pertentangan tentang asal Yesus (7:25-36), Air sumber hidup (7:37-44), Yesus dibela oleh Nikodemus 7:45-52), perempuan yang berzinah (8:1-11),Yesus sebagai terang dunia (8:12-20), Yesus bukan dari dunia ini (8:21-29), Kebenaran yang memerdekakan (8:30-36), Keturunan Abraham yang tidak berasal dari Allah (8:37-47), Yesus dan Abraham (8:48-59), dan tanda keenam orang yang buta sejak lahirnya (9:1-40).
Pada bagian akhir pelayanan di Galilea, disini tidak dijelaskan secara terperinci mengenai konflik-konflik yang telah dijabarkan diatas yang terjadi dari pasal 8 sampai pasal 9. Konflik yang akan dibahas adalah tanda keenam. Sebagai suatu oposisi dalam enam bulan terakhir pelayanan di Galilea.
Tanda Keenam - Menyembuhkan orang buta (9:1-12)
Situasi orang ini tanpa harapan, ia buta sejak lahir (9:1). Dalam tanda ini Yesus bertindak mengambil inisiatif dalam mengawali kisah mujizat pada orang ini. Walau demikian tidak berhenti sampai pada tindakanNya yaitu mengoles tanah ke mata orang itu. Ia menyuruh orang itu membasuh dirinya di kolam Siloam (9:6). Dari sekian banyak mujizat yang dilakukan Yesus satu-satunya perkecualian dari penyembuhan tiba-tiba ialah penyembuhan seorang buta ini yang dilakukan dua tahap. Walau demikian setiap tahap bersifat seketika. Tahap yang pertama tersirat bahwa Dia berkuasa atas apapun dan media yang digunakan adalah ”tanah”. Tahap yang kedua tujuannya adalah Yesus sedang membangkitkan harapan pada orang itu dengan cara bertindak dengan iman untuk berbuat sesuatu dengan apa yang sudah Tuhan kerjakan. Harapan inilah yang menjadi tenaga penggerak bagi orang itu untuk mendapat kesembuhan dari Tuhan. Kebutaan dan kesembuhan orang ini merangsang para murid untuk bertanya. Dalam pasal 9:39 :
Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: "Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?"
Jawab Yesus: "Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.
Persoalan yang timbul, apakah kebutaan orang ini bertujuan agar terjadi kesempatan untuk menyembuhkannya? Hal ini dijelaskan oleh Tenney[142]:
Kalau demikian, bukankah penyataan itu agaknya mengandung arti bahwa Allah membuat seorang yang tidak bersalah untuk menderita kemiskinan, kesengsaraan dan penghinaan sepanjang separuh dari seluruh usianya agar ia dapat menunjukkan kuasanya yang ilahi sesudah itu?
Pandangan ini kelihatan sangat kontradiktif. Dalam Injil Yohanes terdapat tiga belas pemakaian yang sejajar dari kata ”tetapi” (alla) berpasangan dengan ”supaya” (hina) dengan arti atau maksud hasil.[143]
Demikian yang diungkapkan oleh Robertson bahwa: jawaban terhadap pertanyaan ini terletak pada interpretasi kata ”supaya” (hina) boleh jadi menyatakan maksud atau akibat.[144] Supaya pekerjaan-pekerjaan Allah dinyatakan melalui dia, dapat dianggap sebagai lebih mengungkapkan suatu peluang daripada suatu takdir.[145]
Pandangan Wescott:[146]
Penderitaannya merupakan kesempatan dan bukannya persiapan yang ditetapkan sebelumnya untuk mujizat itu, walaupun ketika kita memandang hal-hal dari sudut pandang Ilahi, kita dipaksa untuk melihat hal-hal itu dalam ketergantungannya kepada kehendak Allah.
Pada proses penyembuhan ini pada akhirnya ia menemukan Yesus dan mengenalnya secara utuh (Yoh 9:38): Katanya: "Aku percaya, Tuhan!" Lalu ia sujud menyembah-Nya.
Ada sebuah tanda dari Tuhan (penyembuhan lahiriah) yang diakhiri dengan penemuan arti tanda itu, yakni iman kepada Yesus.[147]
Dia tahu, bahwa dirinya buta dan oleh karena itu terbuka bagi wahyu Allah dalam diri Yesus.[148]
Yesus menyembuhkan orang buta ini dengan mengambil simbol tanah liat, kemudian simbol air dari kolam Siloam. Peristiwa ini menunjukkan bahwa seperti Dia pada mulanya menciptakan manusia. Jadi Dia kembali lagi memulihkan tubuh dan jiwanya. Dan masih didalam cara yang sama dia pertama kali datang sendiri dalam keputusan-Nya untuk menyembuhkan kita.[149]
Tanda ini menempatkan Yesus sebagai musuh bagi pihak Yahudi dan Farisi. Orang Farisi yang memiliki motifasi yang bertentangan untuk mencari kesalahan-kesalahan dalam diri Yesus. Adanya pencerahan yang ditimbulkan dari iman yang gigih dan pengakuan yang jujur dari orang buta ini dihadapan banyak orang memberikan rasa takjub dan heran dari para kerabat dan tetangganya.
Bagi orang buta dia telah menemukan imannya yang sejati namun bagi orang Farisi mereka masih tinggal dalam kebutaan mereka. Cocok apa yang dikatakan Yesus:
”Aku datang ke dalam dunia untuk menghakimi, supaya barangsiapa yang tidak melihat, dapat melihat, dan supaya barangsiapa yang dapat melihat, menjadi buta”.
Orang Farisi merasa aman karena memiliki ajaran-ajaran Musa, oleh karena itu mereka buta terhadap wahyu baru dalam Yesus Kristus.[150] Bagi mereka Taurat adalah tradisi yang harus ditaati, huruf yang mati, bukan suara yang hidup.[151]
Bila mereka mengakui secara jujur keberadaan mereka dan melihat kenyataan bahwa mereka buta, seperti ungkapan dari mereka: ”Apakah itu berarti bahwa kami juga buta?”(9:40) maka akan membawa pemulihan dan pengampunan dosa bagi mereka. Karena kesombongan dan kebutaan secara rohani membawa mereka kepada kehilangan terang dan kegelapan rohani.
