AI Sebagai Agama Baru, Ancaman Bagi Generasi Muda Dan Gereja
![]() |
Ilustrasi Tangan Mesin Dan Manusia |
Apa Itu AI?
Rasanya hampir jadi kenyataan semua cerita film Holywood. Bagi anda penggemar film fiksi ilmiah tentu tahu, misalnya film Terminator dikisahkan bagaimana manusia berperang melawan mesin. Kecerdasan mesin mengalahkan manusia.Mesin lebih cerdas dan tangguh. Dalam menyelesaikan sebuah misi, mesin sangat akurat dibanding kekuatan manusia. Percaya atau tidak cerita-cerita ini menjadi kenyataan dan sedang berada di depan mata kita.
Dilansir dari Kompas.com, Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, merupakan program komputer yang dirancang mengikuti tindakan dan pola pikir manusia. Kehadirannya di sejumlah perangkat teknologi sehari-hari mampu memberikan kemudahan bagi penggunanya. Bahkan, tak sedikit orang yang jatuh hati dengan kecanggihan tersebut.
Pernah menggunakan fitur chat customer service pada sebuah website? Jika ya, bisa jadi Anda tak asing dengan respons otomatis yang ditampilkan. Kemampuan tersebut muncul berkat adanya teknologi AI. Dalam bisnis, terlebih di era digital, chatbot punya banyak peran.
Selain sebagai pusat layanan dan informasi selama 24 jam setiap hari, teknologi tersebut secara tidak langsung berpengaruh pada penjualan. Hal itu dikarenakan seluruh informasi pelanggan yang berinteraksi dengan chatbot direkam.
Sebut saja alamat e-mail, nomor telepon, usia, gender, dan kebiasaan. Kumpulan data tersebut akan diolah untuk dijadikan bahan strategi pemasaran. Pendekatannya bisa melalui newsletter, rekomendasi produk, atau diskon.
Pengaruh AI
Kecanggihan teknologi ini menghantar manusia kepada peradaban, agama dan keyakinan yang baru berdasarkan kecanggihan teknologi AI.Mengutip dari Jawaban.com, AI disebut bisa menjadi bom waktu. Seorang mantan insinyur Google, Anthony Levandowski telah membentuk gereja pertama untuk mengikuti pekembangan makhluk cerdas secara artifisial.
Ajaran ini memiliki Injil berjudul The Manual. Agama yang dibuat oleh Anthony Levandowski ini disebut sebagai ‘Way of The Future’ dan Tuhannya adalah kecerdasan buatan. Tujuannya adalah untuk menjadikan kecerdasan buatan di atas segalanya.
Rencana Anthony Levandowski untuk mencetuskan agama baru berlanjut dengan dibangunnya sebuah robot yang nantinya akan menjadi Tuhan untuk agama 'Way of The Future'.
Mantan karyawan Alphabet dan Uber itu akan menjuluki robot buatannya dengan sebutan 'Godhead' yang diklaim memiliki kecerdasan melampaui manusia.
Dalam sebuah wawancara, Levandowski menerangkan bahwa dia akan mulai membangun gereja Way of the Future untuk menyebarkan gagasan tentang Injil yang disebut 'Manual'. Menurutnya, konsep Tuhan yang dibangun berbeda dengan Tuhan yang menguasai alam semesta.
"Dia bukan Tuhan dalam arti yang membuat petir atau menyebabkan angin topan. Tapi jika adalah sesuatu yang miliaran kali lebih pintar daripada manusia terpandai, dia akan disebut apalagi [kalau bukan Tuhan]? " kata Levandowski seperti yang dilaporkan CNN.
"Dia bukan Tuhan dalam arti yang membuat petir atau menyebabkan angin topan. Tapi jika adalah sesuatu yang miliaran kali lebih pintar daripada manusia terpandai, dia akan disebut apalagi [kalau bukan Tuhan]? " kata Levandowski seperti yang dilaporkan CNN.
Perkembagan teknologi yang berkembang dengan sangat pesat seiring dengan majunya perkembangan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI), yang diyakini oleh beberapa pihak akan terjadi event singularity, di mana kepintaran komputer akan jauh melebihi manusia.
Hal ini dapat memicu perubahan besar yang akan terjadi di masyarakat. Dengan kemampuan kecanggihan teknologi yang terus dikembangkan, tentu saja hal ini menjadi ancaman bagi kita sebagai orang percaya.
