Kisah Hubungan Gelap, Perselingkuhan Yang Menyakitkan

Selingkuh dan bahanya
Entah dimulai dari mana kisahku ini..
Semenjak aku mengambil pelayanan di sebuah kota, saya berkenalan dengan seseorang di gereja yang sama di tempat aku beribadah dan juga terlibat pelayanan. Dua bulan perkenalan dan mencoba menjalin hubungan (meski ku tahu dia seorang duda cerai), dan di saat itulah kehancuran diriku di mulai, kami melakukan yang tidak seharusnya kami lakukan.

Dia mengatakan akan bertanggungjawab dengan apa yang terjadi. Saya masih terlibat pelayanan dengan rasa jijik dan bersalah pada Tuhan dan pada diri ku sendiri. Namun hubungan yang seharusnya tidak ku lalui itu tetap berjalan bahkan semakin parah, ketika kami bertemu dan ada kesempatan kami melakukannya lagi dan lagi. Bahkan kalau pun kami tidak bertemu maka saya akan memberikan photo-photo vulgar lewat pesan singkat karna kalau tidak di turuti dia akan marah besar.

Pada waktu itu saya tinggal sendiri (sudah berpisah dari keluarga yang awal mula aku tinggal). Dan kami pun tinggal bersama layaknya suami istri tanpa ikatan. Rasa bersalah itu terus menghantuiku dan bingung harus melakukan apa supaya saya bisa lepas dari dia.

Karna jujur saja saya sangat menyayanginya dan saya bahagia pada saat itu namun hati nurani tidak bisa dibohongi ada rasa gersang, melayani yah hanya sebagai rutinitas. Saya tetap melayani dengan perasaan bersalah dan tidak ada damai sejahtera, itu saya lakukan agar saya tetap ingat bahwa hidup saya itu untuk melayani, karna kalau saya lepas pelayanan mungkin saya pasti akan lari semakin jauh dari Tuhan.

Begitu banyak peringatan yang Tuhan berikan kepada saya, baik melalui perenungan pribadi, maupun dari khotbah-khotbah yang disampaikan oleh para hamba Tuhan. Itu membuat saya semakin "linglung"- berada pada sebuah persimpangan. Namun ikatan perzinahan itu begitu kuat yang akhirnya saya tidak mengindahan peringatan Tuhan itu.

Setiap kali saya berdoa, saya selalu meminta kelepasan dari Tuhan dan saya meminta kepada Tuhan biar kami dipisahkan dengan cara Tuhan sendiri. Pada suatu kesempatan saya kembali lagi ke kota asal saya. Hubungan kami tetap berjalan, kalau dia menginginkan kebutuhannya maka saya akan memberikan foto-foto pribadi saya. Berkali-kali saya menolaknya karna memang saya tidak menyukai hal itu, namun akhirnya saya tetap berikan karena rasa sayang dan daripada dia marah-marah kepada saya.

Berkali-kali saya mengutarakan keberatan-keberatan saya tentang permintaannya itu maka sudah bisa ditebak dia pasti marah besar dan tak segan-segan memaki-maki bahkan mengancam untuk selingkuh.

Sakit hati yang kurasakan karena perlakuannya yang ku anggap bahwa saya hanya sebagai obyek pelampiasan nafsunya dan saya tidak dihiraukannya.
Sempat ada pembicaraan untuk ke jenjang pernikahan, kakak ku pun memberikan ijin ( soal dia sudah bercerai sudah ku beritahukan kepada kakakku) dan dia pun menyetujuinya. Namun akhirnya itu hanya angan-angan dan harapan palsu.

Selang beberapa bulan kami berpisah, saya mendengar kabar dari seorang teman yang ada di kota dimana dia berada bahwa dia selingkuh dengan teman baik saya. Betapa sakitnya hati ku ini, dalam hati saya berkata: apa salah saya sampai dia tega berbuat begitu, saya sudah menuruti semua keinginannya, tapi kenapa bisa dia bermain di belakangku.

Saya pun menyayangkan sikap teman baik saya itu yang menjadi teman selingkuhannya. Dan ketika saya bertanya tentang kabar itu, mulanya mereka mengelak namun pada akhirnya mereka mengakui dan berkata khilaf.

Masalah perselingkuhan ini pun langsung saya beritahukan kepada kakak saya, dan mereka pun sangat kecewa sekali. Kakak perempuannya yang adalah ibu gembala di gereja saya beribadah itu pun sangat kecewa dengan perlakuan adiknya terhadap saya.

Mereka yang mengetahui hubungan kami, cukup senang karena melihat adanya perubahan-perubahan dari dia. Namun ketika perselingkuhan itu terungkap kakak perempuannya memberi nasihat : “lebih baik kamu putus dengan dia, kalau kamu masih sama dia, nanti kasihan sama kamu, saya tau watak adik saya ini”.