Karya Allah yang diperlihatkan Yesus sebagai terang dunia, adalah karya wahyu dan pengadilan.[152]
Tanda ini menjelaskan bahwa Yesus adalah terang kehidupan. Maka Yesus berkata pula kepada orang banyak, kata-Nya: "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup. (Yoh 8:12).
Akhir Pelayanan di Yudea Dan Perea
Akhir pelayan di Yudea dan Perea merupakan pelayanan penutupan selama enam bulan. Pada tahun ini oposisi semakin bertambah karena pengaruh tanda-tanda yang dikakukan Yesus. Pelayanan di Perea, daerah seberang sungai Yordan atau daerah di Transyordan sebagai daerah perbatasan antara Yudea dan Galilea. Daerah Perea ini merupakan daerah alternatif bagi seluruh umat Yahudi untuk menghindari daerah Samaria. Kehadiran Yesus pada kesempatan kali ini menimbulkan konflik antara orang Yahudi dan Yesus. Mereka menuduh Yesus menyamakan diri dengan Allah dan menghujat Allah (10:31-39). Walaupun demikian orang-orang di Perea percaya dengan apa yang dikatakan Yohanes Pembaptis mengenai Yesus. Banyak orang menjadi percaya dengan kehadiran Yesus serta tanda-tanda ajaib-Nya (10:40-42).
Persinggahan Yesus di kampung Maria dan Marta (11:1), melalui kehadiran-Nya kuasa kebangkitan dinyatakan. Penekanan bagian ini pada kehidupan atau hidup. Kata kunci yang dipakai oleh penulis adalah :”hidup.” Hidup adalah akibat yang ditimbulkan dari sikap percaya. Hidup inilah yang sedang dikerjakan dan dikaruniakan kepada orang percaya melalui penebusan Kristus di kayu salib.
Kisah Lazarus menggambarkan keyakinan percaya Maria dan Marta yang membawa kepada kemenangan atas kematian kepada kehidupan. Dalam tanda ini memuat pernyataan Tuhan dan melalui tanda itu ada sikap percaya yang menghasilkan reaksi tindakan iman, ”angkat batu itu”. Kematian raga yang membusuk digantikan dengan kehidupan sebagai tanda bahwa: Dialah kebangkitan dan hidup.
Ungkapan Yesus ”Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus” (17:3). Hidup yang diungkapkan Yohanes disini bukan sekedar kehidupan hewani, atau peristiwa keberadaan manusia.[153] Ia melibatkan suatu sifat tersendiri, suatu kesadaran baru, hubungan timbal balik dengan lingkungan, dan perkembangan yang terus menerus.[154]
Kristus dihadirkan sebagai contoh dari kehidupan yang merupakan karunia serta tujuan Allah bagi semua yang percaya kepadaNya.[155]
Tanda Ketujuh-Membangkitkan Lazarus (11:1-46)
Ini adalah mukjizat terakhir yang mengagumkan dihadapan umum yang dicatat oleh Yohanes. Satu kegerakan iman yang besar yang sedang dikerjakan dalam diri setiap orang yang hadir dan meyaksikan tanda itu. Satu rangsangan yang menggugah iman mereka: (11:25) Jawab Yesus: "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati”. Tindakan Yesus dalam menanggapi kasus ini secara betahap dan kelihatan tertunda. (11:6) Namun setelah didengar-Nya, bahwa Lazarus sakit, Ia sengaja tinggal dua hari lagi di tempat, di mana Ia berada. Ia harus menangani saudari-saudari Lasarus yang belum memahami secara benar tentang perkataanNya dan diriNya sebagai alasan penundaanNya.
Dalam pikiran mereka bahwa Yesus hanyalah manusia biasa yang harus segera memberikan pertolongan dan belas kasihan kepada Lasarus sebelum ajalnya tiba. Tetapi lebih dari anggapan itu, Yesus berkuasa atas kematian dan kebangkitan (11:25). Sangat mudah bagi Yesus untuk membangkitkan Lazarus, karena Ia berkuasa atas kematian, namun tujuan yang sedang dicapainya sebelum peristiwa kebangkitan itu, Ia sedang menciptakan iman yang mantap dan kokoh dalam diri saudari-saudari Lazarus dan bagi para muridNya. Tahapan-tahapan pemulihan dan pertumbuhan iman melalui tanda ini dikerjakan melalui: Maria, Marta, dan para murid.
Peristiwa ini diwarnai dengan situasi emosional yang mendalam. Kehadiran orang-orang Yahudi sebagai kerabat dekat Lazarus, yang turut mengucapkan belasungkawa mereka tidak dapat memberikan harapan yang positif bagi kedua saudari Lazarus. Hal ini nampaknya memberikan gambaran tentang tradisi Yudaisme.
Yudaisme adalah rasa simpati, namun Yudaisme tidak mempunyai kesaksian yang jelas tentang kehidupan yang kekal.[156]
Hanya Kristus yang dapat mengalahkan kuasa maut (2 Tim 1:10): Dan yang sekarang dinyatakan oleh kedatangan Juruselamat kita Yesus Kristus, yang oleh Injil telah mematahkan kuasa maut dan mendatangkan hidup yang tidak dapat binasa.
