Apakah Boleh Cerai Dan Menikah Lagi?

Cerai Dan Menikah Lagi
Perceraian Dan Pernikahan

Pandangan Teologis Tentang Pernikahan Kembali

Bisa dilakukan bila pasangan telah meninggal dunia (Roma 7:2-3). Bahkan I Tim. 5:14 menganjurkan janda muda yang ditinggal mati oleh suaminya untuk kawin lagi, dari pada menimbulkan berbagai masalah dalam jemaat.

Bila cerai sebaiknya tidak menikah lagi (1 Kor. 7:11a).
Bila ingin menikah lagi, rujuk atau berdamai dengan pasangannya (I Kor. 7:11b). Dalam Yer. 3:8 ada gambaran Allah menceraikan Israel dan memberikan surat cerai karena Israel melakukan perzinaan rohani berkali-kali, terus menerus dan tidak mau bertobat. 

Namun Tuhan berjanji, jika Israel bertobat maka akan diampuni-Nya (ay. 12-13). Jadi memang yang terbaik kalau sudah cerai maka pasangan yang tidak bersalah tidak menikah lagi dan tetap memberi kesempatan untuk pasangannya bertobat serta kembali kepadanya alias rujuk.

Rujuk tidak diperkenankan lagi bilamana pasangan yang telah bercerai itu sudah menikah dengan orang lain (Ul. 24:1-4).

Walaupun bukan merupakan kehendak Allah yang sempurna, namun keinginan untuk menikah kembali bisa dipertimbangkan bagi mereka yang:

Telah diceraikan secara resmi oleh pasangan yang tidak seiman.

Karena setelah diceraikan ia tidak terikat, berarti boleh menikah lagi (I Kor. 7:15).
Bercerai resmi karena pasangannya terus menerus hidup dalam perzinaan (Mat. 19:6), apalagi bila pasangannya yang berzina itu telah menikah dengan orang lain. 

Namun bila pasangan yang "tidak bersalah” ini ingin menikah lagi dia juga diizinkan (Mat. 19:9). Pihak yang berzinalah yang sebetulnya tidak boleh menikah lagi karena dalam konteks PL dia harus dirajam sampai mati. 

Bila pernikahan kembali sampai terjadi, diharapkan tidak dilakukan terburu-buru namun setelah melalui pertimbangan panjang selama bertahun-tahun.

Pernikahan dan perceraian terjadi sebelum kedua orang itu mengenal Yesus, ketika dia masih dalam agama/kepercayaan lain.

Implikasi Pelayanan Pastoral

Gereja melaksanakan pernikahan yang bersifat heteroseksual dan monogami.
Mengenai tempat di mana upacara pernikahan itu dilangsungkan, tidak menjadi masalah secara teologis, apakah di gedung gereja, di tempat pesta (restoran, hotel), dll. Itu diserahkan kepada kebijakan gereja lokal.

Ada pula gereja yang membedakan antara “pemberkatan” di gereja antara pasangan yang masih suci dan “peneguhan” bukan di gereja bagi yang sudah tidak suci. Pembedaan semacam itu yang berdasar pada buku “Pedoman Pelayan Pendeta” yang ditulis oleh Pdt. Dr. H.L. Senduk. Hal ini juga diserahkan kepada kebijakan gereja lokal.

Gereja perlu melakukan Bimbingan Pra Nikah (BPN) bagi pasangan-pasangan yang akan menikah.
Gereja perlu mengadakan pelayanan bagi pasangan suami isteri (couples), bahkan pelayanan keluarga yang simultan mencakup seluruh komponen keluarga.

Misalnya dengan program: Bapa Sepanjang Kehidupan, Wanita Cakap dan Berdampak, Anak yang Diberkati. Tujuannya adalah untuk membangun pernikahan dan keluarga yang kokoh.

Pdt Henky So, MTh.

Posting Komentar untuk "Apakah Boleh Cerai Dan Menikah Lagi?"