Namun saya tetap memberi kesempatan buat dia berubah karena pikir saya: setiap orang punya hak untuk diberi kesempatan, siapa tahu dia berubah.

Janji untuk menikah hanya tinggal janji. Di dalam doa saya, saya berkata: Tuhan jika dia yang terbaik buatku persatukanlah kami, namun jika bukan pisahkanlah kami dengan cara Mu sendiri.

Berkali-kali saya disakiti dan dikhianati, namun saya coba untuk memaafkan. Saya tidak mengerti dengan diri saya sendiri, kenapa saya tetap bertahan dalam hubungan yang tidak pantas, apakah saya yang tertalu sayang atau karena saya adalah orang bodoh yang bisa terus dibodoh-bodohin.

Hingga akhirnya dia pun semakin berubah, kabarpun nyaris tak ada, kalau tidak dihubungi maka tidak ada kabar. Saya belajar mengampuninya, sangat sakit memang, dengan harapan meskipun kalau tidak berjodoh biarlah tetap menjadi teman baik, teman yang terus mendukung satu sama lain.

Dan betapa kagetnya saya ketika lihat di "sosmed"/facebook bahwa dia sudah menikah, atau mengkin akan menikah, rasa sakit itu memang tidak seperti dulu, namun tetap ada rasa marah dalam hatiku.

Tidak tahu apakah aku belum sepenuhnya mengampuni dia atau apalah saya bingung..(padahal itu salah satu doaku supaya dia bertemu dengan orang lain dan saya bisa benar2 lepas dari dia) namun ternyata tidak semudah itu dijalani.

Dan karena sakit hati tadi saya mencoba mengusir kejenuhan, kelelahan saya dengan berkencan dengan orang lain lagi ditempat pelayananku yang baru, dan bisa ditebak saya pun melakukannya lagi, perbuatan yang tidak pantas.
Saya tidak tahu saya bisa melakukan hal itu apa karena kesepian atau balas dendam, entahlah.

Lewat kakak ipar, Tuhan memberi peneguhan dan peringatan kepada saya, tentang hubungan yang salah itu, dan untuk kesekian kalinya Tuhan memperhatikan saya, dengan menyampaikan kebenaran-kebenaran_Nya.

Kisah masa lalu inilah yang menghantuiku.. ketika saya terlibat pelayanan baik itu sebagai pemimpin pujian, singer atau pun membawa renungan, selalu ada tuduhan-tuduhan yang menyiksa: tuduhan itu berkata: jangan sok suci kamu tuh, jangan sok rohani kamu tuh, lihat hidupmu, lihat tingkahmu, sangat jauh dari apa yang kamu katakan.

Saya benar-benar mengalami kemunduran rohani. Melayani hanya sebagai "lips service saja", rutinitas belaka, saat teduh pun jarang, baca Alkitab pun jarang, karena setiap kali saya ingin kembali, tuduhan itu langsung menyerang, inilah yang membuat saya mengalami kejenuhan dalam pelayanan.

Ketika saya berusaha untuk melangkah maju dan berubah, itu tidak berlangsung lama, maka saya akan mengalami kemunduran lagi, begitu terus siklusnya.

Dan itu membuat ku trauma tentang hubungan. Kasih yang tulus dari seorang laki-laki bagiku itu adalah omong kosong, bagiku laki-laki hanya butuh penyaluran nafsu saja.

Saya ingin dilepaskan dari kutuk ini, saya ingin roh saya bebas kembali melayani Tuhan. Saya ingin bertobat dan mengalami Tuhan kembali dalam keseharianku.

Ada kegairahan dalam melayani Tuhan seperti dulu lagi. Itu kerinduanku. Dan saya ingin benar-benar melepaskan pengampunan kepada dia dan teman baikku yang mengkhianatiku, supaya saya layak menerima janji-janji Tuhan dalam hidupku, baik dalam pelayanan maupun untuk teman hidupku.
Memang benar untuk mengatakan, “Saya tidak dapat hidup kudus,” tapi anda dapat memutuskan untuk memperkenankan Yesus membuat anda menjadi kudus.
(Oswald Chambers)
Kiranya kisah ini menjadi peringatan bagi kita semua dan khusus para remaja, pemuda , pelayan dan siapapun untuk tetap menjaga kekudusan hidup dalam melayani Tuhan dan menjaganya sampai nanti membangun keluarga kelak. Juga tetap mempertahankan kekudusan dalam hidup rumah tangga.
Tuhan sumber pengampunan dan Sumber Kasih memberkati kita semua.

Posting Komentar untuk "Kisah Hubungan Gelap, Perselingkuhan Yang Menyakitkan"