Kedua saudara itu membuat imbauan pertama melalui berita, Tuhan dia yang Engkau kasihi sakit. Mereka mengganggap penyakit saudara laki-laki mereka sebagai peristiwa logis untuk campur tangan Yesus. Mereka yakin bahwa Yesus, dari semua manusia, akan bersimpati dan menolong ketika sahabat-sahabat-Nya berada dalam kebutuhan yang sangat mendesak.[157]
Marta
Marta menunjukkan kualitas imannya kepada Yesus dengan berkata (11:21): ”Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati.” Situasi ini menggambarkan Marta yang kuat imannya namun belum lengkap dan sempurna. Marta sangat aktif dan vokal dalam tindakannya (20). Yesus menggugah iman Marta dengan berkata: ”saudaramu akan bangkit”. Marta menanggapi peristiwa ini dengan kata-kata dan pikirannya yang logis (11:24): ”Aku tahu bahwa ia akan bangkit pada waktu orang-orang bangkit pada akhir zaman.” Pandangannya sedang ia arahkan kepada satu penantian eskatologis tentang kebangkitan di akhir zaman nanti. Satu pengakuan umum tentang pengharapan akan kebangkitan. Tujuan Yesus saat itu bukan yang akan datang tetapi sekarang dan saat itu juga mujizat akan terjadi. Ucapan Yesus: "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati” (Yoh 11:25), menjelaskan gagasan ”kebangkitan” dengan cara menghubungkan lebangkitan orang-orang percaya dengan kebangkitan-Nya sendiri. Yesus menjelaskan bahwa orang-orang yang percaya kepada-Nya akan memperoleh kehidupan sebagai ganti kematian. Ucapan ini merupakan suatu penegasan yang teguh mengenai kekekalan. Kebangkitan Lazarus dari kematian secara jasmani tidak dimaksudkan sebagai suatu kekekalan jiwa yang terpisah dari kebangkitan tubuh, namun sebaliknya kata Yesus: ”Akulah kebangkitan dan hidup” memberikan arti bahwa kebangkitan tubuh-Nya sebagai contoh kebangkitan tubuh bagi orang-orang percaya.
Yesus mengarahkan pikiran Marta kepada keadaan sekarang yang dihadapinya dan imanya terhadap peristiwa itu. Sambutan Marta menekankan ”saudaraku” , ungkapan ini menjelaskan kepribadiannya yang bersifat agresif dan poitif.[158]
Rangsangan iman yang diberikan oleh Yesus (11:25-26), ”percayakah engkau akan hal ini” memberikan pandangan yang jelas bagi Marta tentang Yesus. Jawaban Marta merupakan gambaran imannya tentang siapakah Yesus.
(11:27) Jawab Marta: "Ya, Tuhan, aku percaya, bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah, Dia yang akan datang ke dalam dunia. Hal pertama Marta telah dibangkitkan imannya namun hal yang kedua dia masih berkata : ”ia sudah berbau”. Tindakan ini menunjukkan bahwa bukan berarti dia tidak meyakini perkataan Yesus, tetapi berhubungan dengan suasana perasaan dan tradisi karena Marta merasa malu dengan keadaan Lazarus yang sudah berbau. Hal kedua adalah tradisi orang Yahudi yang tidak mau menajiskan diri mereka dengan menjamah atau menghampiri mayat atau hal-hal yang busuk.
Yesus tidak mengajarkan bahwa kematian mencemarkan, sekalipun menurut hukum Musa, kematian dianggap mencemarkan sampai pada tingkat bahwa sesorang yang menyentuh tubuh orang mati akan tercemar. Yesus tidak mengatakan pengaruh yang merusak dari kematian.[159] Ia menghantarkan kepada pengertian akan kematian sebagai suatu keadaan ”tidur” dimana saatnya kuasa Tuhan dinyatakan untuk membangkitkan keadaan tidur yang sedang dialami Lazarus.
Yesus menghantar Marta sampai pada puncak iman dan keyakinan tentang anggapan dia tentang Yesus hanya sebagai sahabat Lazarus, bahwa benar Dialah Mesias. Dialah kebangkitan dan hidup.
Maria
Tanggapan Maria dalam peristiwa ini berbeda dengan Marta. Maria menanggapinya dengan sikap emosional yang tinggi dengan keharuan yang mendalam. Air matanya menggambarkan tanggapannya tentang situasi yang dialaminya. Ketika ia berjumpa dengan Yesus ia bersujud di kaki Yesus dan menangis. Maria sangat mengharapkan Yesus tidak harus terlambat hadir. Pikirannya bahwa kalau Yesus berada disitu tentunya Lazarus pasti bisa ditolong, ”sayang sekali Guru tidak ada disini”.
Penekanan Maria ”saudaraku” menggambarkan sifatnya yang lembut dilukai oleh hilangnya obyek kasihnya.[160]
Kesedihan dan ratapan Maria memberikan perasan kuat pada Yesus. Masygullah hati Yesus (Yoh 11:33-35) demikian yang digambarkan Yohanes, menyiratkan kemarahan terhadap kematian sebagai musuh terbesar manusia.[161]
Dalam peristiwa ini, keharuan Yesus tidak diakibatkan oleh kematian jasmani saja. Yohanes mencatat juga teriakan kemenangan (”sudah selesai”) dari kayu salib tepat sebelum Yesus menyerahkan nyawa-Nya (Yoh 19:30), yang mengubah rasa ngeri menjadi rasa menang: misi-Nya sudah selesai.[162]
Demikianlah pengharapan yang ditanamkan dalam hati Maria. Dengan iman tersebut ia berani bertindak bersama Marta untuk menyingkapkan tabir kematian dengan mendorong batu kubur. Yesus mengajarkan untuk mengharapkan sesuatu yang mustahil menjadi mungkin dalam kuasaNYa. Inisiatif dan tindakan Maria dan Marta sebagai tindakan iman dalam menentang penilaian nalar dan ketidakpercayaan, ”Lazarus sudah membusuk”.
Kepiluan dan kesedihan Maria dan orang-orang yang menyertainya di dalamnya kemuliaan Tuhan akan segera diyatakan. Imanya ini memampukan Maria untuk berpindah dari kematian rohani kepada kehidupan rohani yang sejati dalam Kristus. Iman yang sejati itulah kemuliaan Allah dapat dinyatakan dan membangkitkan Lazarus yang mati.