Pergeseran era modern dan keberadaan agama baru yang menuhankan kecerdasan buatan bisa mengancam iman kita sebagai orang Kristen dan generasi di kemudian hari, sehingga gereja kehilangan generasi-generasi muda.
Para ahli mengingatkan bahwa AI akan miliaran kali lebih pintar dari manusia. Bahkan, dalam beberapa waktu lalu, kecerdasan buatan ditasbihkan sebagai tuhan baru.
Ian Pearson Ahli futuris di Futurizon yang berbasis di Ipswich, Inggris mengatakan bahwa untuk bertahan hidup manusia harus bergabung dengan AI. Manusia perlu bergabung dengan mesin agar bisa bertahan, karena kecerdasan buatan akan berevolusi menjadi miliaran kali lebih pintar dibandingkan manusia,"
AI saat ini melangkah lebih jauh dari manusia. Jadi, menurut Pearson manusia harus mengawal perubahan tersebut. Dia mengklaim, manusia dapat melindungi diri dari bangkitnya mesin dengan menghubungkan otak mereka dengan AI (Cybernetic Organism), sehingga mereka memiliki kecerdasan yang sama.
Hal ini dapat memicu perubahan besar yang akan terjadi di masyarakat. Dengan kemampuan kecanggihan teknologi yang terus dikembangkan, tentu saja hal ini menjadi ancaman bagi kita sebagai orang percaya.
Pergeseran era modern dan keberadaan agama baru yang menuhankan kecerdasan buatan bisa mengancam iman kita sebagai orang Kristen dan generasi di kemudian hari, sehingga gereja kehilangan generasi-generasi muda.
Para ahli mengingatkan bahwa AI akan miliaran kali lebih pintar dari manusia. Bahkan, dalam beberapa waktu lalu, kecerdasan buatan ditasbihkan sebagai tuhan baru.
Ian Pearson Ahli futuris di Futurizon yang berbasis di Ipswich, Inggris mengatakan bahwa untuk bertahan hidup manusia harus bergabung dengan AI. Manusia perlu bergabung dengan mesin agar bisa bertahan, karena kecerdasan buatan akan berevolusi menjadi miliaran kali lebih pintar dibandingkan manusia,"
AI saat ini melangkah lebih jauh dari manusia. Jadi, menurut Pearson manusia harus mengawal perubahan tersebut. Dia mengklaim, manusia dapat melindungi diri dari bangkitnya mesin dengan menghubungkan otak mereka dengan AI (Cybernetic Organism), sehingga mereka memiliki kecerdasan yang sama.
Cybernetic organism alias cyborg adalah istilah yang dipakai untuk menyebut makhluk hidup yang sebagian tubuhnya digabungkan dengan mesin atau robot. Cyborg biasanya cuma ditemukan di film fiksi ilmiah -- semisal bangsa Borg dalam serial Star Trek.
Tapi, seorang profesor bernama Yuval Noah Harari dari Universitas Yerusalem meramal bahwa nantinya kita bakal bisa menemui cyborg di kehidupan sehari-hari.
"Saya rasa kemungkinan dalam 200 tahun ke depan homo sapiens (manusia) bakal meningkatkan diri mereka menjadi semacam 'dewa', entah lewat rekayasa genetika atau menciptakan cyborg, gabungan antara makhluk organik dengan mesin," kata Harari sebagaimana dirangkum Nextren dari The Telegraph.
"Perkawinan" antara manusia dengan mesin yang mewujud dalam bentuk cyborg itu disebut Harari bakal menjadi "evolusi terbesar dalam biologi", semenjak kehidupan muncul di bumi 4 miliar tahun yang lalu.
Harari percaya bahwa manusia pada akhirnya tak akan bisa menahan godaan untuk melakukan "upgrade" terhadap dirinya sendiri. "Kita pada dasarnya tak pernah puas," kata Harari, . "Bahkan ketika manusia memperoleh aneka pencapaian, itu semua tak akan cukup.
Kita selalu menginginkan lebih." Walau terdengar canggih, Harari mengingatkan bahwa masa depan bersama cyborg ini boleh jadi tak seindah yang dibayangkan. Lantaran mahal, teknologi cyborg mungkin bakal terbatas hanya tersedia untuk kalangan berduit saja sehingga melebarkan kesenjangan antara kaum kaya dan miskin di masyarakat.