Para Murid
Para murid dalam peristiwa ini masih memiliki sikap pesimis dan keyakinan yang belum kokoh. Para murid takut akan sikap kembalinya Yesus ke Yudea yang membahayakan Yesus karena orang Yahudi mencoba melempari Dia (8). Sikap pesimis ini dijawab oleh Yesus: "Bukankah ada dua belas jam dalam satu hari? Siapa yang berjalan pada siang hari, kakinya tidak terantuk, karena ia melihat terang dunia ini” (11:9). Maksud yang tersirat adalah bukan keselamatan diri yang penting tetapi amanat dan kewajibanNya itulah yang utama.[163] Kematian hanyalah suatu peristiwa kecil dalam karirNya. Dan kalaupun pembangkitan Lazarus membawa bahaya bagi diri-Nya Ia akan menghadapi tanpa mundur.[164]
Masalah yang belum dipahami para murid adalah ungkapan Yesus, Ia menyebut kematian itu ”tidur”(11). Dikatakan bahwa seorang telah meninggal dan telah dihidupkan kembali ( kecuali jika acuan ini penekanannya pada Lazarus yang tidur) naratif ini hanya terjadi dalam Yohanes dan ini jelas memuat karakteristik Yohanes. Sikap Yesus terhadap kematian bahwa Ia tidak mendukung pandangan bahwa penderitaan dan kematian merupakan bukti bahwa orang telah berbuat dosa-dosa khusus (seperti contoh Luk 13:1-5).
Kata “tidur” lazim digunakan orang-orang Ibrani dengan arti “meninggal” dan Yesus kadang-kadang memakainya. Dalam Perjanjian Lama apabila kata “tidur” ini diterapkan untuk kematian, maka konteksnya selalu memperlihatkan penggunaannya sebagai kiasan. Pada masa antara Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama, kata itu juga digunakan sebagai bentuk sinonim untuk kematian[165]. Kata Yesus: "Penyakit itu tidak akan membawa kematian, tetapi akan menyatakan kemuliaan Allah, sebab oleh penyakit itu Anak Allah akan dimuliakan." Yesus sedang memandang jauh kedepan melampaui kematian jasmani menuju peristiwa kebangkitan Lazarus. Penyakit ini tidak menghalangi perwujudan kemuliaan Allah.
Tetapi contoh dalam kisah kematian anak Yairus, Yesus berkata anak itu tidak mati tetapi “tidur” (Mat 9:24 = Mrk 5:39 = Luk 8:52). Keadaan Lazarus dan anak perempuan Yairus bukanlah suatu keadaan tidak sadar, tetapi suatu keadaan kematian yang tak dapat dihindarkan oleh manusia. Orang yang menyaksikan peristiwa itu tidak mengerti arti tidur dan kematian karena itu mereka mencemoohkan Yesus.[166]
Pandangan yang lebih baik terhadap kematian ini dilihat dari sudut pandang orang-orang yang sedang berkabung bahwa keadaan kematian ini dianggap seolah-olah sebagai “tidur”. Ini merupakan suatu cara menilai kematian yang baru berdasarkan kuasa Kristus yang tidak berada dibawah kuasa maut.[167]
Peristiwa kematian sebagai suatu periode ketidaksadaran yang melampauinya akan ada kebangkitan kepada hidup”.[168]
Kalau iman mereka dapat mengatasi ketakutan mereka, dan melompati rintangan yang diciptakan oleh apa yang disebut finalitas kematian (segala sesuatu berakhir dengan kematian), maka mereka akan disiapkan secara memadai untuk goncangan yang diakibatkan oleh penyaliban dan kebangkitanNya yang akan datang.[169]
Tomas mewakili para murid dalam menggambarkan semangat dan imannya.
Lalu Tomas, yang disebut Didimus, berkata kepada teman-temannya, yaitu murid-murid yang lain: "Marilah kita pergi juga untuk mati bersama-sama dengan Dia(11:16). Rasa pesimis dan keputusasaan inilah yang akan dipulihkan Yesus dengan cara tanda dan mujizat kebangkitan Lazarus dari kematian.
Iman Tomas bersifat berani tetapi tidak berkemenangan.[170] Ia siap menerima kemungkinan mati syahid sebagai kewajiban, tetapi ia tidak mempunyai konsep tentang kemenangan atas kematian dan semua kuasanya. Iman belum lagi beralih dari tekad kepada pengertian.[171] Yohanes memperlihatkan doa Yesus, sebagai Anak yang berdoa kepada Bapa-Nya. Lalu Yesus menengadah ke atas dan berkata: "Bapa, Aku mengucap syukur kepada-Mu, karena Engkau telah mendengarkan Aku” Doa ini merupakan pergumulan batin yang sangat dalam dimana Ia membagikan ketegangan dengan Bapa-Nya dan berakhir dengan kemenangan.
Unsur utama yang diajarkan dari doa itu kepada para murid-Nya bahwa doa itu mengarah keluar dari diri-Nya berpusat pada kebutuhan-kebutuhan murid-murid-Nya.[172] Perbedaan yang sangat penting disini adalah Yesus tidak pernah menyebut Allah sebagai Bapa ”kami”, Ia membedakan keadaan diri-Nya sebagai Anak dan keadaan orang-orang lain. (Yoh 20:17). Perbedaannya terletak pada manusia dalam relasinya dengan Allah sebagai ”yang diciptakan” dan Pencipta” sedangkan Yesus sebagai Allah sendiri yang sehakekat dengan Bapa.
Melalui peristiwa kematian Lazarus membuktikan jati diri Yesus yang sebenarnya dan maksud Yesus adalah untuk memberikan suatu perubahan sikap dimana sikap para pengikut-Nya terhadap kematian akan benar-benar berbeda dengan sikap orang-orang lain, sehingga mereka dapat menghadapinya tanpa rasa takut.