Ancaman Terhadap Generasi Muda Dan Gereja
Sebuah kekhawatiran besar terhadap masa depan generasi dan gereja. Sebuah kehancuran peradaban manusia terbentang di depan mata kita.
Gereja tidak bisa menutup mata terhadap perkembangan teknologi yang semakin maju. Gereja harus selangkah lebih maju dalam memberi "garam dan terang" bagi iman generasi muda.
Fakta real di depan mata yang sedang Gereja hadapi adalah "kecanduan teknologi". Kecanduan teknologi bisa diartikan sebagai hasrat yang tidak terkendali untuk menggunakan internet dan perangkat elektronik lainnya sehingga menghambat kehidupan sehari-hari seseorang.
Sikap skeptis dan keraguan terhadap berita Injil semakin meningkat. Generasi sekarang lebih percaya apa yang dikatakan oleh mesin pencari Google dan YouTube daripada khotbah Pendeta dan berita Firman Tuhan. Alkitab dianggap buku tua yang usang dan ketinggalan zaman yang hanya berisi cerita dongeng.
Generasi muda menganggap hadir digereja atau mengikuti ibadah life streaming hanya membuang-buang waktu. Bagi mereka gosip di medsos dan hiburan di tiktok lebih bermanfaat dan menghibur.
Mereka lebih maju dan inovatif. Ada banyak ruang kreatifitas diluar sana yang membuat mereka nyaman dan diterima. Ide-ide kreatif mereka lebih dihargai dan diterima. Kesempatan ini makin lama makin menarik generasi muda keluar dari gereja.
Mereka lebih tertarik dengan teknologi, informasi yang update, game-game terbaru dan dunia media sosial yang selalu menyuguhkan konten-konten menarik dan terkini. Potensi diri mereka semakin berkembang. Mereka juga terlatih untuk berinovasi dan menciptakan konten-konten menarik.
Bagi generasi muda: teknologi dan era digital adalah segalanya. Menurut mereka teknologi adalah tuhan kedua. Selalu ada jawaban ketika ditanya, selalu ada solusi ketika ada persoalan dan selalu menjadi teman dikala sepi dan sendiri (Google dan YouTube menjawab semuanya)
Sementara acara-acara gereja yang monoton dan kaku menambah beban dan penderitaan bagi mereka. Ada kesenjangan antara generasi tua dan generasi muda. Yang tua tidak mengalah dan mempertahankan gaya dan prinsip lama dalam beribadah sementara yang muda berusaha meyakinkan yang tua bahwa mereka juga layak untuk diterima dan membuat perubahan. Masing-masing mempertahankan keyakinannya dan pada akhirnya terjadi perpecahan.
Tanpa kita sadari konflik-konflik ini menghantar generasi kita kepada kehancuran dan masa depan mereka dikorbankan. Jangan kaget ketika suatu saat nanti gereja hanya diisi orang tua dan lansia yang "gaptek" yang lambat laun akan mewariskan bangku dan kursi kosong untuk memenuhi ruang gereja.
Kita sibuk dengan perbedaan dogma dan dotrin. Konflik-konflik internal, gaya ibadah, liturgi dan cara berpakaian menjadi fokus utama dan perhatian sampai kita lupa hal yang lebih penting yaitu mempersiapkan generasi.
Berilah ruang bagi mereka untuk berkarya. Bimbinglah mereka untuk memahami dan mengerti. jadilah wadah yang aman dan nyaman bagi mereka sehingga mereka tidak merasa asing dirumah mereka sendiri. Masih banyak sekte sesat dan pengikut setan diluar sana yang sedang mengincar mereka. Sekali kita lengah dan mengabaikan mereka maka kita sendiri sedang mengantar mereka kepada kehancuran.
Dunia sedang membentuk tatanan dan polanya sendiri. Ini masih tahap awal perkembangan AI namun dampaknya sudah sangat terasa dan sedang membawa generasi kita kesana. Mereka sedang berada pada pusaran perubahan itu. Kita tidak bisa melarang mereka untuk tidak terlibat dengan teknologi. Mereka pasti berada di sana suatu saat nanti.