Tanda ini telah digenapi bahwa Dialah kebangkitan dan hidup. Pesan yang disampaikan dalam peristiwa ini:
Sebuah permulaan baru yang menyeluruh yang sedang Allah kerjakan dalam Kristus – sebuah permulaan yang menempatkan kuasa kematian sekalipun dibawah pengaturan Allah.
Tanda ke tujuh yang agung ini mengarahkan kita kepada kebangkitan Yesus sendiri
Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya (Yoh 10:11). Dari kebangkitan Lazarus ini mengatakan bahwa Kristus adalah Sang Pembebas dan memerdekakan umat manusia dari belenggu kematian dan penindasan kuasa maut. Ia yang memelihara dan memberi perlindungan dan kehidupan bagi domba-domba-Nya.
Ada suatu kehidupan baru yang ditawarkan dan sedang dikerjakan oleh Yesus. Ia menyiapkan umat-Nya untuk suatu kehidupan kekal yang penuh dengan pengharapan dan sukacita. Tidak ada ketakutan menghadapi kematian secara jasmani untuk sementara waktu, untuk berpindah kepada suatu kehidupan yang sejati. Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu (Yoh 14:2).
Kebangkitan dan kemenangan-Nya atas maut memberikan jalan bagi manusia untuk percaya bahwa ada pengharapan dalam kebangkitan dan kehidupan yang telah dikerjakan-Nya.
Kesimpulan dari tahun ketiga pelayanan Yesus adalah: Dua tanda terakhir yang dilakukan Yesus yakni orang buta disembuhkan dan Lazarus dibangkitkan memiliki tujuan agar iman dikuatkan dan memperoleh hidup. Kisah ini merupakan gambaran kematian dan kebangkitan Yesus. Tanda ini mempersiapkan mereka untuk bertahan dan tetap teguh ketika Yesus harus mengalami kematian dan kemudian bangkit dan meninggalkan mereka. Ada kehidupan sesudah kematian dan Yesus menjamin bagi yang mau percaya. Kristus hadir sebagai contoh dari kehidupan dan merupakan karunia dan tujuan Allah bagi semua umat manusia.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil kajian kepustakaan yang dirangkum dan di simpulkan maka penulis menemukan beberapa kesimpulan :
Tujuan tanda di tahun pertama adalah: persiapan Yesus untuk menyucikan dan melayani orang-orang Yahudi yang mengerti Taurat namun terikat dengan tradisi kuno seperti Nikodemus, meyakinkan orang berdosa akan keselamatan dalam diri-Nya seperti perempuan Samaria. Yesus mengarahkan iman mereka untuk menunjukkan kedaulatan-Nya atas alam dan kuasa-Nya untuk mengubah orang berdosa menjadi anak-anak Allah secara rohani (Yoh 3:1-15).
Tujuan tanda di tahun kedua adalah: agar mereka “percaya”. Rentetan peristiwa dan tanda di tahun kedua ini memberi keyakinan dan iman yang kokoh bagi para pengikut dan para murid-Nya. Seperti pengakuan Petrus: “dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah (6:69).” Proses percaya disini adalah menerima Dia, menjadikan-Nya bagian dari kehidupan karena diyakinkan oleh tanda-tanda, yang merupakan bukti dari kekuasaan pribadi Yesus dan iman mereka makin diperteguh.
Tujuan tanda di tahun ketiga adalah: agar iman dikuatkan dan memperoleh hidup. Kisah kebangkitan Lazarus merupakan gambaran kematian dan kebangkitan Yesus. Tanda ini mempersiapkan mereka untuk bertahan dan tetap teguh ketika Yesus harus mengalami kematian dan kemudian bangkit dan meninggalkan mereka. Ada kehidupan sesudah kematian dan Yesus menjamin bagi yang mau percaya. Kristus hadir sebagai contoh dari kehidupan dan merupakan karunia dan tujuan Allah bagi semua umat manusia.
Kitab Yohanes membuktikan bahwa tanda-tanda sepanjang pelayanan Yesus, yaitu ke-tujuh tanda itu turut bersaksi bahwa Dialah Mesias yang telah datang untuk memberikan kelepasan bagi yang terikat dan menyelamatkannya. Tanda-tanda itu membuktikan keilahian Yesus sebagai yang diutus Allah. Tidak ditemukan bahwa tanda-tanda itu bersifat pertunjukkan semata, justru sebagai media untuk peneguhan bagi keotentikan berita yang disampaikan oleh Yesus dan meneguhkan identitasNya sebagai Mesias dari Allah.
Dalam tanda-tanda itu pernyataan Tuhan dinyatakan, melalui tanda-tanda itu menimbulkan percaya, di dalam percaya itu ada sikap dan reaksi yang muncul sebagai respon terhadap kebenaran-kebenaran yang dinyatakan. Melalui sikap percaya itu ada kehidupan yang dihasilkan sebagai tujuan dari pengharapan yang ditawarakan oleh Yesus.
Memang masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus di depan mata murid-murid-Nya, yang tidak tercatat dalam kitab ini, tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya (Yoh 20:30-31).
Saran-Saran
Dari hasil kajian ini penulis memberikan saran kepada para pembaca bahwa kita tetap percaya mujizat sudah, sedang, dan akan terjadi, dan tetap terjadi sepanjang kehidupan manusia di bumi ini, sampai semuanya digenapi.
Sebagai orang yang percaya, kita harus meyakini bahwa janji-Nya itu “ya” dan “amin”. Ia tetap menyertai dan berkarya bagi kita demi kerajaan dan kemuliaan yang telah Ia sediakan bagi orang-orang yang mengasihi Dia.
Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya: mereka akan mengusir setan-setan demi nama-Ku, mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka (Mrk 16:17).
Sikap yang dewasa sebagai orang yang sudah ditebus dan diselamatkan, hendaklah kita memiliki pengetahuan yang benar akan kebenaran Allah. Mujizat bukan merupakan satu-satunya media yang mutlak untuk memperoleh keselamatan namun sebagai alat untuk mewujudkan tujuan Ilahi yaitu keselamatan bagi seluruh manusia melalui Yesus Kristus sebagai Jalan Keselamatan itu. Hendaklah mujizat di tempatkan secara proposional dan melihat Tuhan sebagai obyek yang harus disembah dan dipuji. Hanya Dia-lah sumber keselamatan dan kehidupan kita.
Sebagai hamba-hamba Tuhan yang bekerja di ladangnya, hendaklah tidak fanatik dalam mengharapkan mujizat harus terjadi dalam segala aspek pelayanan dan kehidupan, tetapi biarlah Allah berkarya melalui pekerjaan-Nya dengan meneguhkan segala karya-Nya sesuai dengan kehendak-Nya.
Melalui karya ini penulis mengharapkan dan bersyukur bila kita menyadari dan mensyukuri bahwa mujizat terbesar dalam hidup adalah kita bisa percaya dan menerima Yesus sebagai Juruselamat dan dengan sukacita menghidupi kehidupan yang dianugerahkan dan disediakan bagi kita di masa sekarang dan yang akan datang.
[1] www.
Wikipedia Indonesia, Ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia, (2006) 1
[2] Uzair Fauzan, Mengungkap Gegar Rasionalisme Modern, ( Maret 2006) 1
[3]
Berkhof dan I. H. Enklaar, Sejarah
Gereja, (Jakarta:
PT BPK Gunung Mulia, 2004) 217
[4]
Ibid, 217
[5]
Ibid, 127
[6] www.ppi-india.da.ru
[7]
Ppi-india.da.ru
[8] “Membangkitkan,
Mencerahkan & Mengubahkan.” Bahana, Maret
2007. vol 191, 37
(Malang : Gandum Mas, 2001)
356
[15]
A. van de Beek. Mujizat Dan Cerita-Cerita
Mujizat, ( Jakarta : PT BPK
Gunung Mulia, 1996) 76
[16] Alkitab Penuntun-Hidup Dalam Kelimpahan (Malang: Gandum Mas, 2002)
119
[17]
Ibid, 119
[18]
Ibid, 119
[19]
Ibid, 349
[20]
Ibid, 349
[21]
Andrew E. Hill dan John H. Walton, Survei
Perjanjian Lama, (Malang:
Gandum Mas, 2001) 250
[22]
J. D. Douglas, ed. , Ensiklopedia Alkitab
Masa Kini (Jakarta: Bina Kasih, 1995) 1: 275
[23]
Hand Book To The Bible, Pedoman Lengkap
Pendalaman Alkitab, (Bandung: Kalam Hidup, 2002) 298
[24] Alkitab
Penuntun, 563
[25]
Ibid, 1811-1812
[26]
Ibid, 1812
[27]
Stephen S. Smalley, John – Evangelist & Interpreter, (UK: Paternoster Press, 1994)
68
[28] Merrill C. Tenney, survei Perjanjian Baru, (Gandum Mas: Malang, 1992) 233
[29]
Ibid, 233
[30]
C. S. Lovett, Lovett’s Lights On John, (California,
Personal Christianity, 1970) 5
[31] Alkitab
Penuntun, 1695
[32] J. Wesley Brill, Tafsiran Injil Yohanes, (Bandung: Kalam Hidup, 1976) 12
[33] Dave Hagelberg, Tafsiran Injil Yohanes, (Yogjakarta: Yayasan Andi, 1999) 3-4
[34] Hagelberg, Tafsiran Injil Yohanes, 5-6
[35] Ibid, 6
[36]
Ibid, 6
[37] Tenney, survei Perjanjian Baru, 236
[38]
Ibid, 236
[39]
Ibid, 236
[40] J. I. Packer,ed., Ensiklopedi Fakta Alkitab,(Malang: Gandum Mas, 2001)2: 1237
[41]
Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru, (Jakarta: PT BPK Gunung
Mulia) 31
[42]
Ibid, 31
[43] Berkhof
dan Enklaar, Sejarah Gereja, 2
[44]
Ibid, 2
[45]
Guthrie, Teologi Perjanjian Baru, 31
[46] Berkhof
dan Enklaar, Sejarah Gereja 20
[47] Beek. Mujizat Dan Cerita-Cerita Mujizat, 121
[48] Ibid, 121
[49] Jean Baptiste Sawadogo & Marcia
A. Munger, Kerajaan, Kuasa Dan Kemuliaan,
(Malang: Gandum Mas, 1984) 133
[50]Ibid,
100
[51] F. F. Bruce, Dokumen-dokumen Perjanjian Baru, (Jakarta: Gunung Mulia, 1991) 65
[52] Alkitab
Penuntun, 1695
[53]
Ibid, 1695
[54]
Ibid, 1695
[55] Josh McDowell & Bart Larson, Allah Menjadi Manusia, (Bandung: Lembaga
Literatur Baptis, 1976) 79
[56] J. H. Bavinck, Sejarah Kerajaan Allah, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1990) 141
[57] Ibid, 141
[58] Ibid, 141
[59] Douglas, ed. , Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, 1: 500
[60] Ola Tulluan, Ph. D, Tafsiran Injil Yohanes 1-5, (Batu: Sekolah Tingi Teologia Batu,
1993) 35
[61] Douglas, ed. , Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, 1: 500
[62]
Ibid, 500
[63]
Ibid, 500
[64] Ibid, 35
[65] J. H. Bavinck, Sejarah Kerajaan Allah, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1990) 143
[66] Ola Tulluan, Tafsiran Injil Yohanes 1-5, 35
[67]
Ibid, 37
[68]
Arthur. W. Pink, Tafsiran Injil Yohanes, (Surabaya:
YAKIN, 1945) 41
[69] Robert Kysar, Injil Yohanes Sebagai Cerita, (Jakarta: Gunung Mulia, 1995)13
[70] Ibid, 13
[71] Alkitab
Penuntun,1703
[72]
Ibid, 1703
[73]
Ibid, 1703
[74] Ibid,
1703
[75]
Ibid, 1703
[76] Fuller, Menfsirkan Mukjizat, 93
[77]
Ibid, 94