Sadarilah bahwa generasi kita menghadapi sebuah kehidupan yang berat. Tetapi kita juga tidak hilang harap bahwa mereka bisa menghadapinya dengan dasar dan kekuatan yang akan kita wariskan kepada mereka. Orang tua sebagai tempat berbagi juga Gereja sebagai wadah dan tempat berkumpulnya orang-orang yang dipanggil dari kegelapan untuk masuk menjadi terang, sama-sama berperan untuk mengarahkan dan mempersiapkan generasi masa depan yang kuat dalam Tuhan.
Gereja berada pada pilihan-pilihan sulit. Gereja sedang menghadapi perubahan dunia memasuki era mesin dan digital disamping itu juga gereja sedang menghadapi generasi muda yang semakin hari semakin hilang dan meninggalkan gereja.
Fakta real di depan mata yang sedang Gereja hadapi adalah "kecanduan teknologi". Kecanduan teknologi bisa diartikan sebagai hasrat yang tidak terkendali untuk menggunakan internet dan perangkat elektronik lainnya sehingga menghambat kehidupan sehari-hari seseorang.
Ini adalah istilah kolektif untuk kecanduan internet, penggunaan media sosial yang berlebihan, kecanduan video game, pornografi, perjudian online, dan penggunaan berlebihan smartphone dan gadget lainnya.
Kecanduan teknologi dan internet pada generasi muda bisa berdampak jauh baik pada diri mereka sendiri atau pada keluarganya. Pemuda dan remaja dengan kecanduan teknologi dapat mengalami masalah kesehatan fisik dan psikologis antara lain:
Kecanduan teknologi dan internet pada generasi muda bisa berdampak jauh baik pada diri mereka sendiri atau pada keluarganya. Pemuda dan remaja dengan kecanduan teknologi dapat mengalami masalah kesehatan fisik dan psikologis antara lain:
Depresi
Kesendirian
Kegelisahan
Agresi
Kurang empati
Fobia sosial
Tidak dapat mengendalikan dorongan untuk menggunakan Internet / teknologi.
Sementara secara fisik, efeknya antara lain: Kebiasaan makan yang buruk, sehingga bisa menyebabkan kurang gizi atau obesitas. Kualitas tidur yang buruk sehingga bisa mengganggu prestasi akademik; Gangguan pertumbuhan.
Gereja sebagai garam dan terang harus mengambil sikap tegas dan antisipatif. Memperlengkapi generasi muda dengan dasar kebenaran dan pemahaman Firman yang benar tetapi juga tidak menutup mata terhadap perkembangan teknologi yang semakin meningkat.
Gereja harus selangkah lebih maju tidak hanya menjawab perubahan dan dampak teknologi tetapi berada di depan sebagai penerang untuk menerangi dan memberi arahan. Gereja harus selalu memberi solusi. Dengan demikian generasi akan bertumbuh selaras dengan perubahan zaman yang dinamis di dalam terang Firman Tuhan.
Umat-Ku binasa karena tidak mengenal Allah; karena engkaulah yang menolak pengenalan itu maka Aku menolak engkau menjadi imam-Ku; dan karena engkau melupakan pengajaran Allahmu, maka Aku juga akan melupakan anak-anakmu (Hosea 4:6)
Pengenalan yang benar tentang Tuhan akan menjaga kita dari situasi buruk apapun. Sebaliknya bila salah maka akan menjerumuskan kita dalam kebinasaan.
Roma 10:3 tertulis, “Sebab, oleh karena mereka tidak mengenal kebenaran Allah dan oleh karena mereka berusaha untuk mendirikan kebenaran mereka sendiri, maka mereka tidak takluk kepada kebenaran Allah.”
Pengenalan yang benar tentang Tuhan akan menjaga kita dari penyalahgunaan teknologi. Tindakan-tindakan dalam mengambil keputusan ketika harus memutuskan segala sesuatu misalnya dalam bidang medis dan kedokteran akan selalu menghormati etika dan kebenaran. Kita terhindar dari salah paham dengan Tuhan.
Ketika teknologi AI jatuh ke tangan orang percaya akan berdampak positif dan berguna bagi peradaban manusia. Tetapi sebaliknya ketika teknologi AI jatuh ke tangan orang yang tidak percaya maka alat canggih di tangan seorang diktator bisa memberi mereka kekuatan yang jauh lebih banyak daripada yang mereka miliki untuk melakukan kerusakan serius. Mereka bisa menciptakan mesin perang yang canggih untuk menghancurkan peradaban manusia.
Posting Komentar untuk "AI Sebagai Agama Baru, Ancaman Bagi Generasi Muda Dan Gereja"