[78] Ola Tulluan, Tafsiran Injil Yohanes 1-5, 41
[79] Merrill C. Tenney, Injil Iman, (Malang: Gandum Mas, 1996) 93
[80] J. D. Douglas, ed. 2 , op. cit, 576
[81] Tenney, Survei Perjanjian Baru, 237
[82]
Tenney, Injil Iman, 95
[83] Bible
Commentaries, Adam Clarke’s Comentary,Yoh
4:46
[84]
Bible Works, KJV John 4:48, 26205
[85] Ibid, 26205
[86] J. D. Douglas, ed. , Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (Jakarta:
Bina Kasih, 1995) 2, 96
[87] Ibid,
4:47
[88]
Bible Commentaries, People’s New
Testament Commentary,Yoh 4:48
[89] Kerinduan Segala Zaman, (1967) 177
[90] Kysar, Injil Yohanes Sebagai Cerita, 24
[91] Dave Hagelberg, Tafsiran Injil Yohanes 1-5 (Yogyakarta: Andi Offset, 1999) 196
[92] Leon Morris, The New
International Commentary On The New Testament. (Michigan: WM. B. Eerdmans
Publishing Co, 1979) 289
[93]
Bible Commentaries, Robertson’s NT Words
Picture, Yoh 4:50
[94]
Earl F. Palmer, The Intimate Gospel (Texas:
Word Books Publisher, 1978) 59
[95] Kysar, Injil Yohanes Sebagai Cerita,24
[96] Tenney, Survei Perjanjian Baru, 237
[97] Bible
Commentaries, Robertson’s NT Words
Picture, Yoh 4:50
[98]
Bible Commentaries, Adam Clarke’s
Comentary,Yoh 4:50
[99]
Tenney, Injil Iman, 101
[101] Ibid, 76
[102] J. H. Bavinck, Sejarah Kerajaan Allah, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1990) 217
[103] Everett F. Harrison, Injil Yohanes, (Jakarta: PT BPK Gunung
Mulia, 1985) 25
[104]
Lht.ctt kaki taf. Injil Yoh, Dave
Hagelberg hl 201
[105]
Timothy Tow, The Gospel Of Life, (Singapore:
Christian Life Distributors, 1983) 33
[107] lht. ctt kaki tafsiran Injil Yohanes karya
D. Hagelberg hal 201
[108]
Bible Works, KJV John 5:6, 26212
[109] Bible
Commentaries, The Fourfold Gospel, Yoh
5:6
[110] Tenney, Injil Iman, 103
[111] Kysar, Injil Yohanes Sebagai Cerita, 26
[112]
Tenney, Injil Iman, 104
[113]
J. L. Packer, ed. Dunia Perjanjian Baru. (Malang:
Gandum Mas, 1993) 104
[114]
Bible Commentaries, Albert Barnes’NT Commentary, Joh 5:30
[115] Bible
Commentaries, Robertson’s NT Words
Picture, Yoh 5:20
[116] Bible
Commentaries, Robertson’s NT Words
Picture, Yoh 5:12
[117] Kerinduan
Segala Zaman, (1967) 185
[118]
Ibid, 185
[119] Bruce Chilton, Studi PB Bagi Pemula, (Jakarata: PT BPK Gunung Mulia, 1994) 129
[120]
Ibid, 188
[121]
Ibid, 188
[123]
Tenney, Injil Iman, 105
[124]
Ibid, 108
[125] Kysar, Injil Yohanes Sebagai Cerita, 30
[126]
Tenney, Injil Iman, 110
[127]
Ibid, 110
[128] J.
Wesley Brill, Tafsiran Injil Yohanes, (Bandung:
Kalam Hidup, 1976) 66
[129] Bible
Commentaries, The Fourfold Gospel, Yoh
6:5
[130]
A. W. Pink, Tafsiran Injil Yohanes, (Surabaya:
YAKIN, 1945) 122
[131] Tenney, Injil Iman, 111
[132]
Sostenis Nggebu, Dari Betsaida Sampai Ke
Yerusalem, (Bandung:
Kalam Hidup, 2002) 19
[133] Tenney, Injil Iman, 111
[134]
Bible Commentaries, Adam Clarke’s
Comentary,Yoh 6:9
[135]
Ibid, Yoh 6:9
[136] Tenney, Injil Iman, 110
[137] Kysar, Injil
Yohanes Sebagai Cerita, 32
[138]
Ibid, 32-33
[139]
Bible Commentaries, Adam Clarke’s
Comentary, Mat 14:25
[140] Bible
Commentaries, The Fourfold Gospel,Mark
6:50
[141] Tenney, Injil Iman, 113
[142] Tenney,
Injil Iman, 149
[143]
Ibid, 150
[144] Ibid, 151
[145] Ibid, 151
[146] Ibid, 151
[147] Guido Tisera SVD, Firman Telah Menjadi Manusia (Kanisius: Yogyakarta, 1992) 68
[148] Fuller, Menafsirkan Mukjizat, 100
[149]
Bible commentaries, Geneva Bible Notes, John 9:6, 1599
[150] Fuller, Menafsirkan Mukjizat, 100
[151] Tenney, Injil Iman, 155
[152] Fuller, Menafsirkan Mukjizat, 100
[153] Tenney, Survei Perjanjian Baru, 237
[154] Ibid,
237
[155] Ibid,
237
[156] Tenney,
Injil Iman, 169
[157] Merrill
C. Tenney, John - The Gospel Of Belief
( Michigan: WM. B. Eerddmans Publishing Co, 1960) 171
[158] Tenney,
Injil Iman, 168
[159]
Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3
(Jakarta:
PT BPK Gunung Mulia, 2001) 168-169
[160] Tenney,
Injil Iman,168
[161]
Ibid, 169
[162]
Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3,
173
[163]
Ibid, 167
[164]
Ibid, 167
[165]
Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3 169
[166]
Ibid, 169
[167]
Ibid, 169
[168]
Ibid, 167
[169]
Ibid, 167-168
[170]
Ibid, 167-168
[171]
Ibid, 167-168
[172]
Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 1
(Jakarta:
PT BPK Gunung Mulia, 2003) 353
DAFTAR PUSTAKA
Alkitab Penuntun-Hidup Dalam Kelimpahan, Malang:
Gandum Mas, 2002
Bavinck,
J. H. Sejarah Kerajaan Allah, Jakarta:
Gunung Mulia, 1990
Beek, A.van de . Mujizat Dan Cerita-Cerita Mujizat. Jakarta
: PT BPK Gunung Mulia, 1996.
Berkhof, H. dan Enklaar, I. H. Sejarah Gereja 2, Jakarta:
PT BPK Gunung Mulia, 2004
Bible
Commentaries, Adam Clarke’s Comentary,Yoh
4:46
________________, Albert
Barnes’NT Commentary, Joh 5:30
________________,
People’s New Testament Commentary,Yoh
4:48
________________,
Robertson’s NT Words Picture, Yoh
4:50
________________, The Fourfold Gospel, Yoh 6:5
Bible Works,
KJV
Brill, J.
Wesley. Tafsiran Injil Yohanes. Bandung: Kalam Hidup, 1976
Bruce, F. F. Dokumen-dokumen
Perjanjian Baru, Jakarta: Gunung Mulia, 1991
Chilton, Bruce. Studi PB Bagi Pemula,
Jakarata: Gunung Mulia, 1994
Douglas, J.D. , ed. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini. Vol. 1. Jakarta:
Bina Kasih, 1992.
Douglas, J.D. , ed. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini. Vol. 2. Jakarta:
Bina Kasih, 1992.
Echols, John M dan Shadili, Hassan. Kamus Inggris – Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka, 2000
Elektronik 2.0.0, Alkitab. Alkitab Elektronik Terjemahan Baru. Lembaga Alkitab Indonesia,
1974.
Fauzan, Uzair. Mengungkap Gegar Rasionalisme Modern, 2006.
Flynn, Leslie B.
19 Karunia Roh. Batam: Gospel Press, 2001.
Fuller, Reginald H. Menafsirkan Mukjizat. Jogjakarta: Kanisius, 1991.
Greig, Gari S. dan Springer Kevin N. Kebutuhan Gereja Saat Ini – Kerajaan Allah
Dan KuasaNya. Malang:
Gandum Mas, 2001.
Guthrie, Donald Teologi
Perjanjian Baru 1 Jakarta:
Gunung Mulia, 2003
____________, Teologi
Perjanjian Baru 3 Jakarta:
Gunung Mulia, 2001
Hagelberg,
Dave. Tafsiran Injil Yohanes. Yogjakarta:
Yayasan Andi, 1999
Harrison, Everett F. Injil Yohanes, Jakarta:
Gunung Mulia, 1985
Hill, Andrew E. dan Walton, John H, Survei Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 2001)
Hand Book To The Bible, Pedoman Lengkap Pendalaman Alkitab, (Bandung: Kalam Hidup, 2002
Kerinduan Segala Zaman,1967
Kysar,
Robert. Injil Yohanes Sebagai Cerita.
Jakarta: Gunung
Mulia, 1995
LAI. Alkitab. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 1996.
____, Alkitab
Penuntun-Hidup Dalam Kelimpahan Malang: Gandum Mas, 2002
Lovett, C. S.
Lovett’s Lights On John, California, Personal Christianity, 1970
McDowell,
Josh & Larson, Bart. Allah Menjadi
Manusia, Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 1976
Membangkitkan, Mencerahkan & Mengubahkan, Bahana, Maret 2007. vol 191,
Mengungkap
Kebenaran. Truth. 01 Maret 2006.
Morris, Leon. The
New International Commentary On The New Testament. Michigan: WM. B. Eerdmans Publishing Co,
1979
Nggebu, Sostenis. Dari Betsaida Sampai Ke Yerusalem, Bandung: Kalam Hidup, 2002
Packer, J.
I. ed. Ensiklopedi Fakta Alkitab 2. Malang: Gandum Mas, 2001
Palmer, Earl F. The
Intimate Gospel Texas:
Word Books Publisher, 1978
Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka,
1983.
Ppi-india.da.ru, www.
Pranoto, Ki Agung. Saatnya
Dukun Bicara. Jogjakarta:
Galang Press, 2000.
Sawadogo,
Jean Baptiste & Munger, Marcia A. Kerajaan,
Kuasa Dan Kemuliaan, Malang: Gandum Mas, 1984
Smalley, Stephen
S. John – Evangelist &
Interpreter, UK:
Paternoster Press, 1994
Tenney,
Merrill C. Injil Iman. Malang:
Gandum Mas, 1996
_____________, John
- The Gospel Of Belief. Michigan:
WM. B. Eerddmans Publishing Co, 1960
_____________,
Survei Perjanjian Baru, Malang:
Gandum Mas, 1992
Tisera SVD,
Guido. Firman Telah Menjadi Manusia, Yogyakarta:
Kanisius, 1992
Tow,Timothy.
The Gospel Of Life, Singapore: Christian Life Distributors, 1983
Truth, Mengungkap Kebenaran, 1 Maret 2006
Tulluan, Ola . Tafsiran
Injil Yohanes 1-5, Batu: Sekolah Tingi Teologia Batu, 1993
W. Pink,
Arthur. Tafsiran Injil Yohanes. Surabaya: YAKIN, 1945
Wikipedia Indonesia,
www. Ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia, 2006
Posting Komentar untuk "MUJIZAT DALAM PELAYANAN YESUS MENURUT INJIL YOHANES"